Bab 20

Sean mulai menyetir mobilnya menuju ke kampus Alana. Sedangkan Alana membuka bekal yang telah di siapkan bi Ratih tadi. Aroma nasi goreng buatan bi Ratih berhasil membuat Sean menoleh.

"Ke kampus bawa bekal?"

"Baru kali ini sih kak."

"Enaknya kalau masih punya mama. Ada yang membuatkan bekal."

"Tapi yang buat bekal ini bukan mama aku kak."

Sean kembali menoleh ke arah Alana sembari mengerutkan dahi. Selama mengenal David dulu, Sean tak pernah bertanya mengenai istri David. Untuk itu Sean sama sekali tidak mengetahui fakta bahwa David sudah berpisah dengan mantan istrinya.

"Aku udah gak tinggal sama mama lagi. Mama pergi ninggalin aku sama papa demi selingkuhannya. Dan sekarang aja aku bahkan gak tau mama ada di mana." sambung Alana yang di akhiri dengan helaan nafasnya yang berat.

"Maaf Al, aku tak tau kalau kau....".

"It's okay kak." Alana memotong ucapan Sean lalu melemparkan senyum ke arah pria di sebelahnya.

Alana pun mulai menikmati nasi goreng buatan bi Ratih. Ia bersikap seolah baik-baik saja di depan Sean. Namun Sean tau, Alana sedang menyembunyikan lukanya. Sean tau betul bagaimana rasanya kehilangan keluarga yang begitu di cintai.

"Nih kak." Alana tiba-tiba menyodorkan sesendok nasi goreng ke arah Sean.

Sean menggeleng padahal rasa ingin mencicipi masakan bi Ratih begitu menggugah hatinya.

"Ayo lah kak. Kak Sean kan juga belum sarapan."

Namun Sean masih tak bergeming. Ia hanya fokus menatap jalanan di depannya.

"Yauda deh kalau kak Sean gak mau." Alana hendak memalingkan sendok dari hadapan Sean.

Tapi dengan cepat Sean melahap nasi goreng di tangan Alana.

"Dasar. Tadi katanya gak mau. Lah sekarang doyan." Alana tertawa kecil.

"Kok enak?!" gumam Sean saat merasakan masakan bi Ratih yang sangat mirip dengan masakan mamanya.

"Enak dong. Ini yang buat bibi aku. Kak Sean mau lagi?"

Sean menggangguk seraya menguyah. Alana kembali menyuapkan nasi goreng ke mulut Sean.

"Oiya kak, kak Sean kenapa bisa ada di depan rumah aku?" tanya Alana bingung.

"Aku hanya rindu ingin melihat wajah mu." jawab Sean santai.

"Terus kak Sean pikir aku percaya?"

"Terserah kau mau percaya atau tidak.!"

"Eh, btw thanks ya kak. Coba aja tadi gak ada kak Sean, gak tau lagi gimana nasib ku."

"Thanks untuk apa?" tanya Sean heran.

"Sebenarnya pagi ini papa nyuruh aku berangkat ke kampus sama Jonathan. Ya jelas aku gak mau lah. Iya kali aku satu mobil sama cowok berengsek kayak dia."

"Jonathan mantan kekasih mu itu?"

Alana mengangguk cepat.

"Memangnya Dav... maksudnya papa mu apa tidak tau kalau kau dan Jonathan pernah menjalin hubungan?"

"Tau kak. Papa tau semuanya tentang kami dulu. Tapi anehnya papa tetap menjodohkan aku sama Jo. Bahkan papa berniat mau menikahkan kami."

Ternyata bukan hanya serakah, kau juga egois dan tega David!. Sean hanya bisa menggrutu dalam hati.

Akhirnya mobil Sean pun tiba di kampus Alana. Sebelum turun, Alana menyimpan tempat bekalnya.

"Thanks ya kak, udah nganterin aku." ujar Alana seraya menatap ke arah Sean. Sean pun membalas tatapan Alana.

"Al, kau baik-baik saja?" tanya Sean khawatir begitu menyadari mata Alana yang terlihat sedikit membengkak. Sejak tadi bersama Alana, Sean tak terlalu memperhatikan Alana karna ia hanya sibuk menyetir.

Alana tersenyum seraya mengangguk.

"Tidak mungkin Al. Mata mu tidak bisa berbohong. Cerita, ada apa sebenarnya?" Sean mengelus pipi Alana dengan lembut.

"Aku benar gak papa kok kak. Semalam aku cuma bertengkar kecil sama papa karna perjodohan itu." terang Alana.

Sean menghela nafas pelan. Ia perhatikan wajah Alana dengan lekat. Bahkan Sean juga mendekatkan wajahnya pada wajah Alana.

