Rei bersembunyi di balik tubuh tantenya. "Aunty, Rei takut!"
Melihat keponakannya ketakutan, Sherly mengelus kepalanya dengan lembut. "Jangan takut, Rei. Enggak apa-apa, kok!" Kemudian tatapannya beralih kepada anak di hadapannya. "Kamu kenapa, dek? Apa yang terjadi sama kamu, sampai seperti ini?"
Namun bukannya menjawab, anak itu malah semakin terisak. "Hiks ... Hiks!"
Sherly menjadi kebingungan karena anak itu tak menjawab pertanyaannya. "Gimana ini, Rei? Aunty jadi bingung!" Ia menggaruk tengkuknya.
Sherly memikirkan cara supaya anak itu membuka suaranya. "Ya sudah. Kalau kamu gak mau bicara, kita pulang saja. Yuk, Rei!" Berbalik badan meraih tangan Rei, kemudian melangkah pergi.
Ternyata, rencananya berhasil. Anak itu segera menghentikan langkah Sherly dan Reihan. "Tunggu!" Keduanya berhenti tak melanjutkan langkahnya lagi.
Sebelum menjawab, anak itu malah menangis dengan terisak. "Hiks, aku ingin pulang ke rumah kak! Aku kangen sama ibu." Ujarnya dengan tatapan menyedihkan.
Sherly mengerutkan keningnya. "Ingin pulang? Kemana? Bukankah kamu tinggal di sekitaran sini?" Anak itu menggeleng cepat.
Kemudian, anak itu menyandarkan tubuhnya di pohon besar sebelum bercerita. "Namaku Alya. Aku di culik oleh ayah tiriku, dan di bawa ke kota ini. Hiks, ibuku tak tahu jika aku ada bersamanya di kota ini! Hiks, huhuhuuuu!" Anak itu menangis kembali sebelum melanjutkan ceritanya. Aku di jadikan pengemis dan meminta-minta di lampu merah depan sana!" Menunjuk jalan yang tak jauh dari area itu. "Kakak tahu, jika aku tak membawa uang, ayah akan marah dan menyiksaku. Huhuhuuuu!" Lanjutnya kemudian sambil terus menangis.
Mendengar ceritanya, Sherly yakin jika kondisi Alya saat ini, itu semua karena ulah ayah tirinya. "Apa ayah tiri'mu juga yang membuatmu seperti ini?" Alya mendongak menghentikan tangisnya sejenak.
"Kakak benar. Aku seperti ini karena ulah ayah. Ayah sering memukulku, menendang ku, bahkan tak memberiku makan selama berhari-hari. Aku tersiksa bersamanya, kak. Tapi, aku juga gak bisa kabur dan meminta tolong kepada orang lain karena ayah selalu mengancam akan membunuhku." Jelasnya kemudian.
Alya juga menceritakan detik terakhir masa hidupnya waktu itu.
Malam itu, ayah tirinya pulang dalam keadaan mabuk. Dia melihat di meja tak ada makanan apapun yang bisa di makan olehnya. Pria itu meminta uang hasil ngemis dari Alya. Namun Alya tak memberinya, karena memang tak mendapat uang. Ayahnya tak mau mendengar alasan apapun dan dia sangat marah. Di lemparkannya botol minuman keras ke arah Alya, sampai membuat kepalanya terluka terkena pecahan beling yang menancap di sana.
Tak berhenti di situ, tubuh Alya pun di tendang dan di banting menggunakan kursi rotan yang tergeletak di sana. Sehingga Alya mengalami luka yang cukup parah dan tak lama kemudian mati karena pendarahan di kepala.
Alya mengakhiri ceritanya sambil terisak. "Sakit sekali, kak!"
Sungguh malang nasibnya. Hanya mendengar dari ceritanya, sudah sangat yakin kalau ayah tirinya adalah orang yang sangat jahat dan kejam.
"Apa yang bisa kakak lakukan untuk membantumu kembali ke asalmu?" Tanya Sherly
Alya tersenyum karena Sherly menawarkan diri untuk membantunya. "Tolong bawa jasadku pulang ke rumah ibu, kak. Supaya aku di makamkan dengan layak. Karena, di sini aku terus kesakitan." Ujarnya sedih. "Jika ibu bertanya, kakak ceritakan saja semuanya! Biar ayah tiriku mendapat hukuman setimpal." Lanjutnya kemudian.
Sherly mengangguk pasti. "Ya, kakak akan melakukan sesuai keinginanmu. Tapi, bagaimana cara kakak menemukan jasad'mu?" Tanya Sherly.
"Jasadku masih di sana. Dia memasukkannya kedalam sebuah koper dan di buang di tempat sampah belakang rumahnya!" Jawab Alya.
Mendengar itu, Sherly maupun Rei sangat sedih. Mereka sampai menitikkan air mata. "Kasihan banget ya, kamu!"
