“Apa?” tanya Arash cepat
“Aku sudah masak air sejak tadi, tapi aku tidak bisa mengangkatnya karena tanganku masih belum kuat rasanya” ucapku ragu
“Kenapa kamu nggak ngomong dari tadi?” jawabnya yang langsung masuk tanpa permisi padaku
Aku bengong melihat kelancangan Arash. Mau tak mau aku segera menyusulnya
“Sepertinya airnya sudah mulai dingin” ucap Arash membuka tutup panci besar tersebut
Aku menatap kecewa pada panci tersebut, tapi diluar prediksi ku, Arash menghidupkan kembali kompor
“Kita masak lagi airnya” ucapnya menoleh ke arahku
“Tapi mas?” jawabku ragu
“Suami kamu pulang malam. Dan sebelum dia pulang aku akan pulang lebih dulu” jawabnya yang kali ini seperti kembali tahu dengan kekhawatiranku
Aku tersenyum kaku kearahnya. Kemudian aku menarik sebuah kursi dan mempersilahkan Arash duduk.
“Kamu kalau lapar, makan aja” ucap Arash ke arahku yang diam sejak tadi
Aku menggeleng
“Kamu makan nasi cuma di rumah sakit tadi kan?” ucapnya lagi yang ku jawab dengan anggukan kepala
“Aku ambilin ya?” ucapnya segera menarik kantong kresek yang tadi aku letakkan di atas meja. Kemudian Arash mengeluarkan sebungkus nasi dan mengambil piring serta sendok. Setelah membuka nasi bungkus yang dibelikannya, Arash meletakkannya di depanku
“Perlu aku suapi seperti tadi?” tanyanya karena aku hanya bengong menatap kearahnya dan piring nasi secara bergantian
Dengan cepat aku menggeleng, dan segera menyendok nasi sendiri, dan Arash yang melihat ketegangan di wajah Rara hanya bisa tersenyum
“Habiskan!”
Aku cemberut kearah Arash kemudian mendorong piring yang masih banyak isinya
“Kalau begitu aku yang habiskan” ucapnya santai meraih sendok bekasku tadi, dan tanpa dosa dia makan nasi sisaku
“Tapi mas?” sergahku cepat
“Mubazir. Di luaran sana banyak orang yang kelaparan nggak bisa makan, dan sekarang ada makanan di depan kita, masa harus kita buang? kita nggak boleh buang-buang makanan, dosa” ucapnya yang membuatku tersenyum kearahnya. Dalam hati aku memuji sifatnya
Aku hanya bisa memperhatikan bagaimana Arash menghabiskan nasi sisa ku tadi dengan lahap. Dan kembali aku terperangah ketika dia minum dari gelas yang sama seperti ku
“Mas nggak takut ketularan penyakit aku?” tanyaku heran
Arash tidak menjawab, dia segera bangkit mematikan kompor karena air yang tadi dipanaskan nya matang
“Ada ember?” tanyanya yang membuat aku turun dari kursi dan masuk kedalam kamar mandi
Uap air mengepul ketika Arash membuka penutup panci. Dan tanpa ragu dia mengisi ember yang tadi aku bawa dengan air yang barusan masak
“Kamar mandinya mana?” tanyanya
Aku berjalan di depannya, membukakan pintu kamar mandi. Dan Arash segera meletakkan ember air panas tadi di kamar mandi.
“Bak mandi karet ada?” tanyanya yang ku jawab dengan anggukan kepala
“Ah, ini dia” jawab Arash begitu sadar jika ada bak karet tergantung di dalam kamar mandi. Segera diambilnya bak tersebut, diisinya dengan air panas yang tadi dibawanya, kemudian tanpa ragu dia juga mengambil air dingin di dalam bak kamar mandi, mencampurnya dengan air panas yang tadi sudah terlebih dulu dimasukkannya. Aku terus memperhatikan yang dilakukan Arash. Melihat bagaimana dia mencoba dengan ujung sikunya pada air yang sudah tercampur
“Pas…” ucapnya
Kemudian Arash berdiri, tersenyum dan menatap ke arahku yang mendongak kearahnya
“Selamat mandi. Aku pulang dulu” ucapnya menyadarkan ku
Aku tergagap, dan segera membuang mukaku. Dengan cepat aku mengangguk dan mengikutinya yang berjalan di depanku.
“Jangan anggap kebaikan aku sama kamu karena aku ingin kamu memberikan keterangan yang meringankan ku di kantor polisi besok” ucapnya yang membuatku bengong
“Maksudnya apa mas?”
