Aku menoleh kearah suster yang akan kembali ke sofa
“Mbak…?” panggilku
Suster tersebut menoleh
“Ya bu?”
“Orang tadi siapa?”
Suster tersebut menoleh keluar dan mengangkat tangannya, kemudian menunjuk kearah luar
“Pak Polisi apa yang menabrak ibu?”
Aku diam
“Oh, jadi dia adalah orang yang menabrak ku?” batinku
“Nggak jadi mbak….” Putusku akhirnya
Suster tersebut mengangguk dan melanjutkan langkahnya menuju sofa
“Kalau ibu merasa ada yang nggak enak, ibu bisa bangunkan saya”
Aku menjawab pelan, kemudian menarik nafas panjang. Menatap kosong kelangit-langit kamar dengan pikiran menerawang
“Mas Rafli tahu tidak ya jika aku di rawat?” batinku
Kemudian aku memejamkan mataku kembali, berusaha untuk tidur tetapi seperti kebiasaan, itu tidak bisa aku lakukan. Perlahan aku bangun dan duduk. Menatap berkeliling pada ruangan tempatku saat ini
Ada rasa haus yang menyerang tenggorokanku sehingga membuatku berusaha turun dengan mengangkat infus ke atas
Aku celingukan mencari air minum, tapi tidak aku temukan. Bahkan aku membuka lemari berharap jika ada air minum disana. Dan kembali aku tidak menemukan apa-apa di sana
“Awwwww…….” Jerit ku tertahan
Aku kembali berusaha duduk di atas ranjang ketika ku rasakan kakiku menginjak pecahan halus beling. Selagi aku meringis kesakitan, pintu kamarku terbuka
“Kamu kenapa?”
Aku mengangkat kepalaku, kulihat pria yang kata suster tadi adalah orang yang menabrakku masuk. Dengan segera dia menghampiriku, melihatku yang berusaha meraih kakiku
“Biar aku” ucapnya dengan langsung mengambil infus, lalu menggantungnya kembali di tiang penyangga
Kemudian pria itu berjongkok ketika dilihatnya ada tetesan darah di lantai
“Kamu terluka?” tanyanya lagi
Aku tidak menjawab melainkan hanya menganggukkan kepalaku
“Tahan ya…..” ucapnya sambil meraih telapak kakiku dan mengelap darah dengan tangannya.
“Awwwww……” kembali aku merintih kesakitan ketika aku rasakan jika tangannya menyentuh beling yang menancap di kakiku
“Bangunkan suster saja. Saya yakin dia bisa mengeluarkan beling halus di kaki saya” ucapku
Pria itu bangkit, dan berjalan kearah sofa. Terdengar olehku dia memanggil suster tersebut yang segera terjaga dan langsung berdiri
“Di kakinya ada pecahan beling. Tolong kamu keluarkan”
Suster tadi mengangguk. Segera dia keluar dari dalam ruangan. Dan kini hanya tinggal kami berdua yang tak sengaja saling tatap
“Kenapa kamu bisa terluka?”
Aku menarik nafas panjang sebelum menjawab
“Aku haus”
Pria itu tak menjawab ucapanku, melainkan dia segera keluar dari dalam ruangan. Dan aku yang melihatnya keluar hanya bisa menatapnya bengong. Tapi tak lama pria tadi masuk lagi, dan sekarang di tangannya telah ada sebotol air mineral
“Ini kamu minum dulu” ucapnya sambil menyerahkan botol air mineral yang segelnya telah dibuka olehnya barusan
Aku menerima botol air mineral tersebut dan menenggak isinya hingga separuh
“Biar aku” kembali dia berkata dengan mengambil botol yang ada di tanganku, kemudian menutup botol tersebut
“Kemana suster tadi, kenapa dia lama sekali” gumam pria tersebut seakan pada dirinya sendiri
“Kalau aku yang membuang beling tersebut, kamu bersedia?”
Aku menggeleng
“Belingnya halus, dan itu susah” jawabku
Pria yang berdiri di dekat ku itu menggaruk kepalanya kemudian kami sama-sama menoleh kearah pintu yang terbuka
“Maaf lama, soalnya ngambil alatnya agak jauh”
Kami berdua tidak menjawab ucapan suster tersebut. Dan menit berikutnya suster tersebut telah berjongkok di dekat kakiku
“Bapak bisa bantu saya untuk nyenterin kakinya tidak?”
Pria yang tadi berdiri di dekatku segera ikut berjongkok, dan meraih ponsel yang diulurkan suster kearahnya
Dengan cekatan perawat tadi membasuh kakiku dengan air infus, kemudian di lapnya, setelah itu dengan bantuan senter hp yang diarahkan oleh pria tadi, suster tadi mulai berusaha mengeluarkan pecahan halus beling yang bersarang di telapak kakiku
Dan kembali aku menjerit tertahan, ketika alat yang dipakai suster mengenai beling yang menancap di kakiku
“Tahan ya mbak, ini memang agak sulit karena belingnya sangat halus” ucap suster tersebut ketika didengarnya aku merintih kesakitan
Tapi pria yang ikut berjongkok di dekat suster, segera mengambil tanganku dan menggenggamnya. Sekitar lima menitan, akhirnya beling halus yang bersarang di kakiku bisa dikeluarkan dan aku menarik nafas lega
“Butuh bantuan lagi?” tanya suster tersebut ke arahku
Aku menggeleng. Melihatku menggeleng, suster tersebut berpamitan kembali ke sofa, karena hari memang sudah sangat larut
“Kamu bisa melanjutkan istirahat kamu” ucap pria itu ketika perawat yang berjaga di kamarku kembali membaringkan tubuhnya di sofa
“Terima kasih ya pak untuk bantuannya” lirihku
Pria itu tersenyum dan menganggukkan kepalanya
“Arash….” Ucapnya sambil mengulurkan tangannya ke arahku
“Rara…..” balasku sambil menyambut uluran tangannya
Pria itu mengangguk mendengar aku menyebutkan namaku
“Panggil aku nama saja. Aku belum terlalu tua untuk di panggil bapak” lanjutnya
Aku tersenyum dan setengah tertawa mendengar dia protes
“Aku bolehkan panggil kamu dengan sebutan nama saja?” tanyanya yang kujawab dengan anggukan kepala
“Kamu boleh tidur lagi Ra. Aku dan teman aku menunggu di luar” sambungnya
Dan kembali aku mengangguk. Arash, pria yang baru aku kenal dini hari ini merapihkan bantal dan membantuku berbaring. Dan tanpa sungkan, dia juga menyelimuti tubuhku
“Panggil aku jika kamu butuh apa-apa” ucapnya sambil menatap dalam mataku. Dan aku hanya mengangguk mendengar ucapannya.
Melalui ekor mataku, aku melihat Arash berjalan keluar dari dalam kamar. Dan sebelum menutup pintu kamar, kembali dia menoleh ke arahku. Dan aku dengan terburu segera membuang pandanganku yang tepergok olehnya
...****************...
“Ta, kemana Rara?” Okta dan beberapa teller yang telah siap memulai pekerjaan saling toleh mendengar pertanyaan bos mereka
“Nggak ada yang tahu dari kalian?. Ini sudah hampir jam delapan pagi, dan ini bukanlah kebiasaan Rara datang telat” sambung pak Satria sambil menempelkan hp ke telinganya.
Sementara di tempat berbeda, aku masih tertidur pulas setelah baru pagi ini aku bisa tertidur kembali. Dan perawat yang telah kembali berada di ruangan perawatan Rara segera mengambil hp Rara yang berdering ketika didengarnya benda tersebut berdering tanda panggilan masuk
“Bos?” gumam suster tersebut membaca nama yang tampil di layar. Dengan segera diterimanya panggilan masuk tersebut, karena dia yakin jika yang menelepon adalah bos tempat Rara kerja
“Ya pak, selamat pagi?” jawab suster tersebut ragu-ragu
“Ra, kamu dimana? Kenapa jam segini kamu belum hadir di kantor? Jam operasional kantor sudah mulai ini”
Suster tersebut menoleh kearah Rara yang masih terpejam
“Maaf pak, saya buka ibu Tamara. Saya suster yang menjaga di kamar beliau”
Pak Satria yang ada di seberang mengernyitkan dahinya, kemudian dia berjalan masuk kearah ruangannya. Dan tidak mempedulikan tatapan penuh harap dari para karyawannya yang mengetahui jika bos mereka menelepon Rara
“Maksudnya?” tanya pak Satria sambil membuka pintu ruangannya
“Ibu Tamara kemarin terlibat kecelakaan, dan sekarang beliau di rawat di rumah sakit Permata”
“Rara kecelakaan?” nada suara pak Satria berubah panik “Bagaimana keadaannya, apakah parah?” lanjut beliau
“Sepertinya tidak pak. Tapi rencananya siang ini akan di cek ct scan untuk memeriksa bagian dalam. Karena kondisi bu Tamara masih tampak lemas. Dan sekarang bu Tamara masih tidur, oleh karena itulah hp nya saya yang angkat, saya tidak tega membangunkan beliau”
“Kasih tahu saya, di ruangan mana Rara dirawat. Saya kesana sekarang juga”
“Ruangan C2 pak”
Pak Satria mengangguk, kemudian segera beliau mengakhiri obrolan. Dengan cepat disambarnya kunci mobil yang terletak di sebelah laptopnya yang menyala, kemudian dengan segera dia keluar dari ruangannya
“Jika ada nasabah yang ingin mengajukan pinjaman dan ingin konsultasi sama saya pagi ini, tolong di pending dulu sekitar satu sampai dua jam” ucap pak Satria menghampiri para CS yang juga sudah mulai dengan layar komputer yang menyala di hadapan mereka
“Bapak mau kemana?” tanya Reni penasaran
“Ke Permata, Rara dirawat di sana. Kemarin sore dia kecelakaan”
Mulut Reni dan beberapa karyawan yang mendengar ternganga. Tika dan Okta sampai keluar dari tempat teller demi mereka dengar ucapan pak Satria
“Kalian lanjutkan kerjaan kalian. Biar saya yang pagi ini membesuk Rara duluan, kalian sore setelah jam kantor habis”
Seluruh karyawan yang berdiri di dekat pak Satria menganggukkan kepala mereka, kemudian dengan tatapan khawatir mereka mengikuti langkah pak Satria keluar dari dalam bank tempat mereka bekerja.
“Rara ngeyel sih…..” sesal Reni dengan mata berkaca-kaca
Dua temannya yang juga bekerja dibagian CS dan kemarin sempat mengobrol dengan Rara ketika pulang, segera merangkul Reni
“Semoga Rara tidak kenapa-napa Ren. Kita berdoa saja untuk kebaikan Rara” ucap mereka
Reni menyeka sudut matanya, dan segera mengambil hp miliknya. Kemudian melakukan panggilan video ke nomor Rara. Dan kembali yang menerima panggilan adalah perawat yang ada di ruangan Rara
“Ibu Tamara nya masih tidur….” Ucap perawat tersebut mengarahkan layar hp kearah wajah Rara
Kemudian Reni menanyakan keadaan Rara, dan perawat tersebut memberi jawaban jika Rara tidak kenapa-napa, hanya lemah saja yang menyebabkan dia harus beristirahat
Setelah melihat dan mengetahui keadaan Rara, Reni dan teman lainnya menarik nafas lega. Dan mereka segera kembali ke meja mereka masing-masing dan memulai pekerjaan mereka
“Bos dan teman sekantornya sangat peduli sama beliau. Lah kenapa suaminya malah nggak peduli?”gumam suster tersebut menatap bengong hp Rara
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments