Sama seperti malam-malam sebelumnya, aku hanya bisa termangu sendiri di ruang tamu hanya bertemankan hp. Jam analog di hp sudah menunjukkan pukul Sembilan lebih tiga puluh menit, tapi sampai jam segini mas Rafli masih belum pulang juga
Untuk mengiriminya pesan rasanya sudah bosan, karena pesan ku tidak akan dibacanya apalagi dibalasnya. Boro-boro untuk meneleponnya, bisa sampai keriting jariku tidak akan diangkatnya. Padahal aku baru kemarin sore keluar dari rumah sakit, tapi perhatiannya sedikitpun tak ada. Jangankan mau perhatian, peduli saja tidak
Ini jika aku tidur bisa-bisa aku kena semprot lagi. Padahal dia ada bawa kunci sendiri, tapi ketika dia tahu aku ada di rumah, maka wajib aku yang membukakan pintu. Dan apabila aku ketiduran, maka dia akan langsung menyemprotku. Malam kemarin saja dia tidak marah, karena mungkin dia sadar jika aku tidur karena aku memang butuh pemulihan
Tapi aku yakin tidak untuk malam ini, malam ini pasti dia akan marah jika aku ketiduran lagi. Jadi walau ngantuk, aku berusaha melawannya dengan membuka sosial media
Aku sudah sampai rumah dengan selamat Ra
Ini baru aja aku matikan mesin mobil
Aku tertegun ketika ada pesan what’s app masuk. Dari nomor baru yang tidak ada dalam kontakku. Aku tidak langsung membalas pesan tersebut, aku segera membuka profilnya, melihat nama pengirim dan wajah profilnya
“Mas Arash????!” ucapku kaget
Ini beberan mas Arash? Balasku
Langsung terbaca, dan terlihat Arash sedang mengetik. Dan itu membuatku makin bertanya-tanya. Dia tadi bilang barusan sampai, kok langsung aktif di what’s app?
Benar. Masa bohong
Tak lama ada lagi pesan masuk, dan itu pesan gambar. Dan benar, wajah yang tampil adalah wajah mas Arash dengan senyum tengilnya yang membuatku secara tak sadar terkekeh
Pesan tersebut cuma aku read saja, tidak aku balas. Karena aku ingin Arash segera masuk kedalam rumahnya, bertemu dengan anak istrinya yang sudah menanti kedatangannya. Sejurus kemudian aku tertegun, kurang lebih tujuh jam, berarti Arash tidak lama istirahat di jalan, batinku. Setelah itu aku menggeleng-gelengkan kepalaku membayangkan bagaimana ngebut dan fit nya daya tahan tubuhnya
Sama dengan ku, Arash juga tidak lagi mengirimiku pesan. Aku yakin sekarang dia sudah masuk rumahnya dan bertemu anak istrinya. Jika anaknya belum tidur, karena malam sudah mulai larut. Dan aku kembali fokus ke sosial media, melihat reel atau juga melihat story orang yang lewat berandaku
Jam sepuluh lewat, terdengar pagar rumah di dorong, dan aku segera berdiri, karena aku mendengar suara mobil mas Rafli. Sebelum dia turun dari dalam mobil, aku sudah membukakannya pintu dan bersiap menyambutnya
“Tempat tidur sudah dibersihkan?” ucap mas Rafli ketika aku mengulurkan tanganku
Aku mengiyakan dan segera mengekor di belakangnya.
“Motornya sudah benar?”
Kembali aku mengiyakan. Dan masih mengekor di belakangnya masuk ke dalam kamar
“Bayar berapa?”
“Gratis. Orang yang menabrak aku yang membayar semua biayanya”
Mas Rafli tampak menganggukkan kepalanya, kemudian dia melepas baju dinasnya dan melemparkannya ke arahku. Aku terkesiap, karena baju mas Rafli bau parfum yang berbeda. Bukan parfum yang dia pakai tadi pagi. Kembali aku hanya bisa memendam perasaanku, tidak berani untuk bertanya karena akan memancing keributan. Aku tidak ingin malam ini rebut lagi, aku masih lesu dan mas Rafli tentu capek, bisa dipastikan jika aku bertanya akan memancing emosinya
“Kok bengong?” tanya mas Rafli yang membuat aku tersadar dari lamunanku. Kemudian aku menggeleng dan membawa pakaian dinasnya ke belakang, meletakkannya di dalam mesin cuci
“Makan mas?” tanyaku dari dapur
“Nggak. Aku sudah kenyang”
Aku cuma bisa menarik nafas panjang mendengar jawabannya, kemudian aku mematikan lampu, memeriksa semua pintu dan jendela, setelah itu masuk ke dalam kamar. Dan ketika aku masuk kamar, ku lihat mas Rafli berbaring dengan menatap layar hp nya
Dengan pelan aku berbaring di sampingnya, memiringkan tubuhku membelakanginya yang masih sibuk dengan ponsel di tangannya
“Mas….., elus-elus…..” rengekku
Tak ada reaksi. Dan aku merubah posisi tidurku telentang, menoleh kearahnya yang masih fokus menatap layar hp, masih tidak berubah sejak tadi
“Mas, elus belakang aku…..”