"Alana, menikah dengan ku saja ya. Aku janji akan membahagiakan mu."

Alana seketika tertawa karna mengganggap Sean sedang bercanda dengannya.

"Kenapa tertawa Al? Aku serius ingin menikah dengan mu."

Tawa Alana perlahan lenyap. Dari tatapan Sean, Alana tau bahwa kali ini Sean serius dengan perkataannya.

"Bagaimana Al, kau mau kan?" Sean mendesak Alana.

Alana masih diam. Banyak hal yang masih bergelayut di pikirannya. Alana memang tak bisa membohongi dirinya jika ia pun juga menyukai Sean. Namun, Alana merasa belum siap kalau harus menikah dengan Sean.

"Kak, kayaknya aku gak... "

Seketika Sean membungkam Alana dengan bibirnya yang lebih dulu menyentuh bibir gadis itu. Mata Alana membulat sempurna. Ia tak menyangka Sean telah merebut kesucian bibirnya.

Anehnya, Alana tak memberontak. Bahkan ia menikmati saat Sean mulai menyesap bibirnya dengan lembut. Ada sensasi berbeda yang Alana rasakan. Ada getaran hebat yang mengalir di sekujur tubuhnya.

Menyadari sang pemilik bibir ranum tak menolak, Sean semakin bersemangat untuk merasakan lebih dalam bibir Alana. Perlahan jemari Sean menjulur ke arah bibir bawah Alana, membantu gadis itu untuk membuka mulutnya agar Sean bisa lebih leluasa membiarkan lidahnya menari di dalam sana.

Alana semakin meremang saat jemari Sean meraba tengkuknya beberapa kali. Lalu pria itu menekan tengkuk Alana dengan lembut agar bisa memperdalam pagutan bibir mereka. Sean tampak begitu menikmati bibir Alana yang terasa manis baginya.

Entah apa yang tiba-tiba terlintas di benak Alana hingga seketika ia mendorong tubuh Sean. Sean tersentak dan terpaksa melepas pagutan bibir mereka.

"Kenapa Al?" suara Sean terdengar serak. Wajahnya terlihat kecewa.

"Kak, gimana kalau nanti ada yang lihat."

Sean pun tertawa. "Kirain ada apa sampai kau mendorong ku seperti itu." ujar Sean seraya mengambil tisu lalu mengelap bibir Alana yang terlihat basah.

"Nanti kita lanjut lagi ya sayang." sambung Sean sambil mengelus pipi Alana yang merona padahal gadis itu tak mengenakan blush on sedikit pun.

"Hah?" Alana hanya menganga tak mengerti maksud Sean.

"Sudah sana masuk.Nanti telat." Sean mengusap rambut Alana.

Alana hanya mengangguk. Tanpa berkata apapun lagi, Alana segera keluar dari dalam mobil seraya memegang dadanya memastikan jantungnya tetap aman pada tempatnya.

Sean terus menatap Alana hingga gadis itu tak terlihat lagi. Setelah itu Sean memutuskan kembali ke mansion. Ia ingin beristirahat karna merasa lelah akibat tidur di dalam mobil semalaman.

Sembari menyetir, Sean memegang bibir bawahnya. Rasa manis bibir Alana masih membekas jelas. Sean tersenyum, membayangkan saat mereka saling bertukar saliva tadi.

"Al, aku tidak akan melepaskan mu." monolog Sean yakin. Tampaknya ia sudah benar-benar jatuh hati kepada Alana.

**

Di kampus, setelah mata kuliah berakhir, Alana dan Cindy masih berada di kelas. Cindy tak bosan-bosannya bertanya mengenai Sean, pria yang membuatnya terkagum-kagum. Sementara Alana masih mencatat materi untuk perkuliahan minggu depan.

"Jadi kau itu menyukai kak Sean atau kak Kelvin?" tanya Alana yang masih sibuk merapikan beberapa bukunya.

"Dua - duanya boleh gak sih, Al?"

Alana seketika melirik ke arah Cindy. "Idih, nih orang kayak gak pernah lihat cogan."

Cindy pun hanya terbahak mendengar ucapan Alana.

"Alana." Jonathan tiba-tiba saja masuk ke kelas Alana yang sudah sepi karna jam kuliah telah berakhir.

Suara Jonathan pun berhasil mengagetkan Alana bahkan membuat Cindy terdiam.

"Ayo ikut aku." Jonathan menarik paksa lengan Alana.

"Gak mau." tolak Alana seraya berusaha menarik lengannya dari genggaman Jonathan.

"Eh Jo, ngapain sih. Lepasin gak tangan Alana?" Cindy ikut bicara.

"Jangan ikut campur. Ini urusan ku sama Al." Jonathan melayangkan tatapan tak suka pada Cindy.

