Saat mereka sedang bingung memikirkan tempat yang di maksud, tiba-tiba suara seseorang mengagetkan mereka.
"Saya tahu dimana tempat itu!"
Seorang laki-laki berusia sekitar tiga puluh dua tahun, memakai jaket kulit berwarna hitam dan topi senada, tak lupa kaca mata hitamnya. Lelaki itu berjalan dengan gagah menghampiri mereka. Tampak aura ketampanannya, membuat dua gadis yang berada di situ terpesona.
"Maaf, anda siapa ya?" Tanya Dika yang melihat dua gadis cantik sahabatnya itu, tersenyum dengan mata berbinar melihat ke arah pria asing tampan itu. (Kalo di komik, biasanya di gambarkan pake bintang bersinar)
"Perkenalkan, nama saya Kapten Hendri Prakoso. Polisi Intel pusat!" Membuka kacamata dan mengulurkan tangan nya.
"Oh, seorang polisi intel?" Mereka beroh sambil mengangguk.
"Nama saya, Mahardika dan ini teman-teman saya!" Ucap Dika memperkenalkan diri, kemudian satu persatu temannya.
"Maaf kalo boleh tau, ada keperluan apa ya kapten kemari?" Tanya Indra.
"Saya di beri tahu dari komandan Deni, kalo kalian ini sudah menjadi bagian dari kepolisian karena bisa memecahkan kasus pembunuhan beberapa bulan ini!" Jelas Hendri. "Dan saya juga di beri alamat ini. Apa saya tidak salah masuk, bukan?" Kapten Hendri menunjukan Kartu alamat.
"Oh iya, itu sangat benar. Kapten tidak salah, kok! Kita sudah memecahkan semua kasus dengan bukti lengkap." Tutur Geri dengan membusungkan dadanya. (sombong lu)
"Oh ya? Kalo gitu, buktikan kepada saya bahwa kalian ini bukan anak-anak nakal yang cuma iseng saja!" Cibir Hendri. "Saya bekerja dengan profesional, jadi kalian pun harus seperti itu. Bagaimana?" Hendri duduk dengan menyilangkan satu kakinya.
Perkataan Kapten hendri membuat semua menatapnya.
"Arogan sekali dia?" Bisik Indra dan mereka pun saling menatap.
"Baiklah. Jika kita bisa membongkar kasus beserta barang bukti, apa yang akan kapten berikan pada kami?" Tantang sherly.
Hendri tersenyum sebelum berkata. "Saya akan memberikan penghargaan bagi kalian dan akan merekomendasikan Tim ini ke kantor pusat!" Kata Hendri. "Setelah kalian mendapatkan kerjasama, bukan cuma penghargaan yang kalian dapat, tapi kalian juga akan mendapatkan gaji perbulan untuk setiap anggota. Bagaimana?Menggiurkan, bukan?" Jelas Hendri mengimingi mereka dengan hadiah.
Mereka saling menatap dengan penuh semangat.
"Wow, memang menggiurkan sekali!"
"Pinter banget orang ini merayu kita,"
"Omongannya terlalu berlebihan, gue mah gak percaya!"
"Uh, tetep ganteng walau dalam keadaan apapun."
"Gila nih orang, bisa di percaya apa enggak ya?"
Itulah celotehan bisikan lirih dari mereka berlima, tanpa berani mengutarakannya.
"Ekhem. Apa kalian sudah memutuskannya?" Tanya kapten Hendri membuyarkan lamunan mereka.
"Baiklah, kita akan membuktikannya kepada anda. Walaupun kita sebenarnya selalu berhasil, tapi its oke. No problem!" Dika berbicara dengan percaya dirinya.
Hendri menjentikkan jarinya. "Bagus, saya tunggu pembuktiannya." Kata Hendri. "Oh ya, kalian sedang mencari gudang bekas pabrik minyak bukan? Saya tahu, ada beberapa pabrik yang sudah tidak terpakai lagi. Salah satunya, di kota ini saja ada dua gudang bekas pabrik minyak yang jaraknya cukup berjauhan!" Tutur Hendri kemudian.
"Ada dua dengan jarak yang berjauhan? Wah, gimana ini? Apa kita datengin langsung keduanya?" Geri bingung sambil menggaruk kepalanya. "Apa ada petunjuk lain sher, supaya kita tidak harus mendatangi keduanya? Jauh lho, tempatnya!" Lanjut Geri lagi.
