Arash melihat ke jam tangan yang ada di tangannya
“Kita makan siang. Dan kamu tidak bisa menolak”
Aku tersenyum, kemudian menganggukkan kepalaku. Secara bersamaan kami berjalan bersebelahan dan ketika sampai di parkiran, Arash segera membuka pintu mobil bagian depan dan mempersilahkanku masuk
Aku segera masuk, duduk. Dan Arash berputar kemudian dia juga masuk, duduk di belakang setir.
“Safety belt nya” ucap Arash mencondongkan tubuhnya ke arahku
Aku kaget, wajahku menegang dan aku sedikit memundurkan kepalaku ketika tangan Arash menarik safety belt. Dan kembali aku menghirup aroma tubuhnya yang wanginya sangat lembut. Dan sepertinya Arash tidak menyadari jika perbuatannya membuat jantungku berdebar kencang
“Hei, kamu kenapa?” tanyanya ketika telah selesai memasangkan safety belt
Aku tergagap dan tersenyum kaku kearahnya, dengan cepat aku menggeleng dan menghembus nafas kasar
“Sepertinya kamu nervous?” ucap Arash sambil terkekeh dan memundurkan mobil
Aku tidak menjawab, dan merutuki diriku kenapa aku jadi nervous seperti ini.
“Makan dimana?” tanyanya setelah mobil mulai berjalan
“Dimana aja boleh, terserah” jawabku tanpa menoleh kearahnya karena aku tidak berani menoleh lagi kearahnya. Aku takut jika Arash kembali bisa membaca mimik wajahku
“Kenapa sih perempuan itu setiap ditanya mau makan dimana, jawabannya selalu terserah. Nanti giliran ketempat yang nggak disukai, ngambek, marah”
Refleks aku menoleh kearah Arash yang fokus menatap ke depan, terkekeh.
“Memang bener kan?” Arash kembali bersuara dan ikut tersenyum ke arahku
“Oke deh, makannya di dekat lampu merah KM 14. Disana makanannya enak-enak” jawabku akhirnya memutuskan tempat dimana kami akan makan siang
“Dimana itu? Jauh nggak?”
Aku kembali menoleh kearah Arash dan menatap bengong kearahnya
“Aku bukan orang sini Ra, jadi aku nggak tahu tempat yang kamu tunjukin tadi”
Aku langsung ber O panjang dan mengangguk-anggukkan kepalaku mendengar jawabannya
“Emang mas orang mana?. ku fikir mas orang sini loh”
Arash menggeleng
“Aku dari kota P. Dan sudah lima hari aku disini. Harusnya kemarin aku sudah pulang karena urusan aku sudah selesai, tapi gara-gara insiden aku nabrak kamu, terpaksa cancel”
Aku menjadi merasa bersalah mendengar jawabannya, dan menatap kearahnya yang masih fokus menatap ke depan
“Aku minta maaf mas. Gara-gara aku mas jadi lama disini”
“Nggak apa Ra. Santai aja. Hikmahnya aku jadi bisa kenal sama kamu, dan aku bisa nambah temen juga disini. Nggak cuma Ardi dan anak buahnya yang aku kenal. Oh iya, masih jauh nggak?” tanyanya
Aku lalu memajukan kepalaku, menoleh kanan kiri memastikan kami sekarang berada dimana.
