Setelah menyelesaikan pekerjaannya, Nev bersiap-siap untuk menemui Sarah dan Nara di butik langganan mereka. Ergi yang melihat Nev keluar dari ruangannya langsung menghampirinya.
" Nev, kamu mau pergi?", tanya Ergi.
" Ya, kalau bukan karena Sarah aku tidak akan pergi", jawabnya.
" Sarah? kalian mau kemana?".
" Ke butik, melihat gaun yang akan dipakai Nara nanti. Apa kamu mau ikut?".
" Maaf, padahal aku ingin sekali ikut, tapi aku tidak bisa. Masih ada pekerjaan yang harus kuselesaikan".
" Baiklah, sampai jumpai nanti".
" Hmm".
" Dokter Ergi". Ergi menoleh ketika seseorang memanggilnya. Ekspresinya berubah begitu melihat dokter Rindi yang memanggilnya." Dokter Nev pergi kemana?".
" Apa urusan dokter?".
" Di jawab saja apa susahnya sih".
" Melihat calon pengantinnya", ujarnya yang membuat Rindi terkejut. " Hmmm....bukankah sudah diumumkan kalau dokter Nev akan menikah. Apa dokter belum melihatnya?". Ergi memperlihatkan ponselnya.
" Apa???". Rindi pun mengambil ponselnya sendiri dan mengecek apa yang dikatakan Ergi benar atau tidak. " Apa-apaan ini".
" Apanya?".
" Kenapa ada berita seperti ini".
" Itu bukan berita tapi pemberitahuan. Jadi, jangan terlalu berharap kalau ini adalah mimpi". Ergi pun meninggalkan Rindi yang masih belum percaya dengan pernikahan Nev yang mendadak.
Sementara itu Nev sudah sampai di tempat tujuan. Disana terlihat Sarah, Nara dan juga Deril. Deril langsung menghampirinya. Nev begitu senang melihat tingkah anaknya ini.
Mereka pun dipersilahkan untuk masuk dan memilih gaun mana yang akan di pakai. Sarah dan Nara sibuk memilih diantara gaun-gaun itu dan memilih beberapa untuk dicoba.
" Kak, bagaimana? Nara cantikkan?", tanya Sarah saat Nara keluar dengan mengenakan gaun pengantinnya.
" Ya", jawabnya singkat.
" Cuma iya. Kakak ini bagaimana, apa tidak ada yang lain?", protesnya. " Deril mama Nara cantik tidak, cantikkan sayang".
" Kak, aku pilih gaun ini saja", sahut Nara.
" Apa tidak mau coba yang lain?".
" Tidak, ini saja sudah bagus kok kak".
" Baiklah, kalau kamu memang suka dengan gaun itu".
" Kalau begitu Nara ganti baju dulu kak". Sarah hanya mengangguk.
" Dasar kakak, apa tidak bisa sedikit berkata lebih manis", protesnya.
" Apa maksudmu?".
" Setidaknya kakak berbasa basilah sedikit. Menyenangkan hati seseorang apa salahnya".
" Kamu yang tidak mengerti. Tidak ada baiknya kalau hanya berbasa basi. Berkatalah dengan tulus tanpa berbasa basi".
" Cihhh.... lihat Deril papamu sangat menyebalkan. Kalau kamu sudah besar nanti jangan seperti papamu, oke".
" Jangan mengajari Deril yang tidak-tidak".
" Sayangnya tante". Sarah memeluk Deril erat tanpa memperdulikan ucapan kakaknya itu.
Hari demi hari pun dilalui, tidak terasa hari ini pun tiba. Dimana hari pernikahan Nev dan Nara dilaksanakan. Satu per satu tamu-tamu sudah mulai berdatangan. Semua orang sibuk melayani para tamu yang sudah hadir.
Sementara itu Nara pun telah selesai dirias. Ia melihat dirinya di cermin. Wajah ini, pakaian ini akhirnya ia merasakannya juga walaupun bukan dengan seseorang yang ia harapkan.
Ia lalu teringat pada ibunya. Diraihnya ponsel itu lalu menghubungi ibunya.
" Halo ibu", ujarnya. " Ibu baik-baik saja".
" Ibu baik sayang".
" Hari ini Nara menikah ibu".
" Iya sayang, semoga semua berjalan lancar".
" Iya ibu".
" Ibu senantiasa akan mendoakan yang terbaik untukmu".
" Ibu, bagaimana dengan kak Hwan disana?".
" Hwan baik sayang".
" Ibu, tolong kak Hwan ya, pasti kak Hwan masih belum tenang saat ini".
" Iya sayang".
" Baiklah bu, Nara harus siap-siap, acara akan dimulai. Aku menyayangi ibu".
" Ibu juga menyayangimu".
Sesaat Nara menutup teleponnya, Sarah pun datang untuk membawanya ke tempat acara. Semua mata memandanginya, sebenarnya Nara merasa risih dengan pandangan itu. Tapi, dia berusaha tenang dan tidak membuat kesalahan.
Mereka yang datang mengucapkan selamat pada Nev dan Nara yang sudah sah menjadi suami istri. Deril yang datang bersama Sarah memintanya untuk digendong. Nara dengan sigap mengendongnya dan bercanda dengannya.
Di lain sana sepasang mata selalu mengawasi mereka. Mata kecemburuan jelas terpancar dimatanya. Bagaimana tidak, dua kali ia harus kehilangan Nev. Kesempatan yang seharusnya ia dapat malah direbut oleh bocah ingusan seperti Nara.
" Kenapa disini panas sekali", sindir Ergi pada Rindi. " Eh...ada dokter Rindi", ujarnya seolah-olah baru melihatnya.
" Dokter Ergi sepertinya senang sekali".
" Tentu saja, bagaimana tidak senang sahabat terbaik akhirnya menikah lagi. Bukankah selayaknya kita juga bahagia".
" Bahagia???".
" Ayolah dokter Rindi, jangan memasang muka seram begitu".
" Seram??? kamu menghinaku".
" Dokter Rindi jangan salah paham, jangan sensitif begitu dong dokter".
" Kamu ini memang menyebalkan dokter Ergi", ujarnya pergi.
" Dokter Rindi!", panggilnya. Ergi menaikkan bahunya. " Kenapa dia jadi sensitif begitu".
" Dasar tidak mengerti perasaan orang", celetuk Sarah yang tiba-tiba muncul. " Dia pasti sakit hati dokter mesum!".
" Heii...jangan panggil aku seperti itu! kalau ada yang dengar bagaimana".
" Idih...siapa yang perduli".
" Hei Sarah, bagaimana kalau kita menikah juga". Ergi melingkarkan tangannya di bahu Sarah. " Lihatlah kakakmu sudah menikah dua kali. Lah sedangkan aku.... belum juga, bagaimana kalau kita menikah saja?".
" Dokter, apa dirumah sakit kekurangan obat?".
" Tidak".
" Lalu kenapa dokter tidak minum obat saja dulu. Sepertinya dokter menderita halusinasi akut atau kepedean akut".
" Sarah, aku sudah mencari obat yang tepat, tapi tidak ada yang manjur. Bagaimana kalau kamu carikan untukku atau sepertinya obat itu kamu sendiri". Ergi menatap Sarah. Sarah ditatap seperti itu menjadi salah tingkah. Ia memalingkan wajahnya.
" Cari saja wanita lain yang ingin menikahi dokter!!!!", ujarnya meninggalkan Ergi. Ergi tersenyum puas menggoda Sarah. Hal yang paling disukainya adalah ketika Sarah sedang marah. Ia merasa kalau Sarah sudah marah, ia terlihat sangat menggemaskan.
----
Nara memandangi kamar ini, ini kedua kalinya ia ada dikamar ini. Pertama kali saat ia menidurkan Deril dan kedua karena ini adalah kamar pengantinnya. Tidak ada yang berubah dari kamar ini. Masih terlihat jelas jejak Kamira di kamar ini.
" Kamu belum membersihkan diri?", tanya Nev yang melihat Nara masih mengenakan pakaian tadi. Nara hanya tersenyum kecil mendapati pertanyaan itu. " Kita tidak punya pilihan lain selain harus satu kamar seperti ini. Setelah semua kembali normal, kamu bisa tidur dikamarmu nanti".
" Iya kak, Nara mengerti situasi ini".
" Mandilah lalu istirahat".
" Iya kak". Nara pun bangkit dan pergi untuk membersihkan diri. Setelah selesai Nara pun keluar dari kamar mandi. Didapatinya Nev sudah tidur diatas sofa.
" Tidurlah", ujar Nev saat mendengar langkah kaki Nara.
" Apa kakak tidak apa-apa tidur di situ?".
" Apa kamu ingin kita tidur bersama?".
" Bu...bu...bukan seperti itu kak. Maksud Nara, biar Nara saja yang tidur di sofa, kakak bisa tidur ditempat tidur".
" Baiklah tidurlah di sofa". Nev pun bangkit dan langsung duduk di tempat tidur. " Pergilah dan tidur di sofa, bukankah itu yang kamu mau". Nev menatapnya.
" Iya kak", ujarnya. Nara melihat ke arah Nev yang sudah tertidur. " Selamat malam". Nara mengambil selimutnya lalu memejamkan matanya.
Nev yang sebenarnya tidak tidur lalu menghampiri Nara yang sedang tertidur pulas. Dia pun menghela nafasnya. " Dasar bodoh, kenapa kamu menurut saja saat aku menyuruhmu tidur di sofa. Kamu membuat harga diriku rendah sebagai lelaki".
Nev mengangkat tubuh Nara dan menggendongnya menuju tempat tidur. Dengan hati-hati Nev meletakkan Nara di atas tempat tidur lalu menyelimutinya. Setelah itu ia pun berbaring diatas sofa.
Ia belum bisa tidur. Nev menatap foto pernikahannya bersama Kamira. Rasa rindu itu kembali hadir tatkala ia melihat senyum Kamira di foto itu.
" Kamira, ini benarkan ", gumamnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Sahat Syukur
ceritanya tdk bertele tele,suka👍
2022-01-08
0
⏤͟͟͞R ve
dokter Rindi...sebaiknya melupakan dokter Nev...kalau gak mau sakit hati berkepanjangan 🤭
2021-10-25
0
Nurhayati
terlalu bnyak iklan mmbosankn
2021-09-28
1