Sherly menoleh ke arah hantu bu Handoko. "Gimana bu? Apa yang ibu ingat tentang kejadian itu?" Bertanya kepada makhluk yang tak terlihat mereka, membuat kapten Hendri tersenyum.
Ibu Han menggelengkan kepalanya. "Saya tidak ingat apapun, nak!"
"Coba diingat dulu, sayang. Apa kamu pernah melihat atau mendengar sesuatu yang di bicarakan mereka?" Ucap suaminya lembut.
"Memang, elu gak liatin sesuatu di penglihatan ibu itu, beib?" Tanya Dika kepada Sherly.
"Penglihatan gue terbatas, jika korban ditutup matanya sampai tempat tujuan." Jelas Sherly.
Semua menghela nafas berat. "Gimana dong?" Mereka pun kebingungan.
"Oh iya, nak. Ibu pernah mendengar sesuatu sebelum mereka membunuhku. Mereka bilang bahwa mayatku tidak akan di temukan siapa pun, karena disini jauh dari keramaian!" Jelas bu Han kepada Sherly.
Sherly pun mengangguk dengan penjelasan ibu itu. "Tempat yang jauh dari keramaian? Apa ada pabrik bekas minyak yang jauh dari keramaian?" Tanyanya pada kapten Hendri.
Hendri tampak termenung. "Semua pabrik minyak di daerah sini tempatnya jauh dari keramaian. Kira-kira yang mana?" Dia pun ikut bingung.
"Apa?" Pekik mereka semua. "Jadi, itu tidak membantu dong!"
"Coba Sher, lu liatin lagi deh penglihatan ibunya supaya jelas!" Usul Iren.
Sherly mengangguk sebelum berkata. "Sebenarnya gue udah lemes banget nih, tapi ya sudah lah! Sekali lagi, demi gajian ... eh, demi kawan. Hehehe!" Dia nyengir malu-maluin di depan cogan. Heleh.
Mereka berempat memicingkan mata. "Dia yang bosnya, dia yang pengen dapet gajian!" Ledek Geri yang di sambut dengan juluran lidahnya. "Wlek!"
Setelah menjulurkan lidah menanggapi ledekan Geri, Sherly pun berkata. "Baiklah! Sini bu, sekali lagi ya?" Mengulurkan tangannya kepada tangan ibu Han yang diikat.
Nampaklah, kejadian itu lagi di penglihatannya. k
Kali ini, ia tak langsung menghentikannya. Dia terus menahan, sampai akhirnya mendengar bunyi sesuatu. Suara kereta melintas di dekat tempat itu mengagetkanya.
Tempat itu ternyata dekat rel kereta api dan bukan gudang bekas pabrik minyak, melainkan stasiun bekas pengoprasian atau pemberhentian kereta api yang jauh dari pusat kota dan pedesaan. Sekarang di jadikan gudang penyelundupan minyak oleh mereka, karena tempat itu tak pernah tersentuh oleh orang.
"Ya tuhan, gue mau pingsan!" Sherly terhenyak hampir terjatuh membuat keempat pria tampan berlarian ke arahnya, tapi tubuhnya tertangkap oleh kapten Hendri.
Tangan kekar itu melingkar di pinggang Sherly dan matanya menatap lurus ke arah mata si gadis, membuat degub jantung menjadi tak karuan.
"Maaf!" Ucapnya seraya melepaskan gadis itu setelah ia berdiri dengan tegak.
Sherly tersenyum manis. "Terimakasih, kapten!" Ucapnya dengan pipi merona.
"Rasanya, tidak enak di dengar ya. Gimana kalo manggilnya kakak aja? Biar lebih akrab!" Pinta Hendri dengan lembut.
"Ekhem," Deheman Dika membuat keduanya tersadar bahwa disitu masih ada yang lain.
"Gimana beib? Apa sudah tau tempatnya?" Tanya Dika.
"Hah, eh udah kok! Ternyata bukan gudang bekas pabrik minyak, tapi bekas stasiun yang sudah tak pernah terjamah orang dan mereka juga menggunakannya untuk tempat penyelundupan minyak!" Jelas Sherly panjang lebar.
"Bekas stasiun? Cuma ada satu di provinsi ini yang jauh dari keramaian. Terletak di luar ibukota dekat pegunungan, kalo tidak salah!" Hendri berbicara dengan menatap ke arah mereka.
"Ya sudah kalo gitu, kita tidak boleh menundanya lagi! Sekarang juga, kita harus pergi kesana!" Ucap Indra yang bersemangat.
"Tidak bisa!!" Perkataannya membuat semuanya menoleh.
"Kenapa?" Tanya mereka kompakan seperti paduan suara.
"Lihat!" Menunjuk jam tangannya. "Sudah jam berapa ini? Perjalanan kesana memakan waktu empat sampai lima jam dari sini." Kata Hendri. "Kalo kita pergi sekarang, mungkin sampai sana habis isya. Disana gelap dan tidak ada penerangan. Listrik sengaja di putus, karena pernah korsleting dan menyebabkan kebakaran." Jelas kapten Hendri lagi.
Mereka cuma beroh ria. "Oh!"
"Besok, saya akan mendampingi kalian kesana Kita akan kumpul disini jam tujuh pagi. Bagaimana?" Kata Hendri.
"Tapi aku gak bisa ikut, kak. Soalnya, besok aku harus masuk kantor karena ada meeting penting sama Presdir. Jadi gak bisa!" Iren yang sedih merasa tak enak.
Tangan Indra terulur dan menyentuh kepala Iren. "Gak apa-apa, yank! Biar aku yang wakilin kamu, ok!" Ucap Indra mesra mengelus kepala pacarnya.
"hemm, manisnya. Uluh ... uluh. Pacal ciapa cih nih?" Geri yang gemes nyubit pipi Indra.
"Apaan sih, lu?" Indra menepis tangan Geri sebel karena di ledekin.
"Jangan hiraukan mereka kak! Udah biasa kaya gitu. Maaf, ya?" Ucap Dika yang tak enak.
"Hemh, gak apa-apa kok!" Namanya anak muda, ya gitu!" Tersenyum manis ke arah mereka.
"Maaf kak, Hendri. Senyumnya pake gula berapa sendok? Kok manis banget sih! Aku takut diabetes deh kalo liatin terus!" Goda Sherly membuat Hendri tersipu.
"Yiihhhiiii ... gue gerah banget nih dengernya!" Indra mengipaskan tangannya.
"Ya, Sherly. Gombalin yang lain kok di depan Dika! Gue kan jadi pengen nyanyi," Ledek Geri. "Panas ... panas ... panas ... panas hati ini. Pusing ... pusing ... pusing ... pusing liatin kamu!" Nyanyian Geri mendapat pukulan di kepala yang di lakukan Dika. "Aduh, sakit dodol. Elu kebiasaan, geplakin kepala gue mulu sih!" Geri meringis sambil mengelus kepalanya.
"Nyanyi yang bener, gak usah buat ledekin orang!" Ketus Dika.
"Sherly, sejak kapan sih suka gombalin cowok?" Cibir Iren ikutan meledek.
"Gombalin apaan sih? Gue muji tau. Memang bener kok senyum kak Hen manis. Kalo gak ada Indra, mesti lu ikutan muji. Iya kan?" Hardik Sherly kepada Iren yang menggelengkan kepalanya dengan cepat.
Dia menempel mendekati Indra. "Enggak kok, yank! Aku gak pernah mengagumi selain senyumanmu. Suer deh!" Mengangkat dua jari tangan di depan dengan nada manjanya.
Indra tersenyum sambil mencium sekilas kening Iren. "Aku percaya kok! Biar kan lah para jomblo ini berkicau semaunya." Ucap indra meledek mereka.
"Huuuu ... yang punya pacar. Tau aja deh, kalo kita ini cuma burung yang berkicau di waktu senja." Cibir Geri.
"Udah ah, malu sama Kak Hendri kalau pada ribut mulu." Ucap Dika melerai keduanya.
"Gak apa-apa! Oh ya, kalian lapar tidak? Sebagai tanda persahabatan kita, saya mau traktir kalian makan di resto yang lagi hits sekarang ini. Karena kalian sudah mengganggap saya sebagai kakak, jadi jangan sampai nolak ya?" Hendri meminta mereka dengan sedikit memaksa.
"Wah, makan!" Seru mereka kompak. "Asyik nih, di traktir!" Bersemangat sampai berjingkrakan.
Hendri tersenyum sambil berkata, "Ya sudah, ayo kita berangkat!" Ajak Hendri kemudian. "Emh itu, temen baru kalian diajak apa enggak?" Ucap Hendri sungkan.
"Diajak dong. Iya kan, pak, bu?" Sherly melirik mereka berdua.
"Tidak, nak! Kami akan disini saja. Sudah lama tidak bertemu, rasanya kangen." Ucap pak Handoko.
"Yah, kok ga ikut sih! Padahal, kita mau makan-makan lho!" Serunya pada kedua hantu itu.
"Kenapa sher? Mereka tidak mau pergi, ya?" Tanya Hendri.
"Iya kak, Hen! Gimana dong?"
"Kita pesan makanan saja buat mereka berdua. Gimana?" Usul Hendri.
"Ah, ide bagus kak. Biar mereka melepas rasa rindunya yang sudah bertahun-tahun tidak ketemu." Ucap Iren.
"hehh, selama itukah mereka berpisah?" Tanya Hendri.
"Iya kak. Mereka dibunuh satu-persatu dan terpisah pula jasadnya." Tutur Sherly.
"Kasihan! Ya sudah, kita pesan makan dulu ya buat mereka. Setelah itu, kita pergi. Oke!" Hendri menatap iba pada mereka berdua. Sebenarnya, ia bisa melihat makhluk halus, tapi ia menyembunyikan kelebihannya itu dari orang lain.
Setelah makanan yang di pesan sampai di tempat, mereka pun berangkat menuju tempat yang akan meraka datangi sesuai rekomendasi dari Hendri.
Restoran yang mewah dan tentunya dengan harga setiap makanan yang cukup mahal, menjadi tempat makan malam mereka. Hendri tak sungkan memesankan semua jenis hidangan yang terkenal disana, membuat kelima remaja itu tak enak hati.
Makan malam pun telah usai, kini mereka berpamitan pulang ke rumah masing-masing.
"Kak Hen, terimakasih ya atas traktirannya!" Ucap mereka tersenyum.
"Sama-sama! Ya sudah, ayo saya antar kalian ke rumah biar aman dan selamat!" Ucap Hendri.
Mereka menggelengkan kepala dengan cepat sambil melambaikan tangan. "Gak usah, kak! Kita kan bawa mobil, sedangkan kakak bawa motor. Lagi pula, kita berlima sudah biasa lagi. Gak apa-apa, kak!"
"Owh, ya sudah kalo gitu! Eh Sherly, saya boleh ngomong sesuatu gak?" Menarik tangan Sherly yang akan melangkah pergi.
"Emmh, iya kak ada apa?" Tanya Sherly.
"Ada sesuatu yang saya ingin tanya, mengenai mereka yang ada di tempat kalian itu. Jadi, bisa tidak saya yang antar kamu pulang!" Ucap Hendri.
"Emmm, gimana ya!" Sherly melirik kepada sahabatnya yang menatap ke arahnya. "Kalo ada yang mau ditanyakan, mending lewat telpon aja deh kak. Soalnya, orangtua ku itu gak suka aku dianter cowok kecuali mereka. Apalagi orang yang baru kenal. Jadi, maaf ya!" Ucapnya tak enak.
"Oh, gitu ya!" Hendri melepaskan pegangan tangannya. "Ya sudah, minta nomor ponsel kamu aja biar gampang menghubunginya!" Pinta Hendri.
"Ini kak," Menyodorkan benda pipih miliknya ke arah Hendri."Nanti kakak telpon aku aja kalo ada apa-apa ya?" Mengambilnya setelah Hendri selesai mencatat nomornya.
"Ya sudah kak, kita pulang duluan ya? Bye," Mereka melambaikan tangan dan pergi dari sana.
Setelah mereka semua pergi, Hendri termenung masih di tempatnya berdiri. "Saya penasaran banget sama kamu, Sherly. Orang seperti apa kamu itu, sampai bisa menyembunyikan kekuatan sebesar itu!" Ucapnya tersenyum setelah mobil and the gengs melaju dari tempatnya berdiri.
Hendri bukan orang biasa. Dia mempunyai kelebihan bukan cuma bisa melihat mahluk halus, tapi ia juga bisa melihat kekuatan yang tersembunyi dalam diri seseorang.
Aura yang terpancar dari dalam diri Sherly, mampu ia lihat dengan jelas. Sebenarnya, siapa Hendri ini? Kenapa ia punya kemampuan yang seperti itu?
Tunggu kelanjutannya ya gengs.
Biar otor rajin up, jangan lupakan ritualnya.
Like, komen, and vote.
Terimakasih 😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 192 Episodes
Comments
@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ
hadir🙋
2021-02-11
0
Sekapuk Berduri
wah siapa hendri?
2020-12-29
1
Caramelatte
so far so good
2020-11-29
1