“Nggak mas. Bentar lagi nyampe kok. Pertigaan di depan mas belok kanan, sekitar seratus meter sudah kelihatan kok rumah makannya. Nanti ada tulisan nama rumah makannya”
Arash mengangguk dan terus melajukan kendaraannya, dan tepat di pertigaan Arash belok kanan sesuai dengan instruksiku, kemudian dia memperlambat laju kendaraannya karena aku bilang bahwa sudah dekat. Dan benar saja, ketika dia melihat plang tulisan nama rumah makan, Arash belok kiri dan mobil yang dikendarainya masuk ke kawasan parker. Setelah memastikan mobil benar-benar terparkir dengan baik, Arash mematikan mesin mobil dan aku membuka safety belt di pinggang ku
“Perlu gandengan?” ucap Arash ketika kami sudah berdiri di luar mobil
Aku menoleh kearahnya, mendecak dan memutar malas mataku, sementara Arash terkekeh
“Ayo……” ucapnya mengulurkan tangan ke arahku yang kubalas dengan memukul lengannya
Arash kembali terkekeh dan mengekor di belakangku karena aku telah mendahuluinya berjalan masuk kearah rumah makan tempat biasa aku nongkrong dengan teman sekantor jika kami ingin kumpul bareng
Arash mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan rumah makan ketika kami sudah duduk
“Kayanya di sana lebih enak deh Ra” ucapnya menunjuk sebuah tempat di luar bangunan tempat kami duduk sekarang
Memang, rumah makan disini juga menyediakan tempat di out door. Berupa gazebo-gazebo untuk makan lesehan. Bukan yang duduk di kursi seperti tempat kami sekarang
“Jadi kita kesana?” tanyaku
Arash menganguk. Dan aku ikut mengangguk pula dan segera meraih tas yang tadi aku letakkan. Secara bersama kami berdiri dan berjalan keluar ketempat yang diinginkan oleh Arash
“Tuhhhhh disini malah lebih enak” ucap Arash setelah dia duduk
Kembali dia mengedarkan pandangannya pada bunga dan tanaman hijau yang tertata rapi di sekitar tempat ini
“Udaranya jauh lebih sejuk disini. Udara alami, bukan kipas” ucapnya yang kujawab dengan tersenyum
Seorang pelayan menghampiri kami, dan memberikan daftar menu
“Kamu aja yang pilih Ra, aku ngikut kamu aja” ucap Arash menolak ketika pelayan berniat memberinya daftar menu
“Nanti selera kita beda mas……” jawabku tanpa menoleh kearahnya karena aku sedang membaca daftar menu yang ada di tanganku
“Aku mah gampang orangnya. Apa aja aku suka”
Aku mengangguk, setelah itu aku menyebutkan satu menu makan dan juga minuman untuk kami. Setelah pelayan pergi, kami berdua sama-sama diam. Dan itu membuat canggung di hatiku
Aku sesekali melihat keluar untuk membuang rasa gugup di hatiku. Begitu juga dengan Arash
“Hmmmm, Ra kalau aku nanya sesuatu sama kamu. Kamu mau jawab?” tanya Arash setelah sekian menit kami tidak ada yang bersuara
Aku diam, dan memandang kearah Arash dengan wajah serius
“Nggak deng, bercanda” jawabnya yang membuatku menarik nafas panjang dan cemberut
“Nggak lucu” rajukku
Arash terkekeh, dan aku masih cemberut ketika hp dalam tas ku berdering. Dengan cepat aku merogoh tas, dan langsung menerima panggilan masuk dari mas Rafli
“Ya Mas?”
Mata Arash langsung mengerling ketika mendengar suara Rara menyebut nama mas, dan suaranya juga langsung berubah lembut
“Ketemu motornya?. Awas kalau sampai aku pulang motor itu nggak ada di rumah”
Aku menarik nafas panjang mendengar bentakan suamiku
“Ada mas motornya, motornya di bengkel, sedang dibenerin. Nanti aku ambil kok”
Dan kembali Arash memperhatikan mimik wajah Rara yang berubah seperti orang ketakutan
“Inget ya, aku nggak mau bayar biaya perbaikannya. Kamu suruh aja orang yang nabrak kamu itu untuk tanggung jawab. Kan dia yang menyebabkan motor itu rusak”
“Iya, aku ada kok mas uangnya. Tenang aja” jawabku masih berusaha tenang dengan tersenyum
Dan Arash yang memperhatikan sejak tadi hanya bisa menarik nafas dalam, terlebih ketika dilihatnya bagaimana wajah Rara yang sedih tapi tersenyum, dan senyum itu getir sekali kelihatannya
“Mas jangan lupa makan ya?”
Tak ada jawaban, dan aku segera menatap layar hp yang sudah gelap
“Oh, sudah putus toh…..” ucapku tertawa
Kemudian aku menatap kearah Arash yang masih betah melihat ke arahku
“Suamiku yang nelepon” ucapku lagi tanpa dimintanya
“Tahu, buktinya kamu manja sekali ketika berbicara sama dia” jawab Arash
Aku kembali tersenyum dan membuang wajahku.
“Manja?. Manja dari mana? adanya aku ketakutan” batinku sambil menggigit bibirku
“Kamu sudah lama nikahnya?”
Aku mengangguk “Tujuh tahun lebih”
Arash mengangguk-anggukkan kepalanya.
“Mas Arash sudah menikah juga?” tanyaku ingin tahu status pria yang bersama denganku saat ini
“Menurut kamu?” Arash malah balik bertanya dan kesannya dia ingin mengujiku
Aku diam, aku menatap kearahnya tanpa berkedip, kemudian aku mengangguk
“Sudah. Nggak mungkin mas belum menikah”
Arash terkekeh
“Padahal aku pengen ngaku single depan kamu. Tapi ternyata kamu bisa nebaknya”
Aku ikut terkekeh. Dan tawaku masih belum reda ketika pelayan membawakan pesanan kami. Setelah selesai meletakkan seluruh pesanan di atas meja dan aku mengucapkan terima kasih, pelayan tersebut pergi
“Yuk dimakan” ucap Arash mendahuluiku
Aku perhatikan bagaimana dia makan. Tidak ada canggung sama sekali, seakan aku adalah teman lamanya. Dan hal itu membuatku menjadi tidak ragu juga untuk makan
“Mas sudah punya anak?” tanyaku di sela kami makan
Arash mengangkat kepalanya, meraih tisu kemudian minum.
“Sudah. Kami sudah mempunyai tiga orang anak. Dua cowok satu cewek”
Aku melebarkan senyumku ketika dia menyebut jumlah anaknya. Aku yakin Arash dan istrinya pasti pasangan yang sempurna. Dan aku yakin mereka adalah keluarga bahagia
“Sudah besar semua mas?” kembali aku bertanya
“Sudah. Yang pertama tujuh tahun, yang kedua lima tahun, dan yang ketiga hampir empat tahun” jawab Arash sambil menyendok nasi
“Wah pasti seru ya mas ketika kumpul sama anak…..” ucapku lagi dengan mata berbinar
“Iya, apalagi yang bungsu. Dia yang paling manja sama aku. Setiap aku pulang kerja, dia yang selalu ingin duduk di pangkuan aku. Dan aku suka sekali menciuminya, apalagi jika dia sudah mandi, wangi minyak telon, aku suka”
Aku bisa menangkap sinar bahagia di mata Arash, dan aku ingin sekali merasakan kebahagiaan itu. Tapi entah itu kapan akan terwujud
“Ehm, kalau kamu Ra?”
“Apanya mas?”
“Anak kamu berapa?”
Aku segera meraih gelas minumanku, dan meminumnya dengan susah payah. Dan Arash menghentikan gerakan tangannya, diletakkannya sendok, menatap ke wajah Rara yang berubah mendung
“Maaf kalau pertanyaan aku salah”
Aku menggeleng dan berusaha tersenyum kearah Arash
“Nggak adil rasanya kalau aku juga tidak menjelaskan kehidupan aku. Padahal mas sudah menceritakan semuanya” ucapku berusaha tersenyum
“Nggak dijawab nggak apa kok Ra”
Aku menggeleng
“Aku sampai sekarang belum punya anak mas”
Arash memundurkan tubuhnya, menyandarkannya di sandaran kursi dan menanti kelanjutan cerita dari Rara. Dan aku kembali berusaha tersenyum walau sebenarnya aku berusaha menyembunyikan luka di hatiku
“Kata dokter aku baik-baik saja, aku sehat. Tapi nggak tahu kenapa sampai sekarang aku belum juga hamil”
Aku menghembus nafas panjang setelah mengucapkan kalimat tersebut, nasi yang masih ada di piring rasanya tidak menggugah selera ku lagi. Sebagai gantinya, aku kembali menyeruput minuman di gelas
“Kalau kata suamiku, aku mandul….” tambahku lagi sambil tertawa getir
Arash menarik nafas panjang mendengar ucapan terakhir Rara. Segera diremasnya jari Rara seakan memberikan kekuatan
“Aku nggak apa-apa kok mas. Mungkin yang dikatakan mas Rafli benar kalau aku memang mandul. Buktinya, sekian lama menikah aku masih saja tidak bisa memberikannya keturunan”
“Sudah Ra. Jangan dilanjutin. Maaf karena pertanyaanku membuat kamu jadi sedih”
Aku menggeleng dan kembali berusaha tersenyum
“Sudah, lanjutin makannya. Kita nggak usah bahas masalah ini. Yang penting kamu jangan lupa berdoa dan ikhtiar. Apalagi kata dokter kamu sehat”
Aku mengangguk, tapi seleraku sudah hilang. Dan aku hanya memperhatikan Arash melanjutkan makannya
“Oh, sebentar” ucapnya ketika hp nya berdering
“Istri aku” ucapnya lagi sambil memamerkan layar hp nya ke arahku
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments