“Yakin kamu pulang?” lirih mama dengan wajah sedih ketika jam delapan malam aku berpamitan
Aku mengangguk dan mengusap lengannya. Ah, tatapan mata mama. Tatapan yang sarat dengan kasih sayang yang membuatku tak kuasa hingga memeluknya
“Week end aku janji bakal nginep disini ma” ucapku sambil mengusap punggungnya
Mama melepas dekapanku dan matanya tampak berbinar. Dan aku tersenyum serta menganggukkan kepalaku memastikan mama bahwa aku tidak bohong
“Mama akan jemput kamu” ucap mama, masih dengan mata yang bersinar bahagia
“Nggak usah ma. Aku bisa kesini sendiri”
Mama mengangguk, kemudian papa mengusap kepalaku. Dan sungguh, aku merasakan sangat disayang oleh papa tiap kali beliau mengusap kepalaku
“Papa nanti yang akan minta izin sama suami kamu”
Aku menggeleng cepat
“Mas Rafli pasti setuju pa. Kan mas Rafli tahu jika aku anak papa. Jadi, mama sama papa nggak usah izin. Nanti biar aku yang bicara sama mas Rafli”
Papa melirik kearah mama. Dan aku menangkap jika orang tua asuhku saling tatap untuk beberapa detik
“Kamu yakin?” kembali mama menunjukkan ketidakyakinannya. Dan kembali aku mengangguk pasti
Kemudian mama berteriak memanggil asisten rumah tangga di rumah ini, yang langsung datang tergopoh dengan menenteng kresek besar
“Ini bu…..” ucap asisten tersebut meletakkan kresek besar yang dibawanya ke lantai
“Kamu bawa ini” ucap mama melihat kearah kresek yang ditaruh di dekat kakinya
“Ya ampun ma, aku kesini cuma bawa satu box kue, tapi pulang malah bawa sebanyak ini?”
Mama dan papa tersenyum sedang pak Satria mendecak
“Mama tahu kamu itu butuh asupan gizi yang banyak, makanya mama bawain kamu sebanyak ini. Lagian jujur ya Ra, kakak nggak suka kalau kamu selalu makan mie instan”
Aku nyengir kearah pak Satria, sedangkan mama mendelikkan matanya kearah pak Satria
“Mama lebih nggak suka kamu memarahin adik kamu”
Wajah pak Satria langsung tampak kaget, kemudian beliau hanya menarik nafas panjang dan aku makin mengembangkan senyumku kearahnya
“Dari dulu saingan terberat dalam hidup aku cuma kamu Ra”
Papa dan mama sontak terkekeh mendengar pak Satria menggerutu, sedangkan aku langsung terbahak. Di luar dugaanku, pak Satria langsung memelukku erat, yang membuat aku sontak menghentikan tawaku
“Kami sangat menyayangi kamu Ra…..”
Aku bergeming. Tiba-tiba mataku terasa panas, dan aku kian menempelkan kepalaku di dada kakak angkat ku ini
“Kok malah mellow-melow gini sih?” ucap mama yang menyusut sudut matanya
Aku mendongakkan kepalaku, menatap dalam mata pak Satria
“Aku juga sangat menyayangi kalian semua kak…..” lirihku
“Oke, sudah mellow nya. Week end, kakak juga akan mengajak keluarga kakak nginap disini. Biar rumah mama rame dengan lima anak kakak”
Aku langsung mengangguk cepat. Karena aku juga sudah sangat kangen dengan kelima ponakanku. Selesai berpamitan, papa segera menenteng kresek oleh-oleh untukku dan langsung memasukkannya ke mobil pak Satria. Dan sebelum masuk, aku mencium pipi kedua orang tuaku dengan sayang. Dan kami melambaikan tangan ketika pak Satria akan memutar mobil keluar dari halaman
Di jalan menuju rumah
Aku duduk di depan, tempat yang sama ketika berangkat tadi. Sesekali aku dan pak Satria saling toleh dan tersenyum
“Kakak senang melihat wajah kamu tampak bahagia Ra”
“Iya kak, aku bahagia banget akhirnya bisa ketemu sama mama papa” jawabku dengan riang
Pak Satria mengangguk setuju
“Suami kamu sudah ngabarin?”
