Bab 4

Melihat pemandangan mengerikan itu, tubuh Alana melemas seketika hingga helm di tangannya pun terjatuh begitu saja.

Bugghhh...

Sean langsung membalikkan badan dan betapa terkejutnya ia saat melihat Alana berdiri tak jauh di belakangnya dan telah menyaksikan perbuatan tak manusiawinya itu.

"Kenapa dia bisa ada di sini?!" pekik Sean marah.

"Bukannya bos yang menyuruhnya untuk....."

"Aku kan menyuruhnya datang setelah jam makan siang, bukan sekarang!" bentak Sean.

"Maaf bos." Anak buah Sean hanya menunduk takut.

"Sudahlah. Bawa gadis itu ke ruangan ku sekarang.!" pintah Sean dan ia pun segera meninggalkan pria yang sudah tak bernyawa itu.

"Baik bos!"

"Ayo!" kedua anak buah Sean langsung memegang lengan Alana dan menarik paksa gadis itu.

"Lepaskan! kalian pikir aku gadis lumpuh. Aku bisa jalan sendiri." Alana mulai memberontak.

Sean yang sudah lebih dulu menapaki anak tangga hanya tersenyum tipis mendengar celetukan Alana.

Dan anak buah Sean pun segera melepas lengan Alana dan membiarkannya mengikuti langkah Sean.

Setiba di sebuah ruangan yang merupakan tempat kerja Sean, Alana hanya mematung sembari memperhatikan gerak-gerik Sean yang sibuk menyeka wajahnya yang sempat terkena percikan darah tadi.

"Apa sekarang kau takut dengan ku?!" Sean membuka suara dan langsung menatap Alana.

"Untuk apa aku takut dengan pria tak punya hati seperti mu?! " tegas Alana. Namun sebenarnya Alana sedang menyembunyikan rasa takutnya dari Sean.

Sean kembali menyunggikan senyum sinisnya sembari berjalan mendekati Alana. Nafas Alana pun seketika tertahan saat Sean mulai mendekatkan wajahnya. Namun bukannya menundukkan pandangannya, Alana justru menatap wajah Sean yang tampan itu. Mata coklat Sean yang tegas kini beradu dengan matanya.

"Jangan pikir setelah kau melihat semuanya, kau bisa keluar dari mansion ini!" ujar Sean.

Alana menelan salivanya secara kasar. Bukan karna ucapan Sean, namun karna nafas hangat dari pria itu kini mengenai wajahnya.

"Mulai sekarang kau akan menjadi tawanan ku." sambung Sean.

Setelah itu Sean diam, menunggu Alana memberikan respon akan pernyataannya.

"Kenapa kau tak menolak atau pun menentang ku?!" seru Sean merasa heran.

"Untuk apa? lagian percuma juga aku melakukan itu. Toh kau akan tetap menyuruh ku untuk mengikuti semua kemauan mu. Bukan begitu tuan SEAN?!" sahut Alana dan memberi penekanan pada nama pria di hadapannya.

"Bagus lah kalau kau sudah mengerti. Oiya ambilkan aku sebotol wiski, aku butuh sesuatu untuk menenangkan pikiran ku." Sean memalingkan wajah dan hendak berjalan ke arah sofa di ruangan itu.

"Kau tak pantas mendapat ketenangan apapun setelah menghabisi nyawa orang lain begitu saja."

"Apa kata mu?!" Sean membalikkan badannya lalu mencengkram dagu Alana dengan kasar.

Alana merasa kesakitan. Namun ia tak menunjukkan itu kepada Sean.

"Kau pikir karna kau seorang wanita aku tak berani melakukan hal yang sama seperti tadi?!hah?!" Kedua mata Sean membulat menatap tajam Alana.

"Hentikan Sean!" teriak Kelvin yang berada di depan pintu.

Sean pun melepas cengkramannya. Ia kemudian berlalu dari hadapan Alana sembari sengaja menyenggol bahu Alana dengan kasar hingga membuat gadis itu hampir terjatuh.

"Sean?! apa yang kau lakukan?!" ujar Kelvin begitu Sean tiba di depan pintu.

Sean tak menjawab dan berlalu begitu saja dari hadapan sahabatnya. Kelvin pun segera menyusul langkah Sean dan mengikutinya hingga ke rooftop yang berada di mansion tersebut.

"Sean..." lirih Kelvin.

"Berhenti lah ikut campur."sahut Sean datar.

"Aku tak mungkin ikut campur jika aku tak menyukai gadis itu."

"Kau sungguh menyukainya?!" Sean menatap tak percaya ke arah Kelvin.

"Iya. Apa ada yang salah?!"

Sean pun mendengus kesal. "Walau gadis itu adalah anak David?!"

"David?! pria serakah yang sempat menghancurkan perusahaan kita?!"

Sean menggangguk cepat.

"Tapi, bagaimana mungkin.. dia.. kau dan gadis itu.."

"Mungkin ini cara semesta untuk membantu ku membalas dendam atas perbuatan David dulu."

"Tunggu Sean, jangan bilang kau ingin menjadikan gadis itu sebagai tempat pelampiasan dendam mu."

"Nah itu kau tau?!"

"Sean! ini urusan mu dengan David. Jadi jangan bawa gadis itu, apalagi sampai menyakitinya. Lagi pula dia juga tak tau apa yang telah David lakukan kepada kita."

"Kelvin.. Kelvin... tampak kau benar menyukai gadis banyak bicara itu ya."

"Apa aku salah kalau menyukainya?"

"Tidak. Hanya saja banyak wanita yang lebih menarik dari dia."

"Aku tak peduli. Kau tau Sean, wajah gadis itu mengingatkan ku pada Olivia."

"Mantan kekasih mu yang telah meninggal itu?!"

"Benar. Untuk itu aku mohon, jangan sakiti gadis itu."

"Ck...baiklah. Tapi aku tak janji."

**

Sementara Alana dibawa oleh Brandon ke salah satu kamar kosong yang berada di mansion itu. Kali ini Alana tak memberontak. Ia membiarkan pria itu membawanya. Dan anehnya Brandon juga tak bersikap kasar lagi kepada Alana.

"Di mana gadis itu?" tanya Sean.

"Aku membawanya ke kamar yang bersebelahan dengan kamar bos." jawab Brandon.

"Baiklah. Pastikan gadis itu tidak bisa kemana-mana."

"Siap bos."

"Oiya siapkan mobil ku sekarang. Aku ingin ke kantor mengurus beberapa berkas." pintah Sean.

Brandon dengan cepat mengangguk.Ia pun bergegas melakukan apa yang di perintahkan oleh Sean. Baru saja Sean hendak pergi, Kelvin berteriak memanggil namanya.

"Sean...!!!" teriak Kelvin dari lantai atas.

"Ada apa lagi sih?!" Sean menggrutu kesal. Meski begitu ia tetap menghampiri Kelvin.

"Kenapa dia?!" tanya Sean saat melihat Alana tak sadarkan diri dengan Kelvin yang menopang kepala gadis itu.

"Aku juga tak tau. Saat aku melewati kamar ini, dia sudah tak sadarkan diri. Aku akan membawanya ke rumah sakit." sahut Kelvin terlihat khawatir.Ia lalu membopong tubuh Alana dan membawanya ke mobil.

Sesampai di rumah sakit Alana yang masih belum sadarkan diri segera di periksa oleh dokter.

"Bagaimana keadaan gadis ini dok?" tanya Kelvin.

Dokter mengerutkan dahi merasa heran. "Gadis ini?"

Kelvin masih terdiam. Ia bingung karna ia pun sama sekali belum mengenal Alana. Untungnya Sean datang di waktu yang tepat.

"Bagaimana keadaan adik saya, dok?!" Sean tiba-tiba masuk ke ruangan dimana Alana di rawat.

"Oh jadi ini adik kamu?!" Dokter memastikan.

Sean mengangguk dan terlihat yakin.

"Adik kamu mengalami anemia dan setelah saya periksa sepertinya ia mengalami kram hebat pada perutnya. Maaf sebelumnya, apa saat ini adik kamu sedang mengalami PMS?" tanya dokter.

Sean dan Kelvin pun saling memandang.Mana mereka tau kalau Alana sedang berada di fase itu atau tidak. Lagi pula jika pun seumpama Alana adalah adik Sean, mana mungkin Alana akan menceritakan hal itu kepada Sean.

"Sepertinya begitu dok." jawab Sean asal.

"Mau pemeriksaan lebih lanjut.?" Dokter menyarankan.

"Untuk apa?" Sean malah balik bertanya.

"Jika gejala pms yang di rasakan adik kamu semakin parah, bisa jadi ada suatu penyakit yang berada di rahimnya."

"Apa itu bahaya dok?" Kelvin menimpali.