"Ayo Al." seru Jonathan yang masih memaksa Alana.

"Aku gak mau Jo!"

"Oh jadi kau mau dengan cara kasar?" bentak Jonathan yang semakin mencengkram lengan Alana.

"Aw.. " Alana mulai meringis.

"Kau terlaluan Jo. Lepasin Alana. Kau itu cuma menyakitinya." Cindy berusaha melepaskan lengan Alana.

"Diam!" dengan kasar Jonathan mendorong Cindy hingga ia hampir saja terjatuh. Untungnya ada meja yang menahan tubuh Cindy.

"Jonathan!" pekik Alana marah.

"Aku gak papa kok Al." Cindy memegang sikunya yang terkena meja.

"Aku bisa melakukan lebih dari ini kepada kalian berdua. Makanya jangan mencoba melawan ku."

"Jangan sakiti Cindy. Urusan mu itu cuma dengan ku." seru Alana menatap tajam Jonathan.

Jonathan menyeringai. "Gak usah banyak omong. Lebih baik kau ikut dengan ku sekarang."

Sekali ini Alana mengalah dan tak lagi memberontak. Ia membiarkan Jonathan membawanya.

"Al..." Cindy berusaha mencegah.

"Tenang aja Cin, semua bakalan baik-baik aja kok. Kau lebih baik pulang." Alana tersenyum sebelum akhirnya keluar dari kelas bersama Jonathan.

"Tapi Al, Alana..." teriak Cindy namun tak ada jawaban lagi dari Alana yang sudah menghilang entah kemana.

Cindy terduduk lemas. Ia merasa frustasi dengan perginya Alana. Cindy berniat membantu, namun nyatanya ia tak bisa berbuat apapun untuk sahabatnya.

Sementara Jonathan membawa Alana ke auditorium agar ia bisa leluasa melakukan apapun kepada gadis itu.

"Bagaimana? Sakit? " ujar Jonathan yang melihat Alana memegang lengannya yang sangat merah dan terasa sedikit perih.

"Kau gila Jonathan." seru Alana dengan matanya yang mulai berkaca-kaca. Alana tak mengerti mengapa Jonathan sangat berbeda dari Jonathan yang ia kenal dulu.

"Iya, aku memang gila Al. Aku gila karna kau yang membuatnya. Kalau aja kau mau menerima ku kembali, aku mungkin gak akan menyakiti mu kayak gini."

"Tapi sekarang aku lega Al. Sekeras apapun kau menolak dan menjauhi ku, kau akan tetap menjadi milik ku. Bahkan sebentar lagi kita akan menikah dan menjalani hidup bersama." sambung Jonathan.

Alana tersenyum sinis. "Jangan terlalu percaya diri Jo. Karna sampai kapan pun aku gak akan mau menikah dengan mu. Aku gak sudi menjalin hubungan lagi dengan cowok kasar seperti mu."

"Apa kata mu?" Jonathan tak terima dan mencengkram pipi Alana.

"Dasar psikopat!" sekak Alana.

Amarah Jonathan memuncak. Kata-kata Alana sudah melukai harga dirinya. Jonathan semakin mencengkram kuat pipi Alana. Kulit putih itu kini berubah memerah. Alana pun meringis kesakitan.

"Aku akan mengampuni mu kalau kau setuju menikah dengan ku."

Alana menggeleng pelan. Mengisyaratkan bahwa ia menolak mentah-mentah kemauan Jonathan.

Tak terima di tolak begitu saja, Jonathan pun semakin beringas. Seolah tubuhnya sedang di kuasai iblis dari alam lain.

Jonathan mendorong tubuh Alana hingga gadis itu terjatuh. Lalu Jonathan yang masih belum puas, secara kasar mulai membuka paksa kemeja yang di kenakan Alana.

"Jo, jangan begini Jo." suara Alana mulai bergetar. Ia benar-benar takut dengan Jonathan.

"Al, aku masih sangat menyukai mu. Kau lah yang membuat ku berselingkuh dengan Bella. Andai kau tak menolak ajakan ku waktu itu, mungkin aku gak akan mencari pelampiasan kepada gadis lain. Kau tau Al, aku sangat ingin merasakan ini dari dulu."

Jonathan yang sudah berhasil melepas semua kancing kemeja Alana, dengan liarnya langsung memberikan kecupan di seluruh bagian leher gadis itu. Alana merontah dan memukul Jonathan berkali-kali. Namun tenaga Alana tak lebih besar dari lelaki yang merupakan mantan kekasihnya itu.

"Jonathan, jangan." Alana menangis seraya terus mendorong tubuh Jonathan yang berada di atas tubuhnya.

"Lepaskan Alana!" suara lantang dari pintu auditorium berhasil membuat Jonathan menghentikan aksinya.

**

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!