WARNING(18+)
Si Anwar sama ceu Nining yang bersatu menjadi warning atau wareug gening.
Happy Reading...
Seorang gadis memasuki sebuah mall besar. Tubuh yang seksi bagaikan gitar spanyol, memakai gaun yang pertontonkan paha mulusnya. Ia berjalan tanpa melihat ke depan.
Dari arah berlawanan, terlihat tiga pemuda yang tampannya tak kalah dengan artis korea. Mereka adalah Dika, Indra, dan Geri.
Karena posisi Indra yang paling belakang, tanpa sengaja tertabrak oleh cewek seksi tadi dan membuatnya hampir terjerambab.
Bukan Indra yang terjatuh, tapi cewek itu. Karena Indra terbilang cowok gagah dengan dada bidang yang pelukable. Tangannya melingkar di pinggang gadis tersebut. Mata indah, hidung mancung dan bibir tipisnya mampu membuat Indra tak berkedip.
Cinta pada pandangan pertama. Mungkin itu yang terjadi pada saat ini. Pipi merah merona seperti kepiting rebus, nampak di wajah keduanya.
Bukit kembar yang cukup besar menonjol, menampakan belahannya. Seketika, membuat si tampan susah untuk menelan saliva-nya.
"Ekhem. Terima kasih mas, karena udah nolongin aku." Ucapnya membuyarkan lamunan indra yang pasti dengan pikiran liarnya.
Indra tersentak, kemudian melepaskan tangannya dari pinggang gadis itu. "Eh, oh, ya, maaf!"
Gadis itu malah tersenyum melihat kecanggungan Indra. "Maaf ya, tadi aku gak liat jalan dengan benar. Jadi, aku nabrak kamu deh. Tahunya, malah aku yang jatuh. Untung, kamu nolongin aku!"
"Gak apa-apa, kok! Lain kali, hati-hati ya!"
Gadis itu mengulurkan tangannya ke arah Indra. "Kenalin, namaku Rara!"
Indra menjabat tangan Rara dengan tersenyum. "Nama ku Indra. Emh... Ya udah deh, karena kamu gak apa-apa, aku pergi dulu ya! Teman-temanku udah nunggu, tuh!" Menunjuk ke arah kedua sahabatnya.
Rara menoleh ke arah tunjukan tangan Indra. "Oh, mereka temanmu ya. Kenalin, dong!"Pinta Rara pada Indra.
Indra pun mengiyakannya dan membawa Rara pada kedua sahabatnya. "Gaess ... Kenalin, ini Rara dan ini Dika sama Geri." Memperkenalkan mereka bersamaan.
"Hai, Rara!" Ucap mereka barengan. "Rara cantik banget, ya!" Puji mereka kepada gadis itu yang pasti membuatnya tersipu.
"Makasih!" Ucapnya dengan wajah merona.
"kalian ada waktu gak? Aku mau traktir kalian, sebagai ucapan terimakasih!" Lanjutnya kemudian.
Mendengar kata traktiran, mata Geri langsung berbinar. "Wah traktiran, boleh nih!"
Plakk
"Makanan aja nyamber." Berkata pada Geri setelah menggeplak kepalanya tanpa rasa bersalah. "Maaf, kita mau ke rumah teman nganterin titipannya. Soalnya lagi ditunggu!" Berbicara pada Rara dengan tak enak hati.
Tentu yang punya kepala menggerutu kesal. "Sialan lu, Dik. Kepala gue di fitrahin tiap tahun, elu maen geplak aja!" Ketus Geri.
"Lagian sih, elu. Udah tahu kalau kita itu lagi ditunggu. Elu mau entar mereka ngamuk?" Kata Dika pada Geri. "Kamu ajak Indra aja deh, kan dia yang nolong kamu. Kami lagi buru-buru nih!" Menyarankan Rara dan berbisik pada Indra. "Semangat ya, si jalu harus ada kemajuan. Liatin body seksi gitu, gue yakin jiwa jomblonya meronta. Hahahaha!"
(Sekedar info unfaedah aja: klo yang belum tau si jalu itu, si abah yang kasih nama buat adik kandung Indra. Si jalu itu artinya, handapeun bujal aya hulu, cenah)dasar si abah aya-aya wae.
"Kok, gue! Maaf Rara, aku gak bisa. Lain kali aja deh, soalnya kita ..." Ucapan Indra langsung di potong oleh Rara.
"Yah, kok gitu sih! Padahal, aku udah tulus hati nih mau traktir kalian, sebagai tanda terimakasih aja!" Ucapnya dengan nada sedih.
"Eh bukan gitu, tapi ... ya udah deh, aku ikut kamu." Ucap Indra tak enak dan Rara terlihat senang. "Yeeeh!"
"Semangat jalu, semoga bisa menunjukan karisma mu!" Ledek mereka.
"Sialan! Si jalu bukan pria gampangan." Ketus Indra pada keduanya.
Setelah Dika dan Geri meninggalkan mereka, Indra pergi ke rumah Rara yang tak jauh dari pusat perbelanjaan itu. Rumah yang sederhana, terletak dipinggiran kota dan melewati gang sempit. Rumah satu-satunya yang terdapat di area itu, tampak sepi tak berpenghuni.
"Kok sepi sih Ra, kemana orang tua kamu?" Tanya Indra.
"Iya, disini sepi cuma ada aku aja. Orang tuaku udah meninggal sejak lama!" Menundukkan kepalanya dengan sedih.
"Maaf, aku tidak tahu kalau ... maaf ya membuat kamu sedih!" Ucapnya tak enak.
"Gak apa apa kok. lagian kamu juga kan gak tau! Disini aku cuma sendiri Ndra, aku kesepian dan aku takut. Hiks," Buliran air mata menetes membasahi pipi gadis cantik itu.
Tangan Indra terulur untuk menyeka pipi Rara dengan lembut. "Kamu jangan sedih gitu. Ada aku dan lainnya yang akan berteman sama kamu, Ra!"
Rara terlihat ceria lagi setelah mendengar ucapan Indra. "Makasih ya, Ndra. Walaupun kita baru kenal, ternyata kamu baik hati." Kata Rara. "Oh iya, kamu mau minum apa? Teh, kopi, apa ... Susu?" Menjeda ucapannya sambil tertawa genit ke arahnya.
"Aa-apa aja deh!" Indra menjadi salah tingkah.
Rara melangkah ke dapur, kemudian kembali dengan secangkir kopi. "Ini, silahkan diminum!" Menyodorkan gelas berisi kopi.
"Terima kasih!" Ucapnya sambil menerima cangkir kopi tersebut.
"Ya udah, kamu minum dulu deh! Aku ganti baju dulu, ya." Ucap Rara sambil berlalu ke arah kamar.
"Oke!"
Belum sempat bibirnya menyentuh gelas yang berisikan kopi, Indra sudah dikejutkan suara teriakan minta tolong dari arah kamar Rara. Dia berlari tergesa-gesa untuk melihat keadaan Rara.
Tapi saat dia masuk, ternyata Rara terjatuh dilantai hanya dengan memakai handuk yang melilit cuma sebatas menutupi bagian atas dan bawah sensitifnya. Ia meringis menahan sakit di kaki kerena terpeleset, membuat Indra kebingungan.
"Maaf, tadi aku mendengar teriakan mu jadi aku buru-buru kesini. Maaf, ya!" Ucap Indra tak enak dan mengalihkan pandangannya ke arah lain.
Rara menoleh ke arah Indra. "Enggak apa kok, Ndra. Tadi aku kurang hati- hati, jadi kepeleset." Ucap Rara. "Awww, sakit banget Ndra!" Meringis dan menjatuhkan tubuhnya kembali saat mencoba berdiri. "Bisa bantu aku, gak?" Pintanya pada Indra kemudian.
"Mmm, bentar ya!"Jawab Indra singkat. Matanya melirik sana-sini mencari sesuatu.
Indra adalah lelaki normal. Hal seperti ini membuatnya tak nyaman, sehingga ia mengambil sebuah selimut untuk menutupi tubuh Rara. Kemudian, tubuh gadis itu di gendong dan di turunkan di tepian ranjang
"Apa kaki kamu terluka?" Tanya Indra yang hanya di jawab oleh anggukan kepala. "Ya udah, sini biar aku pijitin! Mana yang sakit?" Tanya Indra lagi.
