Jabatan Baru

Aku mencium punggung tangan suamiku ketika aku telah siap pagi ini

"Ke dokter sendiri seperti biasanya, nggak apa-apakan?" tanya mas Rafli

Aku hanya mengangguk seraya tersenyum dan segera memasang helm di kepalaku

"Mas sudah nelpon Aldo tadi. Dan bilang jika sore ini kamu akan kesana. Dan mas sudah meminta pada dia untuk menyiapkan obat seperti biasa"

Kembali aku mengangguk dan segera menghidupkan mesin motor. Mas Rafli tersenyum ke arahku sambil melambaikan tangannya

Sepanjang perjalanan menuju tempat kerja aku berkali-kali menarik nafas panjang. Pesan what's app tengah malam tadi adalah penyebabnya. Jujur saja aku begitu tak tenang mendapati ada pesan masuk dari nomor yang tidak di kenal di hp mas Rafli, apalagi ada pesan yang terbaca olehku yang berbunyi "mas sudah tidur ya sampai pesan aku nggak dibaca?"

Hati wanita mana yang tidak akan sakit mendapati itu. Tapi aku bisa apa? Untuk bertanya pada mas Rafli tentu tak mungkin, bisa kena marah lagi aku sama dia

Hingga tak terasa, motor yang aku kendarai sudah masuk ke kawasan bank swasta tempat aku bekerja

"Pagi mbak....." sapa mas Leo, office boy tempatku bekerja ketika melihat aku melepas helm

"Pagi juga mas Leo" balasku sambil membalas senyumnya

"Tumben mbak bengong" lanjutnya

Aku memundurkan kepalaku

"Emang iya?" tanyaku balik

Pria yang usianya di bawahku dua tahun itu terkekeh dan segera berlalu membawa nampan yang ada di tangannya

"Mbak minta teh seperti biasa ya Mas...." ucapku setengah berteriak

"Siap mbak..." balasnya yang membuatku kembali tersenyum

Segera aku melangkah setelah meletakkan helm di stang motor, kemudian masuk kedalam kantor yang masih tampak sepi tersebut

"Kemana jadwal hari ini Ra?"

Aku mengangkat bahu mendengar pertanyaan teman sekantorku

"Di kantor mungkin Wid. Kan kemarin sudah survey nya"

Widia, teman sekantorku yang sekarang tengah hamil tua itu menganggukkan kepalanya ke arahku. Kemudian aku mengekor di belakangnya

"Berat ya Wid?" lirihku

Widia menoleh dan tersenyum

"Kalau mau pegang, sini boleh. Biasanya juga pegang kan?" jawabnya sambil memutar badannya ke arahku

Aku segera mengembangkan senyum dengan lebar, kemudian langsung mengulurkan tanganku dan mengelus perut besarnya

"Kapan aku merasakan kaya kamu ya Wid...?" ucapku sambil mendongakkan wajahku menatapnya seraya tersenyum getir

"In shaa Alloh. Aku yakin suatu hari nanti kamu akan hamil juga. Yang sabar" ucap Widia sambil mengelus pundakku

"Aamiin" jawabku penuh harap

Kemudian kami berdua berjalan kearah meja kami masing-masing. Membereskan berkas dan merapihkan nya

"Ini hari terakhir aku kerja. Karena aku sudah mau cuti" ucap Widia sambil tangannya tak henti membereskan meja kerjanya

"Secepat itu Wid?" jawabku menghentikan gerakan tanganku

"Cepat apanya Ra. Bulan depan aku sudah brojol. Perkiraan pertengahan bulan"

Aku kembali tercenung dan terus menatap gerakan lincahnya. Widia adalah teman satu kantorku sejak pertama aku bekerja di bank ini. Kami sama-sama orang baru di bank ini

Aku ingat awal pertemuan kami adalah ketika kami tes di ibukota. Saat itu ada ratusan jumlah pelamar, dan kami sama-sama dari daerah. Satu minggu di ibukota menyebabkan kami cepat akrab apalagi kami sama-sama pertama kali ikut tes waktu itu

"Hei, kok malah melamun!" sentak Widia menyadarkan ku

Aku tertawa pelan.

