Yara berusaha sekuat tenaga untuk menyingkirkan tubuh pria kurus yang sedang berusaha melecehkannya.
Penampilan nya sudah tak karuan.
Terdengar pintu di dobrak dari luar dan memunculkan sosok pria yang tak seharusnya Yara lihat atau bahkan pria itu tak perlu melihat keadaan Yara yang terlihat sangat menyedihkan.
Arzan segera menerjang tubuh Roni dengan kaki jenjangnya.
Roni jatuh terjengkang ke belakang karena tak siap menerima tendangan dari pria yang jauh lebih tinggi dan yang pasti lebih berbobot darinya.
Yara beringsut kebelakang dan berusaha menutupi bahunya yang polos dengan seragamnya sudah tak terbentuk lagi.
Arzan menoleh ke belakang dan segera melepaskan jas mahalnya lalu menutup tubuh kecil Yara yang menggigil ketakutan.
Rahangnya mengeras. Dan secepat kilat Arzan kembali menatap tajam ke arah Roni yang kini sedang ketakutan. Sebentar lagi ia pasti akan mendapatkan balasan dari perbuatannya.
"Berani sekali kau berbuat tidak senonoh di perusahaan ku" ujar Arzan berang.
"Maaf tuan, wanita itu yang harusnya disalahkan karena dia yang menggoda duluan " ucap Roni yang justru malah menyalahkan Yara.
"Jangan banyak alasan, Kevin usir orang ini dari perusahaan ku dan pastikan jika dia tidak pernah diterima di manapun" ucap Arzan yang benar-benar murka.
Kevin mengaguk dan segera memanggil petugas keamanan untuk menyeret Roni keluar dari Zein's company.
Arzan lalu berbalik dan menatap kearah Yara dengan tatapan yang tak terbaca.
"Yara..." panggil Lusi yang begitu tahu perihal musibah yang menimpa Yara. Nafasnya belum teratur karena tadi ia berlari dari lantai lima menggunakan tangga darurat.
Lusi ingin memeluk Yara tapi langkahnya terhenti karena ia kalah cepat dengan Arzan yang kini telah mengendong Yara ala bridal style.
Para pekerja sudah berkerumun mendengar keributan itu.
Semua mata menatap kearah Arzan dan Yara. Tapi seperti biasa, pria sedingin kutub Utara itu hanya diam dan terus melangkah.
Yara yang tak siap dengan perlakuan dari Arzan sempat protes.
"Tuan, tolong turunkan saya. Saya tidak apa-apa" ucap Yara pelan.
Arzan hanya menatap dingin dan tidak mengindahkan permintaan dari wanita itu.
"Kau diam lah, jika tidak, aku akan melempar mu dari gedung ini" ucap Arzan tanpa ekspresi.
Yara hanya bisa menyembunyikan wajahnya dileher Arzan bahkan hingga sampai di lobi kantor dimana Kevin sudah menunggu di sana dengan mobil mercy yang telah terparkir dengan rapi.
Arzan meletakkan Yara dengan hati-hati di kursi penumpang dan yang lebih mengejutkan lagi bagi semua orang adalah Arzan yang mengemudikan sendiri mobilnya tanpa Kevin.
"Lusi... tolong cubit aku" ucap mbak Tami yang ingin memastikan penglihatannya.
Lusi melakukan apa yang diminta wanita beranak satu itu.
"Aduh.... Sakit Lusi! Kau mencubitnya seperti ada dendam saja" kesal mbak Tami.
"Tadi minta dicubit sekarang malah protes dasar aneh" sahut Lusi tertawa.
"Ya tapi nggak gitu juga" sahutnya lagi.
"Sudah-sudah, itu Yara mau dibawa kemana sama pak bos. Aku kok ya khawatir gitu loh, apalagi tadi ada luka di sudut bibirnya. Ya ampun malang sekali nasib mu Yara " ucap Bu Ambar menghentikan perdebatan antara Lusi dan Tami.
"Ck... Wanita penggoda itu sudah berhasil membuat skenario yang mengorbankan mas Roni. Kasihan mas Roni jadi tumbal si Yara" ucap salah seorang rekan Yara yang sedari awal memang tak menyukainya.
"Jaga mulutmu Tari, jangan memfitnah sembarangan. Lagi pula memang si Roni itu yang dari awal sudah berniat jahat pada Yara" bela Bu Ambar yang di setujui oleh Lusi dan Tami.
"Sudah kalian kembali bekerja" terdengar suara asisten Kevin yang membubarkan kerumunan orang-orang di lobi kantor.
...****************...
Yara masih menatap takut kepada Arzan yang masih mengemudi mobil nya. Ia menoleh kearah kiri untuk memastikan kemana pria ini membawa nya.
"Tuan... kita akan kemana?" tanya Yara takut.
Arzan menatap sekilas dan kembali berkonsentrasi mengemudi.
Yara melipat bibirnya. "Aduh..isshh" keluh Yara ketika sudut bibirnya yang terluka tak sengaja tergigit.
Arzan kembali menoleh. "Pakai tisu ini, sudut bibir mu berdarah" ucapnya sambil menyerahkan sekotak tisu yang ia ambil dari selipan pintu disebelahnya.
Arzan tiba di sebuah klinik yang tidak terlalu besar namun cukup ramai dengan para pasien yang ingin berobat.
"Kau tunggu di sini" ucap Arzan sambil melepaskan seat belt nya dan keluar dari mobil mewah nya menuju arah klinik.
"Wah ada angin apa seorang Arzan Alvaro Anderson mengunjungi klinik kecilku ini" sapa seorang pria yang usianya tak berbeda jauh dari Arzan.
"Kau berisik sekali. Aku butuh bantuan mu, ayo cepat dan bawa peralatan mu sekarang. Ikut aku" ucap Arzan yang lebih terdengar seperti perintah.
Pria ber sneli itu ingin mengumpat tapi ia urungkan niatnya dan lebih memilih mengikuti langkah Arzan dari belakang.
"Masuk dan obati luka di bibirnya. Ingat hanya dibibir saja tidak yang lain" ujar Arzan yang seolah-olah sedang menekankan kepemilikan nya.
"Ck... Kau selalu begitu" umpat dokter sekaligus sepupunya.
"Selamat siang nona, perkenalkan namaku dokter Ameer. Eh kita sepertinya pernah bertemu tapi dimana ya" sapa pria itu yang tak lain adalah dokter Ameer.
"Kau periksa saja. Nggak usah tebar pesona" ujar Arzan kesal.
Dokter Ameer hanya mencebikkan bibirnya tapi tetap melakukan tugasnya mengobati luka di sudut bibir Yara.
Mata Ameer seperti menangkap sesuatu tapi ia tetap menahan mulutnya agar tidak bersuara dan menyimpan rasa penasaran nya sendiri.
"sudah ... Nanti kau bisa beli salap di apotik seperti yang tertera di kertas ini" ucap dokter Ameer sambil menyerahkan secarik kertas berisi resep salap luka untuk Yara.
"Jika sudah kau pergilah" usir Arzan kemudian.
"Kau harus tahan-tahan dengan pria ini. Dia gampang sekali marah" ucap dokter Ameer sesaat sebelum ia meninggalkan mobil Arzan.
Arzan kembali berada dibelakang kemudinya. hari sudah semakin siang, janji temu dengan seseorang yang tadi telah direncanakan oleh Arzan dan Kevin telah ia serahkan kepada asisten nya itu.
Arzan dilanda kebingungan. Kini baru ia sadari telah membawa salah seorang karyawannya dan tak tahu harus membawanya kemana.
Yara masih menatap takut ke arah Arzan. Ia juga bingung saat ini harus pulang kemana. Tidak mungkin ia pulang ke rumah orang tuanya dengan kondisi seperti ini tapi jika ia kembali ke kontrakan nya jauh lebih tidak mungkin lagi. Ia pasti akan menjadi bahan gunjingan orang-orang apalagi ia pulang diantar oleh seorang pria.
Dalam kebingungan mereka berdua, tanpa disadari justru Arzan membawa Yara ke apartemennya. Entah lah tapi cuma ini satu-satunya cara yang terpikirkan oleh Arzan.
"Ayo turun" ucapnya saat setelah sampai di parkiran basemant.
"Eh kita dimana pak?" tanya Yara bingung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments