Dokter Aldo tersenyum kemudian menggelengkan kepalanya. Dan aku kembali menarik nafas panjang mendengar jawabannya
"Kan kamu tahu sendiri Ra kalau kamu itu sehat"
Aku menghembus nafas panjang lagi, dan menatap kosong kearah dokter tersebut
"Tapi ini sudah tahun ketujuh dokter" lirihku menahan tangis
"Sabar.... Yang penting kamu berusaha dan berdoa. Kamu yakin saja sama Yang Di Atas"
"Harus berapa lama lagi dokter aku bersabar. Sedangkan semua teman aku sudah punya anak semua, aku malu jika kumpul dengan mereka. Terlebih ketika mereka menceritakan bagaimana repot dan sulitnya mereka mengatur anak mereka. Aku ingin merasakan apa yang mereka rasakan dokter, aku ingin mendengar teriakan mereka, mendengar tangisan mereka, mendengar rengekan mereka. Dan yang paling penting, aku takut mas Rafli berpaling dari aku" ucapku akhirnya dengan air mata mengalir
Dokter Aldo menarik nafas, dan aku mengulurkan tanganku meraih tisu yang ada di meja beliau
"Jangan stress, ini justru menggangu hormon kamu"
"Bagaimana aku tidak stress dokter, sebelum masuk kesini ada seorang perempuan yang benar-benar melukai perasaanku"
Sekarang giliran dokter Aldo yang menarik nafas panjang
"Tidak ada keluhan kan?" tanya beliau setelah kami sama-sama diam
Aku menggeleng
"Semuanya masih sama dokter. Aku masih jarang mens, dan itu membuatku selalu berharap jika itu pertanda aku hamil. Tapi setiap aku test pact hasilnya selalu negatif"
"Itu karena kamu stress. Cobalah kamu rileks, jangan semuanya dijadikan beban pikiran. Rafli mana, kok kamu sendirian?"
Aku menghembus nafas, sementara asisten dokter Aldo mulai memeriksa tensi darahku
"DL" jawabku singkat
Aku tidak melihat jika wajah dokter Aldo kembali berubah ketika mendengar jawabanku
"Darahnya rendah mbak"
Aku mengangkat kepalaku menatap kearah perawat tersebut
"Memang biasanya rendah kan?" ucapku balik bertanya
Perawat tersebut mengangguk, dan memintaku untuk berbaring. Setelah aku berbaring, dengan meminta maaf sebelumnya, dokter Aldo mulai memeriksaku
Aku menatap layar komputer yang ada di samping beliau
"Semuanya baik Ra. Nggak ada perubahan" ucap beliau sambil menatap layar komputer juga
Aku duduk, kemudian membetulkan kemeja yang tadi terangkat karena dokter Aldo memeriksa perutku
"Obatnya diminum rutin ya?" ucap dokter Aldo lagi setelah beliau mengambil obat di dalam lemarinya
Aku memperhatikan obat tersebut, tercenung cukup lama
"Bisa tidak dok kalau obatnya diganti?"
Aku lihat wajah dokter Aldo tampak kaget
"Kenapa?"
Aku mendecak
"Sudah sejak awal pernikahan selalu minum obat ini dokter. Tapi hasilnya masih nihil"
Ada senyum kaku di wajah dokter Aldo ketika mendengar jawabanku
"Tapi obat inilah yang diminta oleh Rafli"
Aku kaget mendengar jawaban dokter Aldo
"Maksudnya dokter?"
Kembali aku harus melihat ada guratan tegang di wajah dokter Aldo ketika aku kembali bertanya
"Obat ini memang anjuran Rafli, karena dia sangat menyayangimu Ra. Dan sebagai dokter aku harus mengiyakan apa kata pasien ku"
"Aku pasiennya dokter, bukan mas Rafli" tegas ku dengan nada tak suka
Dokter Aldo tersenyum dan kembali menjelaskan bahwa obat yang beliau beri adalah obat terbaik untuk menyuburkan kandunganku. Dan aku akhirnya kembali menyetujui obat tersebut
"Usahanya jangan kasih kendor" ucap beliau sambil tertawa kecil ketika aku menyalaminya
Aku pun jadi ikut tertawa dan mengambil obat yang tadi diberikannya padaku
"Sekalian itu ada pil tambah darahnya" sambung beliau
Aku mengangguk. Dan ketika aku keluar, perempuan muda yang tadi berbicara padaku tampak menoleh ke arahku
Dan aku hanya mengerling kearahnya, kemudian nyelonong pergi tanpa berniat untuk menyapanya kembali
****************
Aku segera membuka pintu rumah dan segera mendorong motor masuk. Setelah pintu depan tertutup, aku masuk ke belakang, mengambil piring
Suasana rumah sepi karena memang aku lebih sering sendiri. Terlebih karena sekarang mas Rafli DL, maka jadilah aku kembali sendirian di rumah ini
Sambil makan sate kambing yang sengaja aku beli karena darahku rendah, aku mendial nomor mas Rafli
Berdering namun tak diangkat ku ulangi sampai tiga kali tapi masih saja tak terjawab. Dengan menarik nafas kecewa aku meletakkan hp dan melanjutkan makanku
Suasana di luar sudah berubah temaram. Aku bangkit dan membawa piring dan gelas kotor ke belakang. Mau mandi tapi rasanya malas sekali. Akhirnya aku memilih untuk berbaring sambil melihat pesan masuk di what's app
Aku tersenyum ketika melihat para teman sekantorku yang saat ini tengah makan di sebuah restoran. Aku memberikan emoticon hati di tiap foto tersebut. Lalu aku berpindah ke group lain, hanya membaca tanpa berniat memberikan komentar
Puas dengan membaca seluruh pesan masuk aku berpindah ke media sosial lain. Cuma scroll ke bawah, melihat setiap konten yang tampil
Jam delapan malam, barulah aku bangkit dan berniat mandi. Ketika aku di dalam kamar mandi, terdengar hp ku berdering, dan aku dengan terburu menyiramkan air ke sekujur tubuhku, menangkap handuk dan segera keluar dari dalam kamar mandi
"Mas Rafli...." desis ku ketika aku membuka hp
Dengan segera aku menelepon balik nomornya, tapi kembali tak diangkat. Sedikit mendecak aku meletakkan hp dan mengeringkan tubuhku, berganti pakaian dan keluar dari dalam kamar
Kembali aku duduk termangu di ruang depan. Melamun.
Lamunan ku buyar ketika hp ku berdering. Secepat kilat aku berlari masuk kedalam kamar
"Kemana saja kamu hah?!"
Senyum yang tadi mengembang di bibirku hilang seketika ketika mendengar bentakan dari seberang
"Ketiduran lagi?" lanjut mas Rafli masih dengan nada marah
"Nggak mas, tadi mandi"
"Jam segini baru mandi? Ngelayap kemana aja kamu sampai jam segini baru mandi?"
Aku menarik nafas panjang
"Nggak bisa jawabkan kamu? Kebiasaan. Suami nggak ada, kesempatan ya untuk ngelayap"
"Ya Sudah lah mas. Aku males ribut. Ada aku menjelaskan juga mas masih nggak akan percaya" jawabku lesu
"Lah emang iya kan?"
Kembali aku menarik nafas panjang
"Aku dari dokter mas. Kan mas tahu aku kontrol"
Diam, kali ini suamiku tidak menyela ucapan lemah ku
"Apa kata Aldo?"
"Seperti biasa, baik semuanya"
Terdengar tarikan nafas mas Rafli
"Maafin aku ya mas karena sampai saat ini belum bisa ngasih kamu anak"
Diam, mas Rafli tidak menjawab
"Mas sudah sampai?" lanjut ku mengalihkan topik
"Sudah. Dan kemungkinan mas pulang ke rumah senin sore"
Aku mengiyakan. Tidak bertanya panjang lebar lagi walau sebenarnya aku curiga dengan dinas luar nya yang selalu di akhir pekan
"Sudah sana kamu tidur. Nggak usah banyak pikiran. Jangan hubungin mas kalo mas nggak menghubungi kamu"
Aku kembali mengiyakan dan meletakkan hp ketika obrolan berakhir
Kembali aku duduk, dan bermain hp untuk membunuh kesepianku. Mengobrol dengan teman semasa sekolah, tertawa cekikikan sendiri hingga larut malam
**************
Senin pagi aku memulai aktifitas baruku sebagai teller. Dengan semangat aku menjalankan pekerjaan baruku
Hingga jam tiga sore pelayanan ditutup dan aku melanjutkan dengan para nasabah yang tersisa
Jam empat, kantor bubar. Dan masih dengan semangat aku buru-buru keluar dari kantor. Aku hanya melambaikan tanganku kearah para teman sekantorku ketika aku berpapasan dengan mereka
"Kamu ngejar apaan sih Ra buru-buru gitu?"
Aku hanya memanyunkan bibirku kearah Reni, kemudian segera memundurkan motor dan langsung mengegas motor menuju rumah
"Mas Rafli sangat suka sama mie ayam" gumamku sambil menepikan motor kearah warung mie ayam langganan suamiku
Setelah mendapatkan dua bungkus pesananku, aku kembali mengegas motor menuju rumah
Berkali-kali aku melihat jam, tapi tanda-tanda suamiku pulang belum juga kelihatan. Dan mataku pun sudah mulai sayu saking suntuk dan lamanya aku menunggunya
Lagi-lagi aku terlonjak ketika terdengar suara gedoran kasar di pintu. Dengan terburu aku bangun dari sofa dan langsung membuka pintu
"Ketiduran?"
Aku mengangguk sambil tersenyum takut kearah suamiku yang wajahnya cemberut ketika pintu terbuka
"Kebiasaan!" lanjutnya sambil menyerahkan jaket yang tadi dipegangnya ke tanganku
Dengan sigap aku mengikuti langkah panjangnya menuju kamar
"Beresin koper itu!"
Aku tak menjawab, segera aku mengambil koper yang didorongnya kasar ke arahku. Mas Rafli masuk kedalam kamar mandi, sedangkan aku segera mendorong koper ke belakang
"Tiket pesawat ke Bali?" gumamku ketika aku menemukan sebuah tiket di tumpukan pakaian kotor suamiku
"Katanya dia DL ke Semarang?"
Dengan cepat aku mengambil bukti tiket tersebut. Menyelipkannya kedalam saku dasterku dan pura-pura tidak terjadi apa-apa ketika mas Rafli berjalan ke arahku
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments
Alfi
wah jadi curiga sama rafli
2024-08-01
0
martina melati
jika ragu, bisa tanyakn pd apoteker ato cari info digoogle
2024-04-06
0