Bab 13

Alana termenung di samping bed pasien. Sesekali ia juga menoleh ke arah Sean yang masih belum sadar dari kritisnya.

"Kenapa aku harus menunggu pria ini?seharusnya aku bisa bebas selagi dia gak sadarkan diri." monolog Alana sembari memandang lekat wajah Sean.

Entah mengapa Alana merasa tak asing dengan Sean. Ia seperti pernah bertemu dengan pria itu sebelumnya.

"Pergi lah!!" ujar Cleo menghampiri Alana.

"Benar aku boleh pergi?" Alana memastikan.

Cleo mengangguk. "Lagi pula kehadiran mu di sini sama sekali tak berguna. Urusan kau memiliki perjanjian dengan bos, untuk saat ini lupakan lah. Kami tak mau mendapat masalah karna mu."

"Ok." Alana beranjak dari duduknya.

"Tapi ingat, jangan pernah sekali pun menceritakan semua yang terjadi di mansion. Termasuk keadaan bos saat ini."

"Iya, aku tau kok." sahut Alana seraya membalikkan badan dan hendak pergi.

"Oiya sebentar..."

"Apalagi?"

"Sebenarnya apa alasan mu mau tinggal di mansion? kau bukan seorang mata-mata kan?"

Alana pun tertawa kecil mendengar keresahan Cleo. "Untuk apa coba aku jadi mata-mata? yang ada cuma buang-buang waktu tau."

"Lalu kejadian yang menimpah bos Sean....."

"Jangan bilang kau menuduh ku?"

"Kau itu mencurigakan. Lagi pula kau itu anak Da..." Cleo tak melanjutkan ucapannya.

"Sudah lah, lebih baik kau pergi sekarang." sambung Cleo yang hampir saja mengungkap siapa Alana sebenarnya.

"Gak jelas banget sih." celetuk Alana lalu ia pergi dari ruangan itu.

Walau Alana merasa risih dengan tatapan anak buah Sean di sepanjang lorong rumah sakit, Alana mencoba bersikap santai. Ia tak mau terdistraksi hanya karna pria-pria berbadan kekar yang berada di sebelah kanan dan kirinya.

Alana pun mulai menaiki lift. Di dalamnya baru lah Alana dapat bernafas dengan lega. Alana pikir ia sudah terbebas dari orang-orang yang berada di bawah kekuasaan Sean. Namun nyatanya, Cleo menyuruh dua orang rekannya untuk mengikuti Alana.

Cleo tak tenang melepas Alana begitu saja. Apalagi gadis itu sudah melihat beberapa ke jadian di mansion. Cleo takut sewaktu-waktu Alana akan membocorkan rahasia Sean kepada orang lain, terutama David. Manusia yang paling Sean benci.

**

Malam pun tiba. Sesuai pesan singkat dari David, Alana yang di antar oleh Cindy bergegas menuju ke sebuah restoran yang berada di pusat kota.

"Thanks ya Cin, udah nganterin aku." ujar Alana seraya melepas seatbelt.

"Aman Al." sahut Cindy.

Alana pun bergegas keluar dari mobil Cindy. Ia lalu melambaikan tangan ke arah sahabatnya itu. Cindy hanya tersenyum, kemudian melajukan mobilnya meninggalkan Alana di depan sebuah restoran mewah.

Tanpa berlama-lama, Alana masuk ke restoran tersebut untuk menemui David. Sebenarnya Alana merasa enggan. Namun Alana tak punya pilihan lain selain menuruti kemauan papanya.

Di sudut restoran, Alana melihat David sedang berbincang dengan rekannya. Ia langsung menghampiri meja tersebut.

"Pa.." Alana kini berdiri di belakang David.

Seketika David menoleh. "Alana? sini duduk sayang. Papa sudah menunggu kamu dari tadi."

Baru saja Alana hendak duduk di kursi kosong sebelah Antonio, ia sudah di kagetkan dengan seorang lelaki di samping papanya.

Jonathan ??

Raut wajah Alana yang tampak kaget pun tak mampu ia sembunyikan.

"Sayang, kenalin ini teman lama papa dan ini adalah Jonathan. Anaknya om Anton."

"Alana, om..." Alana tersenyum sembari berjabat tangan dengan Antonio.

"Wah.. benar kata mu Dav. Ternyata Alana sangat cantik." ujar Antonio yang terkesima dengan pesona Alana.

Alana hanya tersenyum, walau dengan sedikit terpaksa.

"Iya dong, siapa dulu papanya."sahut David dengan bangganya.

"Papa mau ngomong apa sama Al?" tanya Alana tanpa basa-basi.

"Kenapa buru-buru sih Al? toh kamu juga baru datang." seru David.

"Benar Al, ayo kita makan malam dulu. Om sudah pesan makanan terbaik di restoran ini." sahut Antonio.

Sementara Jonathan hanya menatap layar ponselnya seolah ia sama sekali tak peduli dengan kehadiran Alana.

"Jo..." panggil Antonio yang duduk berhadapan dengan Jonathan.

"Kenapa pa?"

"Ayo kenalan sama Alana."

"Kita udah saling kenal kok om." sahut Alana datar.

Deg

Seketika Jonathan menoleh ke arah Alana. Tatapan lelaki itu tampak cemas. Di dalam hati ia berharap agar Alana tak membocorkan rahasianya yang memilih selingkuh dan menjauhi Alana.

"Bagus lah kalau kalian sudah saling kenal. Jadi papa kan tidak butuh effort lebih untuk menjodohkan kalian." ujar David lalu meneguk minuman di hadapan.

"Maksud papa apa menjodohkan Al sama Jo?" Mata Alana membulat menatap David.

"Loh memangnya kenapa sayang? Tidak ada salahnya kan kalau papa menjodohkan kamu dengan anak teman papa? selain silaturahmi tidak terputus, bisnis papa juga akan semakin maju dengan bergabungnya om Antonio di perusahaan papa." jelas David yang tak pernah mau memahami Alana dan selalu saja bersikap egois.

"Pa, walau pun Al dan Jo udah saling kenal karna satu kampus, bukan berarti kita saling cocok kan?"

"Masalah cocok itu perkara mudah Al. Kalian jalani saja dulu masa pendekatan." sambung Antonio santai.

"Tapi kan pa...."

"Sudah lah Al. Benar kata om Anton, kalian jalani saja dulu. Papa yakin mana mungkin kamu tidak tertarik dengan Jo."

Alana terdiam. Percuma ia mengutarakan penolakan soal perjodohannya dengan Jonathan. Papanya tetap tak mau tau dan tak mau mengerti.

Apa aku harus jujur ya sama papa tentang Jonathan ? tapi kalau pun aku jujur, apa papa akan percaya kalau Jonathan udah mengkhianati aku ?

Hidangan makan malam ala italia yang tertata di atas meja sudah terasa hambar bagi Alana. Ia sudah tak berselera. Alana muak bukan hanya pada perjodohannya, tetapi juga pada Jonathan.

Terlebih lelaki itu sama sekali tak ada penolakan perihal perjodohan mereka. Seolah hubungan mereka yang pernah terjalin dulu benar-benar tak ada bagi Jonathan.

Makan malam mereka akhirnya pun selesai. Berbeda dengan David dan Antonio yang tampak sumringah, Alana justru terlihat kecewa kepada David. Entah sudah berapa banyak kekecewaan di dalam hati Alana yang menumpuk. Ia sudah tak mampu menghitungnya.

Antonio dan Jonathan lalu memilih pamit terlebih dahulu. Sedangkan David masih duduk santai di tempatnya.

"Sayang, kamu pulang sendiri tidak apa-apa kan?" tanya David tanpa menatap Alana. Ia hanya sibuk pada ponsel di tangannya.

"Memangnya papa mau ke mana lagi?"

"Hm, papa ada janji dengan rekan bisnis papa yang lain."

"Tapi ini kan udah malam pa. Apa gak bisa besok aja?"

"Kamu itu seperti baru sehari saja jadi anak papa. Kamu kan tau sendiri sayang, kalau papa kamu ini punya banyak pekerjaan yang harus cepat di selesaikan." ujar David berusaha meyakinkan Alana. Padahal kenyataan sebenarnya David sedang menunggu seorang wanita yang kini dekat dengannya.

"Jadi malam ini papa gak pulang lagi?"

"Maafkan papa ya sayang." jawab David sembari mengelus ujung kepala Alana.

"Yaudah pa, kalau gitu Alana pulang dulu." seru Alana seraya bangkit dari duduknya.

"Iya sayang, kamu hati-hati ya."

Alana hanya mengangguk. Ia pun bergegas pergi dari hadapan David. Setiba di pelataran restoran, seorang wanita yang mengenakan dress berwarna merah selutut dan membentuk tubuh secara tak sengaja menabrak Alana. Alana terkesiap dan hampir terjatuh.

"Maaf.." ujar wanita yang mengenakan sepatu hak tinggi berwarna senada dengan dressnya.

Wanita itu lalu pergi begitu saja. Bahkan ia terlihat terburu-buru memasuki restoran hingga wanita yang berusia kisaran 30-an itu sama sekali tak menoleh ke arah Alana.

Alana hanya mendengus kesal. Dengan langkah gontai ia berjalan menuju sisi jalan tol untuk menunggu taksi. Alana tak ingin pulang ke rumahnya. Ia berencana ingin kembali ke rumah sakit.

"Kenapa taksi gak ada yang lewat sih? masih jam segini padahal." celetuk Alana seraya melirik arloji tangannya yang sudah menunjukkan jam 10 malam.

Pucuk di cinta, ulam pun tiba. Sebuah mobil sport berwarna silver tiba-tiba melintas lalu menepi dan menghampiri Alana.

"Ayo masuk!" ujar pemilik mobil itu yang ternyata adalah Kelvin.

"Kak Kelvin?!" Alana cukup terkejut dengan kehadiran Kelvin yang tiba-tiba.

"Buruan Al." sambung Kelvin.

Alana mengangguk cepat. Lalu ia pun masuk ke mobil tersebut walau ada sedikit perasaan canggung.

"Ngapain malam-malam berdiri di situ?" tanya Kelvin heran.

"Nunggu taksi kak."

"Alana... Alana. Mana ada jam segini taksi yang lewat." Kelvin tertawa kecil seraya menoleh ke arah Alana yang duduk di sebelahnya.

"Masa sih kak?"

"Iya Al. Memangnya kau mau ke mana?"

"Ke rumah sakit kak. Mau lihat keadaan Sean."

"Kebetulan Al. Aku juga mau ke sana." sahut Kelvin dengan semangat.

Mobil Kelvin pun melaju cukup kencang. Ia sudah tak sabar ingin menemui Sean. Kelvin yang sejak semalam sibuk mengurus perusahaan milik sahabatnya tersebut, membuatnya tak ada waktu untuk hanya sekedar membesuk Sean.

Tak berapa lama mereka tiba di rumah sakit. Setelah memarkirkan mobil, Kelvin dan Alana bergegas menuju ke ruangan Sean. Cleo yang menjaga di depan ruangan langsung mengizinkan Kelvin untuk masuk.

Pun begitu juga dengan Alana. Walau Cleo merasa heran dengan gadis itu yang entah apa alasannya malah memilih kembali ke rumah sakit. Cleo ingin bertanya, namun ia urungkan. Ia tak enak dengan keberadaan Kelvin yang ada di samping Alana.

"Bagaimana keadaan Sean?" tanya Kelvin kepada Brandon yang menjaga Sean sejak tadi.

"Ya begitu lah kak. Belum ada tanda-tanda bos Sean akan sadar." jawab Brandon.

Kelvin menghela nafas pelan. "Kalian sudah menemukan siapa biang kerok di balik pengeroyokan Sean kemarin?"

"Belum kak. Kami kehilangan jejak mereka."

"Sialan..!!" umpat Kelvin seraya mengepal erat tangannya.

"Tapi kak Kelvin tenang saja. Karna kami masih mencari tau siapa yang sudah melakukan hal itu kepada bos Sean."

"Pokoknya bagaimana pun caranya, kalian harus bisa menemukan mereka."

Brandon hanya mengangguk. "Kalau begitu saya permisi dulu kak. Saya mau kembali ke mansion untuk mengambil beberapa keperluan bos".

"Iya. Pergilah."

Brandon pun membungkukkan setengah badannya sebelum keluar dari ruangan tersebut. Tak lupa ia melirik ke arah Alana sesaat. Sentuhan jemari Alana kemarin masih begitu melekat di ingatannya.

"Al.." panggil Kelvin.

"Iya kak."

"Lebih baik kau pulang ke rumah mu dan istirahat lah."

"Gak kak. Aku akan tetap di sini sampai Sean sadar."

"Tapi kenapa Al? seharusnya kau manfaatkan kesempatan ini selagi Sean dalam kondisi tak sadarkan diri."

Alana terdiam. Benar kata Kelvin, seharusnya ia bisa menjauh dari Sean untuk saat ini. Namun Alana merasa ia sudah tidak memiliki rumah di mana ia bisa pulang dan nyaman berada di dalamnya.

Terlebih lagi David, papanya yang lebih memilih mencari rumah lain yang lebih nyaman. Meninggalkan Alana sendiri dan tersiksa oleh kesepian.

Untuk itu lah Alana bersikeras tinggal di mansion.Setidaknya dengan adanya Sean, ia tak merasakan kesepian lagi.

**

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!