"Keinget waktu pertama kita ketemu Wid" jawabku

Widia ikut tertawa. Dan tawa kami rupanya memancing para karyawan yang mulai berdatangan

"Widia, nanti ke ruangan bapak!" ucap bos kepala ketika beliau masuk

Widia menganggukkan kepalanya, dan aku melirik kearah Widia melalui ekor mataku

"Bos sudah aku kasih tahu kalau aku mau cuti" jawabnya seperti faham kerlingan ku

Aku ber O panjang mendengar jawabannya dan segera menerima gelas teh yang di sodorkan mas Leo ke arahku

"Terima kasih mas Leo...."

Mas Leo tersenyum sambil menganggukkan kepalanya ke arahku mendengar ucapan terima kasihku. Kemudian dia meneruskan pindah ke meja lain

...----------------...

Aku dengan santai berjalan masuk kedalam ruangan kepala bank ketika beliau menelepon menyuruhku menghadap

Setelah mendengar perintah masuk, aku segera mendorong pintu dan mendapati bos kami tersebut sedang berdua dengan Widia

Aku menganggukkan sedikit kepalaku kearah beliau sampai akhirnya aku menarik kursi dan duduk bersebelahan dengan Widia

"Karena Widia senin nanti sudah cuti. Jadi sebagai penggantinya menjadi teller, bapak serahkan sama kamu" ucap pak Satria ke arahku

Aku menoleh kearah Widia yang tersenyum sumringah ke arahku, kemudian aku kembali menatap kearah pak Satria

"Baik pak" jawabku pelan

"Jadi kamu tidak usah survey lapangan lagi. Kamu fokus di teller" sambung beliau

Dan kembali aku mengangguk

...****************...

Jam empat sore, kantor bubar dan aku sekarang sudah bersiap berjalan kearah parkiran ketika Widia meneriakkan namaku

"Kok buru-buru?, kamu bukannya menghindar nggak mau ikutan kan?"

Aku nyengir, hal itu membuat wajah Widia jadi cemberut

"Aku harus ke dokter. Obat aku habis" jawabku memberi alasan padanya

Widia mendecak dan aku mengelus perutnya

"Doain aku ya Wid...."

Widia melengos, masih dengan wajah cemberut ditariknya tubuhku

"Aku selalu berdoa untuk seluruh kebaikan kamu Ra" jawabnya masih dengan nada merajuk

Lalu aku memegang kedua bahunya, menatapnya masih dengan tersenyum

"Kamu memang sahabat rasa saudara"

Widia mendecak, dan kembali aku dibuatnya tersenyum

"Tuh suami kamu sudah jemput" ucapku ketika kulihat motor suaminya tampak berjalan kearah kami

"Mas.....?" sapaku ketika suami Widia membuka helm

Suami Widia tersenyum dan menganggukkan kepalanya ke arahku. Kemudian beliau turun dan langsung menyongsong tangan Widia yang terulur kearahnya

Aku sedikit melengos dan menarik nafas dalam ketika kulihat bagaimana suami istri ini tampak begitu mesra

"Andai saja posisi Widia itu aku" batinku sambil menunduk

"Beneran nggak ikut?"