Arash tersenyum dan menjelaskan kasus kecelakaan kemarin itu sudah ditangani pihak kepolisian. Dan aku segera sadar kenapa ada polisi di rumah sakit dini hari tadi
“Mas pulang ya, segeralah mandi, takutnya airnya keburu dingin lagi”
Aku menganggukkan kepalaku dan mengantarnya sampai depan mobil
“Suami kamu bawa kunci rumah sendiri kan?”
Aku mengangkat bahuku
“Tidurlah, kamu harus banyak istirahat”
Aku kembali menganggukkan kepalaku. Dan melambaikan tanganku ketika akhirnya mobil Arash bergerak dan menjauh. Aku segera menutup pagar rumah, dan terburu masuk kedalam rumah. aku menarik nafas banyak-banyak merasakan jika dadaku berdebar kencang, dan detik berikutnya aku segera terburu masuk kedalam kamar mandi, masuk kedalam bak karet dan berendam di sana
Cukup lama aku berendam, menikmati hangatnya air yang menyentuh kulitku. Dengan gayung, aku mengambil air dan menyiramkannya ke kepalaku. Setelah cukup puas merasakan kehangatan air yang serasa sauna gratis, aku segera menggosok seluruh tubuhku dengan sabun dan memberi shampoo pada kepalaku
Dirasa cukup, aku segera keluar dari dalam kamar mandi dan segera masuk kedalam kamar,berganti pakaian. Setelah itu aku segera mengambil obat yang tadi ada di dalam task ku, membaca obat mana saja yang harus aku minum mala mini, setelah itu membawanya menuju belakang dan segera meminum obat tersebut
Selesai dengan itu semua, aku kembali masuk kedalam kamar, membaringkan tubuhku dan tidur. Hingga aku tidak mengetahui jam berapa mas Rafli pulang saking nyenyak nya aku tidur. Mungkin efek obat yang tadi aku minum
...****************...
Pagi-pagi mas Rafli sudah rapih, dan dia tampak tertegun ketika membuka tudung saji
“Kapan kamu beli ini Ra?” tanyanya mencomot kue pemberian Arash semalam. Untunglah bekas cangkir teh Arash sudah aku cuci sebelum dia bangun, jika tidak bisa panjang cerita pagi ini
“Aku pesan mas” jawabku tanpa menoleh kearahnya
Kemudian mas Rafli tak melanjutkan pertanyaannya, karena dia asyik dengan kopi dan juga kue yang terus di makannya.
“Motor kamu apa kabarnya?” tanyanya lagi
Aku menghentikan pekerjaanku dan tercenung. Mengapa baru sekarang aku sadar dengan motorku, batinku
“Motor kamu rusak parah?” lanjut mas Rafli
Aku menggeleng
“Terus?” kejarnya yang sepertinya mulai menyadari kegugupanku
“Aku nggak tahu bagaimana keadaan motorku mas. Karena begitu sadar aku sudah di rumah sakit”
Mas Rafli membanting roti yang ada di tangannya kelantai, dan segera berdiri di depanku dengan wajah marah
“Dasar bodoh. Mengapa tidak kamu tanyakan pada pihak rumah sakit atau penabrak kamu itu tentang motor kamu. Otak itu dipakai Rara, jangan di anggurin. Kalau ada lelang otak, aku yakin otak kamu akan sangat mahal harganya, karena isinya kosong!!”
Aku menelan ludahku dan berusaha menghindari mas Rafli yang berteriak di depan wajahku
“Awas kalau sampai motor itu sampai hilang. Itu aku yang beli, bukan kamu!!!” kembali mas Rafli berbicara dengan nada mengancam
“Mati aja enak kamu itu Ra. Sudah mandul, bodoh pula!” sambungnya dengan membuang kantong kresek yang masih berisi roti ke lantai
Aku hanya bisa diam dan menarik nafas panjang mendengar ucapan kasarnya yang sudah menjadi makanan sehari-hariku
Kemudian terdengar suara pintu ditutup kasar, dan tak lama suara deru mobil menyusul berikutnya. Aku langsung menarik nafas panjang begitu mengetahui jika mas Rafli sudah berangkat. Dengan cepat aku segera berbenah, mandi dan langsung memesan taksi online.
“Sepuluh menit lagi” ucapku ketika melihat pemberitahuan dari notifikasi taksi online yang aku pesan.