Senyum di wajahku mendadak hilang. Aku memutar mataku mencari alasan agar pak Satria tidak curiga
“Sudah kak,tadi mas Rafli chat aku bilang kalau dia nggak bisa nyusul ke rumah mama” bohongku
“Baguslah. Semoga ketika kita sampai rumah Rafli sudah pulang”
Aku mengangguk cepat, tapi wajahku masih saja tegang. Dalam hati aku juga berharap yang sama seperti yang tadi diucapkan pak Satria. Tidak bisa aku bayangkan jika ternyata ketika sampai rumah mas Rafli nggak ada, dan pak Satria semakin curiga jika aku memang sering ditinggal oleh suamiku
Akhirnya mobil sampai di depan rumah. Dan sialnya, rumah dalam keadaan gelap gulita yang menandakan jika tidak ada orang di dalam rumah kami. Aku menghembus nafas panjang dan segera melepas seat belt.
“Rumah kamu kayanya gelap Ra. Apa Rafli sudah tidur?” tanya pak Satria sambil melepas seat belt nya juga
“Mungkin kak” jawabku seolah pada diriku sendiri. Padahal aku sangat yakin jika mas Rafli tidak ada di rumah. Entah ada di mana dia saat ini, apakah masih pergi dengan bos nya atau entah kemana. Karena mas Rafli sedikitpun tidak memberi kabar padaku sejak dia pergi kemarin
“Kakak boleh mampir kan Ra?”
Aku mengangguk dengan ragu. Tak mungkin aku melarang pak Satria untuk mampir ke rumah kami, walau bagaimanapun juga dia adalah kakakku
Ketika sampai di depan pintu, aku segera mengeluarkan kunci rumah dari dalam tas dan segera mendorong pintu. Aku masuk duluan dan segera menghidupkan seluruh saklar lampu, sedangkan pak Satria masuk dengan ngeloyor langsung ke belakang meletakkan kresek dari mama tadi
“Kak, kalau mau minum atau apa ambil sendiri ya….” Kataku dengan cukup kencang karena aku masuk ke dalam kamar untuk berganti baju karena aku mau mandi
Aku membiarkan pak Satria, duduk di ruang tamu sendirian. Aku segara masuk ke dalam kamar mandi dan mandi dengan cepat, sama cepatnya dengan aku berganti baju
“Apa setiap malam suami kamu pulang seperti ini?”
“Nggak kak, tumben aja malam ini mas Rafli pulang telat. Tadi sih mas Rafli bilang kalo dia kerjaan di luar kota, makanya mungkin karena itulah mas Rafli jam segini belum sampe rumah”
Aku lihat pak Satria tersenyum dingin mendengar jawabanku. Sepertinya dia tidak yakin dengan jawabanku. Hingga nyaris setengah jam pak Satria di rumah kami tapi mas Rafli belum pulang juga, sampai akhirnya membuat pak Satria berpamitan pulang
“Hati-hati ya Ra. Jika ada apa-apa segera hubungin kakak”
Aku mengangguk, dan mencium punggung tangannya begitu pak Satria mau masuk kedalam mobil. Selepas itu aku masuk kedalam rumah, mengambi obat dan meminumnya. Tiap kali aku meminum obat penyubur kandungan dari dokter Aldo aku selalu mengusap pelan perutku. Begitu besar harapanku agar ada janin bersemayam di sana suatu hari nanti
...****************...
Aku kembali terlonjak kaget ketika terdengar suara gedoran kasar di pintu. Dengan cepat aku turun dari ranjang berjalan menuju depan. Segera membuka pintu, dan sedikit kaget mendapati keadaan mas Rafli yang begitu kusut
“Semua ini gara-gara kamu!!!!” ucap mas Rafli sambil mendorong kasar dadaku sehigga membuatku nyaris jatuh ke belakang, untunglah ada pintu yang bisa menopang separuh tubuhku sehingga aku tidak jadi jatuh. Tapi tubuhku yang terbentur pintu dengan kuat tadi lumayan menimbulkan nyilu
Mas Rafli masuk, melemparkan tas ke atas meja, mengangkat sepatunya, kemudian melemparkan sepatunya ke arahku. Dengan cepat aku mengelak sehingga sepatu yang melayang tadi tidak mengenai wajah atau kepalaku
“Kamu tidur di kamar depan, jangan tidur di kamar kita. Aku nggak mau dekat-dekat kamu!!”
Aku menarik nafas panjang, membiarkan mas Rafli masuk ke dalam kamar dan aku memilih masuk ke kamar depan, sesuai dengan perintahnya. Ucapan mas Rafli tadi mengganggu tidurku. Apa maksudnya dengan kalimat semua ini gara-gara aku. Apa pak Satria memarahi mas Rafli? Atau ada masalah lain? Tapi kenapa malah aku yang disalahkan? Kan aku nggak tahu apa-apa?
Aku membolak balikkan tubuhku hingga nyaris pagi memikirkan ini semua. Segala perasaaan campur aduk hingga membuatku pusing dan tak sadar jika akhirnya aku terlelap. Besoknya, ketika sarapan wajah mas Rafli tampak muram, dan aku sedikitpun tidak bertanya tentang maksud omongannya semalam. Jika aku bertanya, yang ada bakal ribut, dan aku tak mau mentalku pagi-pagi telah rusa oleh ucapan kasarnya
Ketika mas Rafli mau berangkat kerja, aku mencegat langkahnya. Kebetulan saat itu kami sama-sama akan menuju kendaraan kami
“Mas, malam besok aku nginep di rumah mama”
“Terserah” jawabnya ketus
“Mas ikutan ya?” ucapku penuh harap
“Nggak. Bilang aja sama orang tua kamu aku sibuk”
Aku diam, dan menarik nafas panjang ketika mas Rafli berjalan duluan dan masuk kedalam mobil. Tanpa klakson, tanpa berpamitan dia ngeloyor pergi. Dan aku yang sudah biasa dengan kelakuannya hanya bisa menarik nafas panjang
Tiba di bank, aku segera bergabung dengan teman-temanku karena jam operasional belum dimulai. Dan ketika dimulai, aku segera duduk di kursiku dan langsung bekerja secara professional hingga sore. Dan jum’at sore, ketika berjalan menuju motor, aku segera menelepon mas Rafli, mengabarinya jika aku tidak pulang ke rumah karena aku akan ke rumah mama. Dan pulang ke rumah lagi senin sore. Tapi seperti yang sudah-sudah, telepon ku tidak diangkat. Aku segera mengiriminya pesan suara yang menyatakan jika aku langsung pergi ke rumah mama
“Motor kamu biar Leo yang bawa!”
Aku memutar badanku ketika mendengar suara pak Satria.
“Tapi kak?”
“Nggak ada tapi-tapian. Masuk mobil kakak!”
Aku menurut dan memberikan kontak motor ke tangan Leo yang berdiri di dekat pak Satria, kemudian aku segera masuk kedalam mobil kakak angkat sekaligus atasanku tersebut
“Rafli nggak ikut?”
Aku berusaha tenang ketika pak Satria bertanya tentang keberadaan suamiku
“Nggak kak. Mas Rafli sangat menyesal karena nggak bisa ikut. Habisnya mas Rafli itu sebenarnya nggak enak badan dari semalam kak”
Pak Satria hanya ber o panjang, dan itu sudah cukup membuatku lega karena dia tidak banyak bertanya. Setengah jam lebih, mobil pak Satria masuk halaman rumah mama, dimana aku lihat kelima keponakan ku sedang bermain dengan papa
“Kak cepet….!!!” Ucapku antusias ketika melihat mereka berenam bermain di taman
“Kamu itu kalau lihat anak kakak, pasti nggak sabaran” pak Satria menggerutu yang membuatku terkekeh. Belum sempat mobil pak Satria berhenti, aku sudah membuka seat belt, dan siap membuka pintu mobil
Pak Satria menggelengkan kepalanya ketika melihat aku tidak menggubris ucapan hati-hati darinya ketika aku turun dan sambil berlari melepas high heel di kakiku
“Kesayanga tanteeeee……” teriakku berlari kencang kearah mereka semua
Papa yang tengah memutar badan si bungsu tersenyum, sedangkan keempat anak pak Satria yang lainnya segera berhamburan menyongsongku
Aku mendekap hangat dan menciumi pipi mereka dengan sayang. Rasanya aku sangat kangen dengan mereka semua
“Tante Rara sombong sekarang” protes anak kedua pak Satria, gadis cantik yang sekarang berumur sepuluh tahun. Yang lain mengangguk setuju yang membuatku memasang wajah sedih kearah mereka semua
“Maaf……” lirihku
Keempatnya kembali mendekap ku, dan membawaku bergabung dengan papa dan anak bungsu pak Satria. Teriakan mama yang memintaku masuk hanya aku jawab dengan lambaian tangan. Hingga hari sudah mulai gelap barulah kami masuk
Aku segera memeluk kakak iparku, istri kak Satria. Wanita cantik yang mendedikasikan dirinya menjadi ibu rumah tangga seutuhnya atas kehendaknya sendiri
“Kok kakak lihat kayanya kamu kurusan ya Ra?” ucapnya sambil meneliti badanku
“Perasaan kakak saja” jawabku sambil tersenyum
“Suami kamu nggak ikut?” aku menelan ludah ketika mama bertanya
“Suaminya nggak enak badan ma”
Aku menoleh kearah pak Satria yang saat itu menggendong anak keempatnya
“Bener?” tanya mama dengan nada khawatir
“Hanya kecapean ma……” kembali aku berbohong
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments
Wanti Wanti
penasaran dengan profil suaminya rara
2024-02-01
1