Aku mengangguk kearah Widia, sementara karyawan lain yang sudah di atas motor dan di dalam mobil mereka tampak menunggu

"Ah nggak asyik lu Ra" teriak Reni dari belakang kemudi

Aku melambaikan tangan kearahnya. Kulihat temanku yang lain memandang kecewa ke arahku

"Maaf untuk kali ini aku absen" ucapku agak sedikit kencang kearah Reni yang masih menatap kearah kami

"Sudah Wid, berangkat aja. Kasihan anak-anak sudah nunggu tuh"

Widia mengangguk, dan sekali lagi kami berpelukan hangat

"Beritahu aku jika kamu akan melahirkan" lirihku sambil mengusap punggung Widia

Ada airmata yang mengambang di pelupuk mata Widia ketika aku mengucapkan kalimat tersebut

"Aku berharap semoga nanti giliran aku yang akan menunggui kamu lahiran Ra....." balasnya serak

Aku tersenyum getir dan mengusap kepalanya

"Doain ya....." kembali aku memelas

Dengan dibimbing suaminya, Widia duduk di boncengan. Walau Reni sudah bersikukuh mengajaknya tetapi Widia menolak, dengan alasan mau pacaran sama suaminya

Dan ketika seluruh temanku sudah mulai melajukan kendaraan mereka, giliranku kali ini yang melajukan motorku

Dengan kecepatan sedang aku menuju ketempat dokter Aldo praktik, seorang dokter kandungan sahabat karib suamiku.

Karena suamiku sudah membuat janji, jadi ketika aku masuk, aku tidak perlu mengantri di depan meja depan lagi. Aku cuma bertanya kepada bagian administrasi, menanyakan nomor urut ku, kemudian duduk di bangku tunggu

"Sudah hamil berapa bulan mbak?" sapa seorang perempuan sekira seusiaku ramah ketika aku duduk di sebelahnya

Aku berusaha tersenyum menanggapi pertanyaannya

"Aku belum hamil" jawabku pelan

"Baru nikah yaaaa.....?" tanyanya lagi sambil tertawa kecil

Aku ikut tertawa pula

"Sudah hampir tujuh tahun mbak" jawabku lagi

Perempuan muda itu ber o panjang kemudian tampak melongo, lalu dia memperhatikan ku dari atas hingga bawah, dan aku hanya melirik atas perbuatannya

"Kenapa ya mbak?, ada yang salah?" tanyaku mulai tak senang

Perempuan itu menggeleng

"Hati-hati loh mbak, suami itu kalo istrinya mandul, dia bisa pindah ke lain hati. Suami kan ingin punya keturunan mbak. Bukan cuma nikah-nikah doang"

Bagai ada sebuah gada besar menghujam dadaku mendengar komentarnya. Aku menghembus nafas panjang, kemudian berusaha untuk tenang tidak ingin terpancing dengan omongannya

"Mbak Rara......" panggil sebuah suara

Aku segera berdiri, dan tanpa pamit aku segera meninggalkan perempuan muda yang masih saja terus memperhatikanku itu

"Hai......" sapa dokter Aldo ketika aku masuk

Aku tersenyum kaku, kemudian aku duduk di depan beliau. Aku diam, dadaku masih kesal mengingat ucapan perempuan tadi

"Ada apa?" tanya dokter Aldo memperhatikan wajahku dengan serius

"Apa aku mandul dokter?" tanyaku setelah sekian menit aku diam dengan wajah masam

Dokter Aldo diam, wajahnya yang semula biasa saja tampak berubah sedikit tegang

"Dokter, benar aku mandul?"

Episodes
1 Curiga
2 Jabatan Baru
3 Bukti
4 Makin Tak Dihargai
5 Insiden
6 Di Rawat
7 Diabaikan
8 ARASH
9 LUKA TAK BERDARAH
10 PULANG
11 KESAN PERTAMA
12 Makan Siang
13 ARASH PULANG
14 PESAN DARI ARASH
15 MULAI KERJA LAGI
16 FIRASAT MAMA
17 POV TAMARA ANGELIKA
18 Ke Rumah Mama
19 Fakta Dari Kak Dilta
20 NYARIS KETAHUAN
21 KAMUFLASE
22 MARAHNYA ARASH
23 TERBONGKAR
24 HANCUR
25 ARASH DATANG LAGI
26 AKU SAKIT
27 Kalapnya Kak Satria
28 LAPORAN
29 PEMBALASAN DI MULAI
30 Kembali Koleps
31 PERHATIAN ARASH
32 PENGAKUAN RAFLI
33 MENCOBA MENENANGKAN DIRI
34 ARASH MENYUSUL
35 HAL TAK TERDUGA
36 PERNYATAAN PERASAAN ARASH
37 BERPISAH, NAMUN BAHAGIA
38 HASIL DIAGNOSIS
39 SIDANG CERAI
40 HASIL DIAGNOSIS
41 KEPANIKAN SATRIA
42 SURPRISE DARI ARASH
43 DAMN!!! INI GILA
44 BERTIGA DENGAN ARDI
45 BERTENGKAR
46 SURAT KEPUTUSAN PENGADILAN
47 TEKA TEKI OBAT PENYUBUR KANDUNGAN
48 SEMAKIN PARAH
49 KE RUMAH SAKIT PROPINSI
50 TAK SADAR
51 DAPATNYA BUKTI
52 BERGERAK
53 PELAKU DIBALIK KASUS OBAT TERLARANG
54 ARASH GALAU
55 BERTEMUNYA AKU DENGAN ARASH DAN KELUARGANYA
56 KAK RAY DATANG
57 LUAPAN RINDU
58 AKU TERKENA LEUKEMIA
59 KEMOTERAPI AWAL
60 TERGUNCANG
61 SUASANA KANTOR
62 DINA SAKIT
63 PERHITUNGAN DI MULAI
64 NEKATNYA ARASH
65 PERMINTAANKU PADA ARASH
66 AKU NGGAK MAU RA......
67 PULANG
68 DINA CURIGA
69 TEKA TEKI PENYAKITKU
70 ARDI MENEMUIKU
71 TUAN HARYO MENEMUI RAFLI
72 MEMINTA BANTUAN KAK DILTA
73 RESIGN
74 DAN LAGI ARASH DATANG
75 DAN AKHIRNYA ITU TERJADI
76 KEMOTERAPI KEDUA
77 MAKIN PARAH
78 STADIUM EMPAT
79 DAN AKU KEMBALI TERGUNCANG
80 DIBAWA KE BELANDA
81 DIRAWAT DI BELANDA
82 TAMU TAK TERDUGA DI PESTA ULANG TAHUN MALIKA
83 Janji
84 ULTIMATUM
85 BABAK BARU KASUS RAFLI
86 KESALNYA ARASH
87 DISKUSI
88 SETITIK HARAPAN
89 PERJUANGAN ARASH
90 KABAR DARI RUMAH
91 KEMANA AKU MENCARI KAMU?
92 JALAN YANG BERLIKU
93 TERUS MENCARI
94 INTEROGASI
95 DOKUMEN RARA
96 Maaffffff...
97 KABAR LAMA
98 INFORMASI BERHARGA
99 TAK KENAL LELAH
100 TERUS BERJUANG
101 AKU HARUS KUAT TUHAN
102 DIANTARA DUA PILIHAN
103 JANTUNG DINA KUMAT LAGI
104 KESEDIHAN ARASH
105 KEPUTUSAN TUAN HARYO
106 Saran Ardi
107 RAMBUTKU MULAI RONTOK
108 PERTOLONGAN ARDI
109 PULANG
110 MENCARI KEBENARAN
111 AKHIRNYA SAMPAI DI RUMAH
112 AKHIRNYA ARASH MENYERAH
113 KE HOPE LIFE
114 KEINGINANKU
115 PENOLAKAN
Episodes