"Bisa jadi. Untuk itu kita harus melakukan usg terlebih dahulu kepada adik kamu."

"Baik lah saya tinggal dulu. Jika sudah membuat keputusan, segera hubungi saya." Dokter kemudian pergi dari ruangan itu.

"Menyusahkan saja..!!" ujar Sean sembari menatap ke arah Alana yang terbaring di bed pasien.

"Pergi lah. Biar aku yang menjaga gadis itu." ujar Kelvin.

"Setelah dia sadar nanti, segera bawa ke mansion ku." sahut Sean kemudian dia pergi dari hadapan Kelvin.

Kelvin lalu duduk di samping bed pasien Alana dan menunggu Alana sadar dari pingsannya.Ia menatap gadis di sampingnya itu dengan lekat.

Kerinduannya akan Olivia, mantan kekasihnya, membuat Kelvin ingin sekali memeluk Alana. Namun Kelvin tau ia tidak mungkin melakukan itu pada gadis yang belum di kenalnya.

"Kenapa wajah mu begitu mirip dengan Oliv?" monolog Kelvin yang hendak menyentuh wajah Alana.

Alana tiba-tiba terbangun dan membuka matanya perlahan. Kelvin pun dengan cepat menarik tangannya kembali.

Alana mengernyitkan dahi sembari memegangi perutnya yang masih terasa sakit. "Aku di mana?"

"Kau ada di rumah sakit. Tadi kau sempat pingsan saat di mansion Sean." jawab Kelvin.

"Anda... siapa?" tanya Alana lagi saat melihat wajah Kelvin yang terasa tak asing baginya.

"Aku Kelvin, sahabatnya Sean..."

"Yang kemarin datang ke club malam?!"

Kelvin mengangguk sembari tersenyum."Nama mu...?!"

"Alana.."

"Nama yang bagus.Sangat cocok untuk gadis berwajah cantik seperti mu."

Alana tak merespon apapun, ia hanya menatap Kelvin yang duduk di sampingnya.Bagaimana mungkin Kelvin mau bersahabat dengan pria kejam berhati dingin seperti Sean? Batinnya.

"Oiya,bagaimana keadaan mu?" sambung Kelvin.

"Perut ku masih terasa sakit om." jawab Alana

pelan.

"Om?!" Kelvin mengerutkan alisnya.

"Hei, Alana...apa wajah ku terlihat seperti om-om?!" sambung Kelvin.

"Hmm..maaf..aku..."

"Panggil saja aku kak, jangan om. Aku itu masih muda tau,Al." ujar Kelvin santai.

Alana mengangguk pelan.

"Yasudah, istirahat lah Al. Kalau sakit di perut mu semakin parah, beritahu aku ya."

"Kak Kelvin gak usah khawatir. Ini hanya kram biasa kok."

"Apa ini hari pertama mu...."

Alana menganggukkan kepalanya lagi sebelum Kelvin menyelesaikan ucapannya. Ia tau maksud Kelvin.

"Maaf...Al, aku hanya memastikan."

"Iya gak apa kak. Setiap bulan aku memang mengalami kram seperti ini. Dan ini bukan pertama kalinya aku pingsan."

"Tadi dokter menyarankan untuk usg Al, karna bisa saja kram di perut mu itu ada suatu....."

"Kak, aku baik-baik aja. Nanti kramnya juga bakalan hilang kok."

"Kau yakin?!" Kelvin memastikan. Entah kenapa ia khawatir dengan Alana.

"Iya kak." tegas Alana.

Alana sebenarnya masih merasa heran dengan Kelvin. Kenapa orang asing seperti Kelvin mau menolongnya dan bahkan bersikap hangat kepadanya.

Di sela percakapan Alana dan Kelvin, tiba-tiba ponsel milik Kelvin berdering.

"Sebentar ya Al." ujar Kelvin sembari bangkit dari duduknya.

Kelvin berjalan ke arah pintu dengan terus menatap layar ponselnya.

"Ada apa?!" Kelvin langsung mengangkat panggilan dari Sean.

"Gadis itu sudah sadar?"

"Sudah. Dan biarkan Alana istirahat di sini sampai beberapa hari."

"Apapun yang terjadi dengan gadis itu, aku tak peduli. Jadi bawa dia sekarang ke mansion ku. Atau perlu anak buah ku yang membawanya?!"

"Kau keterlaluan Sean!" Kelvin langsung mengakhiri panggilan itu.

**

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!