"Yang ini!" Tunjuk Rara sambil mengangkat selimutnya sedikit ke atas.
"Yang ini?" Indra memegang mata kaki Rara dan memijitnya.
"Bukan! Tapi yang ini!" Ucapnya lagi dengan terus mengangkat selimut sampai ke atas, membuat Indra menurutinya terus menerus. Sampai akhirnya, selimut itu sudah terbuka dengan memperlihatkan paha mulus tanpa cacat.
"Glek." Indra menelan ludahnya dengan susah, karena dengan tak sengaja menuruti permintaan Rara sampai sejauh ini. "Maaf!" Bergegas ia melepaskan tangannya dan berdiri dengan cepat.
Tapi, Rara menahan tangan Indra dan mendekatkan tubuhnya, serta memiringkan kepalanya sedikit, berusaha menggapai bibir Indra oleh bibirnya.
Tubuh Indra seperti terpaku, saat bibir Rara menyerangnya. Bukan cuma mencium, tapi juga menggigit bibir Indra, sehingga membuat si empunya membuka mulut. Dengan bebasnya, lidah Rara bergerak menyusuri rongga mulut pemuda itu. Ciuman itu beralih ke telinga dan kemudian menuju leher, membuat Indra semakin tak karuan.
Tangannya berusaha membuka kaos Indra, dengan cara menariknya ke atas. Sehingga, terpampanglah dada bidang yang kekar dan berotot.
Dengan cepat, Rara menjatuhkan tubuh Indra di atas kasur dan menindihnya. Walaupun ia termasuk pria yang gagah, tapi tetap saja kalah. Karena aksi brutal Rara yang terus menerus menyerangnya dengan gencar, membuat si jalu semakin meronta dan berdiri tegak.
Karena sudah terpancing, si jalu menjadi blingsatan sampai berbuat nekad. Tangannya menarik handuk Rara sampai memperlihatkan bukit kembar yang indah itu. Tanpa membuang waktu, ia langsung melakukan aksinya menggunakan tangan dan lidahnya untuk memanjakan bukit kembar tersebut.
Suara kecil terdengar dari mulut Rara, karena Indra mencium titik sensitifnya dengan sangat liar. Permainan Indra semakin menantang Rara, sehingga dengan beraninya Rara membalikkan tubuh Indra sampai di bawah kungkungannya.
Saat Indra sudah terpancing gairahnya, tiba-tiba wajah Rara berubah menyeramkan. Rambut yang sebahu tadi, kini berubah panjang dan berantakan. Gigi yang rapih, berubah menjadi taring yang panjang serta runcing. Dari perut ratanya, keluar usus yang terburai membuat orang bergidik ngeri bila melihatnya.
Melihat perubahan itu, Indra dengan cepat mendorong makhluk itu dan berlari menjauh darinya. Namun, makhluk itu mengulurkan tangannya yang panjang dan menarik tubuh Indra kembali ke arahnya. Dari jari tangannya, keluar kuku panjang serta hitam dan mencengkram leher Indra dengan kuat sampai dia tak bisa bernapas.
Makhluk itu menyeringai menampakan gigi taringnya dan tertawa cekikikan. Kemudian, ia hendak mendekati leher Indra untuk menghisap darahnya. Tapi aksinya harus terhenti, karena mencium bau seperti ...
"Elu ngompol, ya?" Suara serak itu bertanya kepada pemuda yang sedang ketakutan.
"Hahh?" Indra terheran dengan mode dodolnya.
"Elu ngompol, ya?" Tanya makhluk itu yang suaranya berubah seperti suara temannya, Dika. Makhluk itu pun memukul kepala Indra dengan keras.
Tentu saja itu sakit, membuat Indra protes. "Aww, sakit beo. Kok main pukul, sih!" Gerutunya sambil mengelus kepala.
"Sialan, elu ngompol di kasur gue!" Kini suaranya terdengar seperti Geri.
Indra yang masih belum sadar, tentu saja hanya bergumam kebingungan. "Hahh, kasur?"
"Woi, bangun!" Teriakan Dika dan Geri mengagetkan Indra sampai membuatnya terjerambab ke bawah kasur.
Flashback
Sore itu Dika, Geri sama Indra pulang dari rumahnya Sherly. Setelah mengantar Renita pulang, mereka berencana menginap dirumahnya Geri. Karena, orang tua Geri sedang mengantar eyang kakung pulang kampung.
"Dik, Ndra, nginep di rumah gue, ya!" Ajak Geri kepada keduanya yang langsung di iyakan.
"Ya udah deh, hayu aja! Lagi pula, besok gua gak ada kerjaan! Jadi, bisa santai." Ucap Indra.
Dika pun mengiyakan ajakan Geri. "Okey aja sih, gue mah. Kebetulan, toko juga tutup!" Timpal Dika.
Dan akhirnya, mereka pun melajukan kendaraannya menuju rumah Geri, yang sebenarnya gak terlalu jauh dari rumah Renita. Karena Geri dan Renita bertetanggaan, hanya beda komplek saja.
Sesampainya di rumah Geri, Dika dengan cepat membuka tudung saji. "Ger, gak ada makanan nih. Cemilan atau apa, gitu. Perut gue laper banget, ini. Kalo kek gini, lama-lama gue bisa pingsan!" Seru Dika seraya mengelus perutnya.
"Kalo elu pingsan, gampang banget kok! Tinggal gue kasih nafas buatan, bangun deh elu. Gampang, kan?" Ucap Geri terkekeh.
"Naj*s, gue dikasih nafas buatan dari elu. Bukannya gue bangun, bisa-bisa gue pergi untuk selamanya. Fyuh," Menggerakkan tangan ke atas.
"Sembarangan anda kalo ngemeng. Orang yang di kasih nafas buatan dari gue, kebanyakan minta nagih. Kalo lu gak percaya, boleh di coba. Sini, gua kasih khusus buat elu!" Geri memonyongkan mulutnya mendekati Dika.
Dengan cepat, Dika menjauh dari Geri. "Kagak usah! Gue percaya, kok. Itu orang langsung ke alam baka setelah mencium nafas lu yang bau naga."
Keduanya berlarian mengitari meja seperti sedang adegan film romantis.
"Ya elah, elu berdua malah iindiaan! Kejar- kejaran tuh di bawah pohon, di taman bunga atau guyuran hujan. Lah ini, meja makan elu puterin!" Cibir Indra meledek keduanya.
Mereka terus saling mengejar sampai kelelahan. Dengan nafas terengah, mereka duduk dan mengambil minum sambil melambaikan tangan. "Gue capek!"
"Siapa suruh malah kejar-kejaran? Mending kita makan!" Kata Indra lagi.
"Hooh, Ger. Buruan, gue laper!" Rengek Dika mengiyakan perkataan Indra.
Geri pun membuka lemari yang ternyata hanya ada mie instan dan juga telur. "Adanya mie doang. Gak apa-apa, kan!"
Dengan cepat Dika berkata, "mie pun jadi. Asal jangan racun yang elu kasih sama gue. Gue minta mie tiga bungkus, telor ceplok dua, sama kerupuknya dua bungkus. Oh iya, pake cabai jang lupa! Terus, minumnya jus jeruk aja!" Cerocos Dika yang memancing emosi tuan rumah.
"Udah ini rumah gue, yang masakin juga gue, masih nawar pula. Kalo namu dirumahnya orang, tuh sopan santun dibawa napa. Jangan ditinggal ditoko. Apalagi elu gantung, dipojokan pintu!" Ucap Geri kesal.
"Anda tidak pernah tau peribahasa ya, kalo tamu itu juragan. Jadi, tolong layanin dengan senang hati, juga jiwa dan raga." Elak Dika tanpa bersalah.
"Cih, peribahasa darimana itu. Yang ada, pembeli adalah raja. Lagian, kalo tamu seperti elu, bukannya raja, tapi tamu nyusahin!" Ketus Geri melempar bungkus mie dan cangkang telur ke arah Dika yang segera menghindar.
"Wlekk!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 192 Episodes
Comments
RayaBumi
triple like untukmu thor, sukses selalu 💕
2021-01-25
0
@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ
hai kak😊
asisten dadakan masih setia berkunjung kembali😉
mampir yuk
semangaaatt ya💪
2020-12-25
1
Sekapuk Berduri
ya dika.. mimpi basah di kasur orang 😅
2020-12-24
1