Updated 115 Episodes

1
Curiga
2
Jabatan Baru
3
Bukti
4
Makin Tak Dihargai
5
Insiden
6
Di Rawat
7
Diabaikan
8
ARASH
9
LUKA TAK BERDARAH
10
PULANG
11
KESAN PERTAMA
12
Makan Siang
13
ARASH PULANG
14
PESAN DARI ARASH
15
MULAI KERJA LAGI
16
FIRASAT MAMA
17
POV TAMARA ANGELIKA
18
Ke Rumah Mama
19
Fakta Dari Kak Dilta
20
NYARIS KETAHUAN
21
KAMUFLASE
22
MARAHNYA ARASH
23
TERBONGKAR
24
HANCUR
25
ARASH DATANG LAGI
26
AKU SAKIT
27
Kalapnya Kak Satria
28
LAPORAN
29
PEMBALASAN DI MULAI
30
Kembali Koleps
31
PERHATIAN ARASH
32
PENGAKUAN RAFLI
33
MENCOBA MENENANGKAN DIRI
34
ARASH MENYUSUL
35
HAL TAK TERDUGA
36
PERNYATAAN PERASAAN ARASH
37
BERPISAH, NAMUN BAHAGIA
38
HASIL DIAGNOSIS
39
SIDANG CERAI
40
HASIL DIAGNOSIS
41
KEPANIKAN SATRIA
42
SURPRISE DARI ARASH
43
DAMN!!! INI GILA
44
BERTIGA DENGAN ARDI
45
BERTENGKAR
46
SURAT KEPUTUSAN PENGADILAN
47
TEKA TEKI OBAT PENYUBUR KANDUNGAN
48
SEMAKIN PARAH
49
KE RUMAH SAKIT PROPINSI
50
TAK SADAR
51
DAPATNYA BUKTI
52
BERGERAK
53
PELAKU DIBALIK KASUS OBAT TERLARANG
54
ARASH GALAU
55
BERTEMUNYA AKU DENGAN ARASH DAN KELUARGANYA
56
KAK RAY DATANG
57
LUAPAN RINDU
58
AKU TERKENA LEUKEMIA
59
KEMOTERAPI AWAL
60
TERGUNCANG
61
SUASANA KANTOR
62
DINA SAKIT
63
PERHITUNGAN DI MULAI
64
NEKATNYA ARASH
65
PERMINTAANKU PADA ARASH
66
AKU NGGAK MAU RA......
67
PULANG
68
DINA CURIGA
69
TEKA TEKI PENYAKITKU
70
ARDI MENEMUIKU
71
TUAN HARYO MENEMUI RAFLI
72
MEMINTA BANTUAN KAK DILTA
73
RESIGN
74
DAN LAGI ARASH DATANG
75
DAN AKHIRNYA ITU TERJADI
76
KEMOTERAPI KEDUA
77
MAKIN PARAH
78
STADIUM EMPAT
79
DAN AKU KEMBALI TERGUNCANG
80
DIBAWA KE BELANDA
81
DIRAWAT DI BELANDA
82
TAMU TAK TERDUGA DI PESTA ULANG TAHUN MALIKA
83
Janji
84
ULTIMATUM
85
BABAK BARU KASUS RAFLI
86
KESALNYA ARASH
87
DISKUSI
88
SETITIK HARAPAN
89
PERJUANGAN ARASH
90
KABAR DARI RUMAH
91
KEMANA AKU MENCARI KAMU?
92
JALAN YANG BERLIKU
93
TERUS MENCARI
94
INTEROGASI
95
DOKUMEN RARA
96
Maaffffff...
97
KABAR LAMA
98
INFORMASI BERHARGA
99
TAK KENAL LELAH
100
TERUS BERJUANG
101
AKU HARUS KUAT TUHAN
102
DIANTARA DUA PILIHAN
103
JANTUNG DINA KUMAT LAGI
104
KESEDIHAN ARASH
105
KEPUTUSAN TUAN HARYO
106
Saran Ardi
107
RAMBUTKU MULAI RONTOK
108
PERTOLONGAN ARDI
109
PULANG
110
MENCARI KEBENARAN
111
AKHIRNYA SAMPAI DI RUMAH
112
AKHIRNYA ARASH MENYERAH
113
KE HOPE LIFE
114
KEINGINANKU
115
PENOLAKAN

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!