Sebelum taksi sampai aku sudah memeriksa keadaan rumah, memastikan jika kompor sudah mati dan air juga sudah tidak mengalir lagi, setelah itu aku segera mengunci rumah dan duduk di teras. Saat taksi online sampai, aku segera menyebutkan tujuanku
“Rara…..!!!!” teriak sebuah suara
Aku segera menoleh, dan mendapati jika Arash melambaikan tangannya ke arahku
“Kamu ngapain kesini?, diminta pihak kepolisian untuk memberikan keterangannya?” tanyanya begitu sampai di dekatku
“Nggak mas. Aku mau nanya tentang motor aku. Apa motor aku dibawa kesini atau hilang ya?” tanyaku dengan panik
“Ya Tuhan, aku lupa ngasih tahu kamu Ra. Motor kamu sudah aku minta teman aku untuk membawanya ke bengkel karena ada yang rusak dan pecah”
Aku menarik nafas lega sambil mengusap dadaku mendengar jawaban Arash.
“Mas ngapain disini?” tanyaku
“Mas harus buat laporan tiap hari sampai kamu memberikan keterangan tentang insiden kecelakaan kemarin”
Aku ber O panjang, dan segera memintanya untuk membawaku kebagian lakalantas untuk memberikan keterangan. Dan dengan senang hati, Arash mengantarkan ku kesebuah ruangan, dan begitu melihat aku dan Arash masuk seorang polisi langsung membawa kami kesebuah meja, yang tak lama seorang petugas langsung duduk dan mulai menanyaiku tentang kronologi kecelakaan kemarin
“Aku tidak ingat apa-apa pak, yang aku tahu aku menabrak mobil. Kemudian semuanya gelap” ucapku
Polisi tersebut tercenung, kemudian dia memanggil salah satu petugas lain yang langsung menampilkan rekaman cctv yang ada di sekitar tempat kejadian kecelakaan kemarin
“Berarti aku sudah pingsan sejak di atas motor” gumamku ketika melihat rekaman cctv tersebut
“Mas Arash tidak bersalah pak. Yang salah justru aku, dari rekaman ini jelas terlihat jika akulah yang bersalah. Aku mengambil jalur terlalu ke tengah yang mengakibatkan mobil mas Arash menabrak ku” lanjut ku
Arash diam dan menatap ke arahku yang terus memperhatikan rekaman cctv dengan seksama.
“Bagaimana pak Arash, apakah anda berniat melanjutkan kasus ini. Karena memang sama-sama kita lihat dengan jelas jika mbak Rara lah yang bersalah atas kecelakaan kemarin”
Aku segera menelan ludahku begitu mendengar ucapan polisi tersebut, dengan tegang aku menoleh kearah Arash yang menatap ke arahku
“Tidak pak polisi. Bagaimana pun aku juga bersalah. Jika saja aku bisa menghindar, tentu tabrakan ini tidak akan terjadi”
Aku langsung menghembus nafas panjang mendengar jawaban Arash yang begitu melegakan ku
“Tapi jika motor mbak Rara tidak menabrak anda, sudah bisa dipastikan mobil yang ada di samping anda yang akan menabraknya. Dan itu semakin fatal karena mobil tangki yang membawa bahan bakar”
Aku kembali menelan ludahku dan bergidik membayangkan jika saja yang menabrak ku beneran mobil tangki bahan bakar, mungkin saat ini aku sudah berada di alam yang berbeda
“Jadi bapak menutup kasus ini dan tidak memperpanjangnya?” kembali polisi bertanya kepada Arash yang mengangguk pasti
“Baiklah, karena anda tidak memperpanjang kasus ini. Kasus ini kami anggap selesai dan bapak dan mbak Rara silahkan tanda tangani surat perjanjian damai ini” ucap polisi itu kembali sambil menyodorkan kertas kearah kami
Aku kembali menghembus nafas panjang ketika aku dan Arash keluar dari ruangan penyelidikan. Dan setibanya di lur kantor polisi, aku segera mengulurkan tanganku kearah Arash
“Untuk apa?” tanyanya heran melihat aku mengulurkan tanganku kearahnya
“Ucapan terima kasih yang tak terhingga atas kebaikan mas sama aku” jawabku menatap dalam mata tajamnya
Arash tersenyum dan segera menerima uluran tanganku
“Tidak ada yang gratis di dunia ini Ra…..” ucapnya setelah kami melepaskan jabatan tangan kami
“Maksudnya mas?” tanyaku gugup
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments
Ayu galih wulandari
Mudah2an Arash pria yg baik
2024-09-21
1