Jika kakak mendatangi rumah penjahat itu, kakak harus membawa teman dan polisi. Karena, ayah tiriku itu sangat jahat. Aku takut kakak di celakai olehnya!" Tutur Alya lagi memperingatkan.
"Baiklah. Kakak akan membawa teman-teman kakak dan pihak berwajib. Kakak juga akan mengantarmu setelah mendapatkan jasadnya." Ujar Sherly meyakinkan. "Baiklah Rei, kita pulang yuk! Aunty akan berpamitan sama opa dan oma. Tapi aunty minta kamu jangan bicarakan ini sama siapa-siapa, ya!" Pintanya sama Rei yang mengangguk pasti.
"Iya, aunty!"
🍁🍁🍁🍁
Mobil Dika melaju dengan cepat menuju perumahan elit di kota x, setelah Sherly menceritakan kejadian yang menimpa Alya itu. mereka pun bergegas menuju area perumahan padat penduduk, pinggiran kota yang tak jauh dari area perumahan Sherly. Mereka kesana untuk menyelidiki dan mencari bukti kasus ini.
Mungkin memang benar jika ini tugas kepolisian. Tapi karena mereka juga sudah diakui dan di ijinkan oleh pihak kepolisian, maka mereka pun ikut dalam kasus penyelidikan.
Dengan petunjuk dari Sherly dan bantuan dari kepolisian, juga para sahabat Sherly. Akhirnya, jasad Alya diketemukan dan benar dalam keadaan terbungkus dalam koper di tempat pembuangan sampah.
Sang ayah tiri pun di amankan oleh pihak berwajib beserta barang bukti, dan juga di vonis hukuman seumur hidup atas kejahatannya.
Warga berbondong bondong melihatnya. Tak sedikitpun juga ada yang mengabadikan dengan ponsel mereka. (secara, hari gini apa-apa jadi viral kan). Tempat itu pun diberi garis aman polisi.
Sherly dan teman-temannya kini menjadi sorotan sebagai pemecah kasus kematian layaknya detektif profesional. Mereka secara khusus di angkat oleh Jendral tertinggi, dan di tugaskan sebagai tim penyelidik.
Setelah jasad Alya di temukan dan diautopsi, mereka langsung mengantarkan ke kampung halamannya yang lumayan jauh dari kota.
Betapa terkejut dan sedihnya ibu Alya. Dia tidak menyangka bahwa anak keduanya itu akan pulang dalam keadaan tak bernyawa, setelah dinyatakan hilang dua bulan lalu. Pada saat itu, Alya pulang dari sekolah dan ibu gurunya bilang kalau ia dijemput seorang wanita suruhan ibunya. Padahal, ibunya tak pernah menyuruh siapapun untuk menjemput anaknya. Mengingat, banyak kasus penculikan yang terjadi saat ini.
Ibu Alya pun pingsan seketika, karena tidak sanggup menghadapi kenyataan yang harus kehilangan anak bungsunya. Tetangga pun berdatangan untuk membantu proses pemakaman Alya.
Akhirnya, jasad Alya pun dikebumikan dengan layak dan tentunya membuat Alya bisa pergi dengan tenang.
Setelah semuanya selesai, mereka pun pulang kembali ke kota dengan hati tenang.
****
"Beib, elu emang hebat ya. Setelah kejadian di gunung itu, elu bisa melihat makhluk halus di sekitar dan kita bisa memberikan pertolongan pada mereka yang membutuhkan." Ucap Dika pada Sherly yang duduk di kursi samping kemudi.
Memang Sherly tidak menutupi apapun pada semua sahabatnya itu. Tapi karena sahabatnya percaya akan hal ghaib, maka tidak susah untuk Sherly meyakinkan mereka. Walaupun, mereka tidak melihatnya secara langsung.
"Iya Dik, gue bersyukur banget udah bisa menolong mereka. Walaupun terkadang, penampakan mereka meyeramkan. Membuat gue sedikit takut. Ingat, cuma sedikit ya. Hehehe!" Kata Sherly cengengesan.
Iren yang duduk di belakang, di samping Indra dan Geri ikut menimpali. "Gue malah lebih bersyukur banget gak bisa liat gituan! Gak kebayang kalau lihat penampakannya. Hiiiiyyy!" Bergidik memeluk diri sendiri.
"Yaelah, Ren. Kalau elu takut, peluk gue apa Indra gitu. Yakin, kita kagak bakal nolak!" Cibir Geri sambil merentangkan tangan.
Iren melotot mendengar ucapan Geri. "Najis, lo. Ogah banget kalau harus peluk elu berdua. Bisa kena rabies, gue." Cibirnya dengan menepis keras tangan Geri.
"Asyem, sakit banget dodol. Elu cewek, tenaganya kek samson wati. Ucap Geri sambil mengelus tangannya. "Lama-lama, gue cium juga lu!" Lanjutnya kemudian.
