"Pagi semua," Dengan suara cemprengnya, ia menuruni anak tangga. "Loh, ngapain pagi-pagi kalian sudah disini?" Tanyanya kepada tiga orang tambahan yang duduk di meja makan.
"kamu gak liat, kalo kita lagi sarapan!" Dengan santainya memasukan roti sandwich buatan Ibu negara kedalam mulutnya. Sedangkan istri dan anaknya cuma bisa nyengir.
Sherly mendelik. "Maksud aku, ngapain kalian sarapan disini? Kayak gak punya rumah aja. Numpang sarapan mulu!" Ketusnya sambil duduk di sebelah ibunya.
"Ya elah dek, kali-kali napa. Seharusnya, kamu itu bersyukur kita mampir dan sarapan disini. Iya gak, mom?" Mencari alasan dan dukungan ibu negara.
Mata Sherly melotot. "Kali-kali? Bersyukur? Yang ada rugi kali, tiap hari kalian numpang sarapan disini mulu. Pelayan sudah bosen ngelayaninnya. Cibirnya sebal.
"Mom and dadd biasa aja. Kok kamu yang sewot?" Ucap kak Al santai.
"Ya iya lah sewot. Setiap kali kakak mampir, mesti ada sesuatu. Iya, kan?" Selidiknya. "Lagian, kakak itu CEO. Kenapa gak nyari pembantu lain aja sih kalau pelayan di rumah kakak pulang kampung!" Kata Sherly lagi.
"Apa hubungannya coba, CEO sama pembantu yang pulang kampung?" Al meneguk jus jeruk sampai tandas.
"Ya ada lah. Kan kakak banyak duitnya. Jadi bisa cari yang lain. Kalo perlu, tiga sekaligus khusus buat masak doank!" Jelas sang adik dengan kesal.
"Ah, terlalu banyak bikin sesek. Rumah kakak kan kecil," Jawabnya dengan mengedipkan sebelah mata.
"What? Kecil katanya? Rumah udah kaya lapangan bola masih di bilang kecil? Apa kabar rumahnya mpok imeh, yang cuma ada satu kamar tidurnya!" Ia jadi sewot dengan ucapan kakaknya.
"Itu sih laen lagi! Oh iya dek, pagi ini kakak ada meeting sedangkan kak Aisyah ada pesanan yang akan diambil oleh pemiliknya. Jadi..." Ia cuma memberikan kode yang pasti bisa di tebak oleh adiknya.
"Tuh kan, udah curiga gue mah. Pasti ada udang di balik bakwan. Kalo mampir, mesti nyuruh mulu!"Batin Sherly.
"Maaf, aku sibuk! Hari ini ada janji dengan kak Hendri dan tim ku. Im so sorry, Oke!" Menolak langsung karena ngerti maksud kakaknya.
"Siapa kak Hendri itu, dek?" Bukan si kakak yang nanya, melainkan bapak kapolsek atau yang sering mereka panggil daddy.
"Oh, aku lupa bilang ya dad. Kak Hendri itu polisi intel bagian pusat Katanya dia itu rekomen komandan Deni yang biasa kerja sama bareng kita." Jelasnya.
"Oh," Cuma itu yang keluar dari mulut mereka dan membentuk huruf yang pasti bukan E.
"Tapi, bisa kan anterin Rei dulu. Sebentar aja dek. Ya ... ya ... ya!" Berusaha merayu sang adik dengan merengek manja.
Menyebalkan.
"Gak bisa! Kalian aja yang anter. Dia kan anak kakak, bukan anak aku." Tolaknya dengan wajah berpaling.
"Sebentar aja, sayang!" Kini Ibu negara yang bicara.
"Tapi mom," Ia malah mendapat tatapan mematikan sehingga tak bisa melawan. "Hemh, ya udah deh!" Percuma melawan, toh tetep kalah kalo urusan dengan ibu negara.
"Yeeaahh!" Seru kak Al layaknya anak kecil. Dia menoleh ke arah putranya. "Rei dianter aunty, ya. Mama sama papa ada pekerjaan. Jadi, kami harus berangkat duluan. Rei gak apa-apa kan?" Tanya kak Al pada putranya itu.
"Iya, gak apa-apa kok!" Jawab Reihan.
Kini wajah kak Al menghadap ayahnya. "Daddy mau bareng kita, apa dianter supir?" Tanya nya kemudian.
"Daddy diantar supir aja, kak! Udah, sana kalian berangkat. Bukannya ada kerjaan penting, nanti takut telat lho!" Ucap ayahnya.
Al dan istrinya pun beranjak dari duduknya. "Ya sudah, kami berangkat." Mencium pipi dan kepala anaknya. "Mom, dad, kita pamit duluan. Nanti titip Rei lagi ya, mom!" Mencium punggung tangan dan pipi keduanya.
"Ya sudah, kalian hati-hati di jalan. Jangan ngebut kalo bawa mobil!" Ucap sang mommy.
Melihat kakaknya pergi, Sherly pun mencibirnya. "Lupa, sama yang dititipin!" Ujarnya mengejek sambil bersidekap dan menyilangkan kaki.
Mendengar cibiran dari adiknya, Al pun menoleh sambil cengengesan. "Eh iya, hehehe!" Berbalik dan memberi uang bergambar bapak presiden dan wakilnya itu sebanyak lima lembar. "Cukup?" Tanyanya kemudian.
Bergegas mengambil walaupun sambil menggerutu. "Kurang! Aku harus pergi ke luar kota hari ini. Jadi, ini cuma buat bensin doang!" Kata Sherly sambil menengadahkan tangannya lagi.
Sontak mata Aldrian membulat. "Matre amat, lu. Cuma ongkos nganter doang di kasih segitu nawar. Lagian, yang mau pergi siapa yang ngongkosin siapa? Huuuh!" Menoyor kepala adiknya tak lupa menambah tiga lembarannya. "Cukup!" Ujarnya lagi.
Sherly menerimanya, kemudian menoleh ke arah lain. "Oke lah, lumayan buat makan sendiri. Dadd." Menengadahkan tangan ke arah ayahnya.
Ayahnya melirik sekilas. "Apa maksudnya?" Pura-pura tak mengerti.
"Tambahin ongkos!" Pintanya.
"Aduh mom, kayaknya udah telat deh! Daddy berangkat ya!" Buru-buru berdiri dan mencium pipi istrinya.
Melihat ayahnya pergi, Sherly merengek manja. "Iiiih ... daddy nyebelin!" Memanyunkan bibirnya yang untungnya seksi. Coba kalo kagak, udah othor tarik itu.
Ayahnya kembali berbalik karena rengekan putri bungsunya. "Makanya, kerja dong! Belajar cari uang sendiri. Bukan cuma minta aja!" Ledek ayahnya sambil memberikan lembaran uang.
Sherly pun tersenyum. "Makasih, daddy. Kan ada daddy dan kak Al yang kerja. Jadi, aku cuma bagian bendahara nya aja, ya kan mom!" Menaik turunkan alis.
"Daddy sudah tua, sayang. Seharusnya, kamu yang gantiin di kantor dong! Semua yang dimiliki kita ini kan besok dikelola kamu sama kakakmu. Jadi, kamu harus belajar ngurus perusahaan!" Nasihat ayahnya.
Mendengar ayahnya memberi wejangan, Sherly memilih beranjak dari duduknya. "Aduh Rei, udah telat. Yuk, kita berangkat!" Mengalihkan pembicaraan. "Jangan lupa, salim dulu sama oma dan opa, Rei." Lanjutnya setelah mencium keduanya. "Dah, daddy and mommy!" Ucapnya kemudian.
Kedua orang tuanya hanya menatap melihat kepergian putri bungsu dan cucu mereka.
"Hemh, anak kamu ya." Ucap tuan Hadi kepada istrinya sambil terkekeh.
"Ya kan anak kamu juga, dad." Ucap istrinya tak mau kalah.
"Ya iya dong, nak kita. Masa anak tetangga. Kan wajahnya mirip aku, cuma nyebelin kaya kamu. Kalau Al, kaya kamu tapi cerdasnya kaya aku." Ucapnya bangga.
"Iya, nyebil kaya aku. Cuma kalo lagi marah kaya kamu, galak. Kalau Al, kaya aku lebih pendiam dan bijaksana." Ucap mommy tak mau kalah.
"Enggak apa-apa galak. Daripada kaya kamu, ciwek. Dikit-dikit nangis. Al aja gitu, nangis sih enggak tapi kalo marah cuma diem doang. Sama kayak mommy-nya." Kata daddy.
Mommy melotot mendengar ucapan daddy. "Iiiihh ... nyebelin. Tau ah, pokoknya nanti malem daddy tidur diluar!" Ketus istrinya sambil berpaling.
"Waduh, jangan dong mom! Nanti daddy gak bisa tidur kalo sendirian," Rajuk daddy.
"Bodo amat. Sudah sana, berangkat ke kantor!" Mendorong tubuh suaminya keluar.
"Tapi, nanti malem tidur dikamar ya mom!" Mengerlingkan mata ke arah istrinya.
"Tidak mau! Daddy kebiasaan kalo ngomongin anaknya, yang baik dari daddy giliran yang jelek dari mommy." Cemberut dan memalingkan wajahnya.
Dan usaha bujuk membujuk dilakukan suami untuk bisa mendapat maaf istri, walaupun itu cuma sekedar sebagian becandaan pagi mereka.
*Klean mungkin pernah denger orangtua klean kaya gitu ya..haha..kan lucu abis ribut kecil berujung saling rayu.
▪▪▪
"Dah sampai Rei, ayo turun!" Tangan kecil itu dituntunnya masuk kedalam kelas.
Karena tadi ada drama kecil di rumah, jadi Rei pun harus ketinggalan pelajaran. Saat ini, semua murid di panggil satu persatu untuk menebak bunyi hewan dan menyebutkan hewan apa itu.
Tok tok tok
"Permisi bu, maaf Reihan terlambat. Tadi jalanan sedikit macet." Alibinya sambil tersenyum ke arah bu guru.
"Oh, Reihan baru nyampe. Masuk, sayang. Silahkan duduk dan menunggu giliran ya!" Bu guru mempersilahkan mereka masuk.
Semua mata tertuju pada gadis muda yang menuntun keponakannya untuk masuk.
"Maaf bu guru, saya tidak bisa lama-lama, soalnya ada pekerjaan. Saya titip keponakan saya sampai nanti pulang di jemput sama kakak saya." Berpamitan dan menebar senyum manisnya.
"Oh, tidak apa-apa mbak! Jika belum ada yang jemput Rei, saya tidak akan menyuruhnya pulang." Ucap bu guru lembut.
Mendengar tantenya di panggil mbak, Reihan protes. "Bu guru, yang cantik ini aunty-nya Rei, namanya aunty Ishel. Bukan mbak-mbak tau," Ucapnya dengan polos.
Sherly tersenyum pelik karena perkataan keponakannya. "Rei, maksud bu guru bukan mbak-mbak pengasuh. Tapi panggilan buat perempuan yang muda atau yang lebih tua darinya, gitu." Jelas Sherly.
"Oh maksudnya orang yang baru kenal, gitu ya aunty?" Otak cerdas Rei mencerna penjelasan tantenya.
"Nah, kaya gitu maksudnya. Ya sudah, bu saya pamit dulu dan terimakasih!" Ucapnya sambil melangkah pergi. "Jangan nakal ya Rei?" Ucapnya sebelum keluar dari ruang kelas dan ber-dadah ria pada ponakannya itu.
Sepeninggalan Sherly, pelajaran pun di lanjutkan. Kini bu guru memanggil Reihan. "Baiklah Rei, sekarang giliran kamu ke depan ya! Kita sedang bermain tebak suara dan memperagakannya. Kalau bisa jawab, di kasih bintang." Jelas bu guru.
"Baik, bu!" Rei berjalan ke depan.
"Coba tebak suara ini! Petok..petok..?(sambil memeragakannya).
"Ayam, bu!" Jawab Rei.
"Bagus. Kalau ini, guk ... guk?"
"Anjing, bu." (maaf bukan kata kasar ya, tapi ini nama hewan)
Kembali bu guru mengangguk dan melanjutkannya. "kalau, harghh ... haargghh?"
"Harimau, bu." Rei dengan mudah menjawabnya.
Bu guru tersenyum. "Pinter ya. Eemmhhh, kalau ini ... Emmooohhh?"
"Ya elah, gampang bener bu. Ya Sapi, dong!" Jawab Reihan.
Bu guru lagi-lagi tersenyum "Gampang ya. Kalau ini, meong ... meong?"
"Ih, masa itu aja gak tau. Itu sih, suaranya si wicky bu." Jawab Reihan dengan santai.
"Hah, si Wicky. Siapa itu?" Tanya bu guru. *B*u guru penasaran sama kaya othor.
"Si wicky itu, kucing kesayangan Rei." Ucapnya dan di sambut tawa oleh teman-temannya.
Bu guru ikut tertawa dan berkata lagi padanya. "Aduh Rei, bilang aja kucing gitu. Jangan namanya." Kata bu guru. "Ya sudah, coba kamu tirukan suara buaya?" Lanjut bu guru kemudian karena Rei dengan mudah menjawab semuanya.
Reihan menjentikkan jarinya terlihat meremehkan. "Gampang, bu!" Ucapnya dengan pede. "Gini suaranya ... Neng, ikut abang dangdutan, yuk!"
Sontak semua orang yang berada di sana tertawa mendengar ucapan Reihan. "Hahaha," Riuh suara teman-teman sekelasnya tertawa terbahak bahak.
"Lho kok, suaranya gitu?" Bu guru bertanya antara bingung dan pengen ketawa. (ketawa aja bu, dari pada ngeden nahan tawa, hayo)
(Jangan tanya sama othor ya, bu guru. Sumpah, bukan othor yang ngajarin tuh anak)
Reihan dengan santainya menjawab pertanyaan bu guru. "Iya, emang gitu bu. Kemaren kan Rei jalan sama aunty, terus ada cowok yang godain aunty ... Neng, ikut abang dangdutan yuk! Terus kata aunty ... Naj*s lo, dasar buaya darat." Penjelasan Rei menyebabkan riuh satu ruangan.
"Aduh, Rei." Bu guru menepuk keningnya pelan.
(Aduh rei, ada-ada aja. Masa, suara buaya darat ditiru? Jangan tiru ya, kawan-kawan! Hehehe)
**Jangan lupa ritualnya ya, gengs. Like, koment, vote, and hadiah penyemangat buat author.
Terima kasih,😘😘**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 192 Episodes
Comments
@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ
jejak
2021-02-11
0
RayaBumi
lima like untukmu thor, sukses selalu 💕
2021-01-28
0
Radin Zakiyah Musbich
Ceritanya seru kak 👍👍👍
ijin promo ya 🐞🐞🐞
jgn lupa baca novel dg judul "HITAM"
kisah tentang pernikahan yg tak diinginkan,
jangan lupa tinggalkan like and comment 🐞🐞🐞🙏
2021-01-04
1