Terdengar mas Rafli mendecak, dan aku menarik-narik tangannya
“Bawel ah….” Ucapnya yang mau tak mau mengelus belakangku
Tapi Cuma sebentar, karena kembali tangannya sibuk di atas layar hp dan aku kembali hanya bisa menghembus nafas panjang
“Sudahlah. Capek sendiri minta perhatiannya” batinku
...****************...
Bangun pagi ini aku segera mendial nomor pak Satria, mau memberitahu beliau jika aku sudah sehat dan akan kembali masuk kerja. Tapi ternyata nomor beliau tidak aktif, dan aku sangat yakin jika beliau pasti belum bangun tidur
Dengan agak setengah kecewa aku meletakkan hp dan mulai berniat hendak beraktifitas. Baru juga aku akan memulai aktifitas, hp yang aku letakkan di atas meja berdering
“Nomor baru?” gumamku
Kemudian aku menepuk keningku sendiri karena semalam aku lupa menyimpan nomor Arash. Tapi ngapain dia pagi-pagi nelepon aku? atau jangan-jangan bukan dia lagi? Batinku ragu menerima panggilannya
Kemudian hp ku kembali berdering, dan lagi-lagi aku hanya berani melihat saja kearah hp, tanpa berani menerima panggilannya. Dan sekali lagi panggilan dari nomor Arash aku abaikan
Barusan online, kok giliran di telepon nggak diangkat? Kamu sehat kan Ra?
Ya Tuhan, jadi tadi beneran mas Arash? Gumamku ketika membaca pemberitahuan bilah notifikasi yang masuk
Balas napa sih Ra. Apa sudah sibuk sepagi ini?
Aku akhirnya memberanikan diri membuka aplikasi what’s app dan membaca pesan dari Arash. Baru juga aku akan mengetik balasan, hp ku berdering. Panggilan masuk dari Arash
“Ya mas?” jawabku ragu
“Sudah bangun?”
Ahhhhh, kenapa suaranya lembut banget sih. Beda banget dengan mas Rafli yang lebih banyak membentak
“Iya”
“Kok cepat?”
“Rencananya hari ini mau masuk kerja”
“Nggak boleh!!!”
Aku tersentak kaget mendengar Arash melarangku
“Loh kenapa?. Aku sudah sehat kok” jawabku dengan nada bingung
“Nggak. Ini baru hari ketiga kan kamu libur? Liburnya satu minggu kan?”
Aku terkekeh
“Nggak lah mas. Tidak selama itu juga aku akan libur, bisa kena SP aku”
“Pastikan kamu benar-benar sehat, baru setelah itu kamu boleh masuk kerja”
Aku diam
“Seperhatian inikah mas Arash sama aku?” batinku
“Kenapa diam Ra?”
Aku tergagap mendengar suara lanjutan mas Arash, kemudian aku menjawab sekena aku agar dia tidak curiga
“Mas kok sudah bangun?. Nggak capek apa habis perjalanan jauh?”
“Jauh? Nggak lah dekat itu Ra. Masih satu propinsi, aku itu pernah nyetir sampai Bali”
Dan kembali aku harus mengakui jika Arash benar-benar memiliki daya tahan tubuh yang kuat.
“Mas kok pagi-pagi malah nelepon aku. aneh”
Terdengar suara tawa, dan aku ikut tersenyum mendengar Arash tertawa
“Cuma pengen memastikan keadaan kamu aja Ra sebelum aku beraktifitas”
Dan kembali aku speechless. Antara bahagia tersanjung, dan juga salah tingkah jadi Satu
“Aku baik-baik aja kok mas. Mas silahkan beraktifitas dengan baik hari ini. Dan iya, sampaikan salam ku untuk istri dan anak-anak. Bonekanya sudah diberi sama anak gadisnya?”
“Malika. Namanya Malika. Dan panggilan kesayangan kami untuk Malika itu adek”
Aku tersenyum
“Iya, sudah dikasihkan bonekanya sama adek?”
“Dia belum bangun. Semalam aku sampai anak-anak sudah tidur”
Aku ber O panjang. Diam, antara kami tidak ada yang bersuara sampai akhirnya aku kembali meminta pada Arash untuk melanjutkan aktifitasnya karena aku juga akan beraktifitas
Jam tujuh lewat mas Rafli bangun, sarapan sudah tersedia, seragamnya juga sudah aku siapkan. Jadi kurasa tidak ada alasan untuk dia marah-marah pagi ini sama aku
“Malam nanti aku nggak pulang Ra, jadi nggak usah ditunggu” ucap mas Rafli yang membuat aku yang hendak meletakkan piring ketika dia akan sarapan menghentikan gerakan tanganku
“Nggak pulang? Mas mau kemana?”
Mas Rafli mendecak, dia segera mengambil piring dari tanganku
“Ikut bos, nggak tahu dia ngajak kemana. Katanya aku harus ikut”
Aku diam dan menarik kursi, kemudian duduk memperhatikannya sarapan
“Kamu belum kerja?”
“Rencananya sih hari ini, tapi tadi nelepon pak Satria, katanya besok aja”
Mas Rafli tidak berkomentar lagi, dia terus melanjutkan sarapannya dan segera mendorong piring begitu isinya kosong
“Nggak bawa baju mas?” tanyaku ketika aku lihat mas Rafli hanya menenteng tas kerja yang berisikan laptop
“Gampang lah itu urusannya” jawabnya sambil ngeloyor menuju mobil
Dan aku hanya bisa menghembus nafas panjang ketika mobil yang dikendarai mas Rafli keluar dari dalam pagar
“Aku harus mengatur strategi. Aku harus menyelidiki kemana mas Rafli pergi. Nggak mungkin bos nya yang ngajak pergi, dikiranya aku nggak faham bagaimana kerja kantoran apa?” lirihku menatap marah kearah jalan sepi
Segera aku masuk ke dalam rumah, mengambil hp dan segera mendial nomor mas Dedi. Begitu tersambung langsung diangkatnya
“Ya Ra?”
“Ada DL lagi apa mas?”
Tak ada jawaban, aku yakin mas Dedi sedang berfikir
“Nggak ada. Kenapa, Rafli bilang dia DL lagi?”
Aku lalu menceritakan apa yang dikatakan mas Rafli tadi pagi ketika sarapan
“Kalau sama bos, mas nggak tahu Ra. Kali aja iya”
Aku menarik nafas panjang, tapi kecurigaan ku tetap ada walau sudah mendengar jawaban yang tidak pasti dari mas Dedi
“Nanti mas laporan sama kamu kalo mas lihat Rafli ada gelagat aneh”
“Makasih ya mas” setelah itu aku meletakkan hp, dan melanjutkan aktifitasku yang belum selesai
Seharian saja di dalam rumah, sendirian lagi. Dan itu benar-benar membosankan. Biasanya jam segini aku lagi sibuk-sibuknya di bank, melayani nasabah, ngerumpi bareng teman-teman ketika jam istirahat. Tapi hari ini harus aku lewati dengan hanya duduk diam sendiri di rumah
Dengan malas aku meraih hp yang terletak di atas meja karena ada nada pesan masuk
“Mas Arash?” gumamku ketika aku lihat siapa yang mengirimi aku pesan
Obatnya jangan lupa diminum Ra
Aku tersenyum membaca pesannya
“Ya ampun apa harus segininya sih mas Arash…..” ucapku sambil tersipu
Untung mas ngingetin. Aku malah lupa balasku
Jaga kesehatan Ra. Katanya besok sudah kerja. Kalau masih sakit gimana mau kerja
Aku kembali tersenyum membaca balasannya. Kemudian aku meletakkan hp, beranjak mengambil obat dan segera meminumnya. Selesai dari sana, aku kembali duduk depan tivi, dan meraih hp karena benda itu kembali berdenting
“Ya ampun…..” ucapku kaget begitu aku lihat ada banyak pesan masuk dari Arash
Aku baca pesannya satu persatu, sambil sesekali terkekeh. Kemudian aku mengetik balasan
Iya sudah selesai bos aku minum obatnya. Terima kasih ya untuk perhatiannya
Kembali ada balasan dan kali ini Cuma emoticon jempol, dan itu membuatku kembali menggeleng-gelengkan kepalaku
Ada pesan masuk kembali, dan itu dari mas Dedi. Dengan cepat aku membuka pesannya
Kayanya kali ini Rafli nggak bohong Ra. Dia beneran pergi sama bos
Aku menarik nafas panjang begitu membaca pesan dari mas Dedi, setidaknya aku bisa lega karena mas Rafli tidak bohong
Kemudian aku mengetik balasan. Mengucapkan terima kasih pada mas Dedi atas bantuannya.
Padahal aslinya adalah, Dedi menutupi sesuatu dari Rara. Dia sedang mengumpulkan bukti yang cukup kuat untuk membongkar apa yang dilakukan Rafli di belakang Rara
“Maafin aku Ra. Aku harus melakukan ini, aku tahu kamu orang baik. Apalagi aku dengar kabar kamu dirawat kemarin. Aku nggak ingin kondisi kamu semaki buruk” batin Dedi menatap layar hp nya dengan wajah sendu
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments
Wanti Wanti
semangat up nya Kaka cantik
2024-01-30
1