Bukan cuma Iren, Indra ikut membulatkan matanya. "Sebelum elu nyium dia, cium dulu tinju gue nih!" Mengepalkan tangan ke arah Geri.
Geri cengengesan sambil memundurkan sedikit badannya. "Weits, santai bro. Gue cuma bercanda doang!"
Melihat keduanya ribut, Dika ikut meledeknya sambil terkekeh. "Wadidaw, ada babang yang bakal melindungi Iren dari kejahilan kita, Ger!"
"Ho'oh, Dik."
Dan ... terjadilah keributan di kursi belakang yang melibatkan tiga sahabatnya itu.
Sherly ikutan tertawa karena ia juga tau, kalo Indra sebenarnya suka sama Iren. Tapi, ia tidak berani mengungkapkan perasaannya itu.
Tak lama kemudian, Sherly melihat sesuatu. "Eh stop, Dik! Ada apaan tuh di depan? Kok rame banget?" Dika langsung menghentikan laju mobilnya.
"Apaan, ya? Kita cari tahu, yuk!" Ajakannya di angguki Sherly.
Keduanya turun dan berjalan menuju keramaian.
"Maaf mas, di depan ada apaan ya? Kok rame banget, sampai bikin macet?" Tanya Dika pada salah satu warga yang lewat.
Orang itu pun menjawab pertanyaan Dika. "Ada kecelakaan, mas."
"Kecelakaan?"
"Di sini udah biasa, mas. Tiap minggu sering terjadi kecelakaan. Udah tiga belas kali sampai akhir bulan ini! Semenjak pembangunan jalan tol." Jelasnya lagi sambil menunjuk arah jalan baru.
Keduanya sontak menoleh ke arah tunjukan orang itu. Namun beberapa saat, wajah Sherly terlihat tegang. "Dik, kasihan banget mereka. Ya tuhan, ampe di seret gitu!" Menutupi wajah dengan telapak tangan, dan menenggelamkannya di dada bidang Dika.
Dika terkejut melihat Sherly ketakutan. "Hei, tenang beib. Kenapa sih, ampe takut gitu?" Mengusap punggung Sherly dengan lembut.
"I-itu, Dik. Di sana banyak orang yang di seret!" Ucapnya masih dalam pelukan Dika.
Dika dan orang tadi memperhatikan ke arah jalan baru. Hanya ada para pekerja jalan yang terlihat sedang melakukan tugasnya.
Pria itu terheran sekaligus penasaran setelah melihat tingkah Sherly. "Pacarnya indigo ya, mas?"
Dika tersenyum karena pertanyaan orang tersebut. "Iya, mas. Dia bisa lihat hal seperti itu. Tapi sebelumnya maaf, dia bukan pacar saya. Dia belum mau jadi pacar saya, mas." Ucapnya sedih.
"Kirain pacarnya, mas. Soalnya, kalian sangat cocok!" Ujarnya tersenyum.
"Doakan saja, mas." Canda Dika yang diaminkan orang itu. Namun tak lama kemudian, dia meringis kesakitan karena Sherly memukul dadanya. "aduh, aw, sakit dodol. Udah mas, gak usah di aminin. Dia .ah orangnya galak. Kalau punya istri macam dia, bisa-bisa saya kurus!" Mengelus dadanya padahal enggak sakit.
Yaelah, tong. Lebai banget, dah.
****
Di mobil, ketiga teman yang sedang ribut itu tidak tahu jika Sherly dan Dika tak ada di sana. Saking mereka fokusnya dengan perseteruan yang terjadi. Namun sesaat kemudian, mereka baru sadar bahwa mobil yang di naiki mereka tak bergerak karena tak ada yang mengemudikannya.
"Lah, si kampret kemana? Kok, kagak ada!" Ujar Geri setelah melirik ke arah jok depan. "Pantes kagak ajrut-ajrutan. Orang mobilnya diem!" Lanjutnya dengan heboh.
Indra dan Iren sontak ikut melirik. "Eh iya, pada kemana mereka?" Bertanya dengan serempak.
"Kita susul mereka, yuk!" Usul Iren dan bersiap turun.
Namun belum sempat Iren membuka pintu, Sherly dan Dika terlihat kembali dengan wajah pucat dan tegang.
"Gak usah, Ren. Mereka udah kembali!" Tunjuk Indra. "Tapi, kenapa dia terlihat tegang?"
Mereka hanya saling pandang, tak mengetahui apa yang sedang terjadi.
Yuk, dukung Sherly dengan like, komen, vote, dan juga giftnya! Biar dia rileks lagi☺️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 192 Episodes
Comments
Neti Jalia
10 like dari
*hujan dibalik punggung
*suamiku ceo ganas
2021-05-02
0
Sekapuk Berduri
sherly
2020-12-28
1
Euis Teuki
kasian liat sherly
author "wedding dress" mampir nih
aku udah kasih like
2020-11-25
1