...****************...
~Leonardo~
Hari ini ayah memanggil ku kekantornya, Aku terburu-buru naik ke ruangannya.
Tok ...Tok ...
Aku mengetuk pintu ruangannya berlahan.
"Masuk!"
Ku beranikan diri untuk menghadapnya,.
Kreek ...
Ku buka pintu berlahan aku masuk ke dalam ruangan itu, sekarang Aku duduk persis di hadapan Ayah Dia menatap ku tajam.
"Bagaimana, sudah kau temukan kakak mu?" Ayah menatap ku sambil menghisap cerutunya.
Aku tak langsung mejawabnya, ku tatap wajahnya kemudian.
"Belum!"
Kedua tangan ku meremas paha ku, aku sudah siap secara mental menerima apapun yang dia lakukan pada ku.
Buk ...
Dan benar saja dia menghajar wajah ku dengan keras.
"Apa benar kamu seorang Dante?" aku terus menunduk, tak berani melihat mata Ayah.
"Kalau sampai di Usainya yg ke 20 dia masih hidup," kata Ayah seketika berhenti bicara.
"Kamu tamat!" menatap ku penuh intimidasi.
Aku tidak mengerti kenapa Ayah ingin sekali mencelakai Lilian, aku tak pernah berpikir dia akan sejahat itu kepada putrinya sendiri.
Bahkan dia rela menghabisi prof Jacob mantan mertuanya, Aku tidak di beri tahu alasannya, Ayah harus bertindak sejauh ini.
Aku terus berfikir bagaiman caranya agar dia berhenti menyiksa ku, akhirnya aku memutuskan untuk memberi tahunya.
"Ayah, ada yang ingin aku sampaikan," kata ku sambil menatap Ayah.
"Aku bertemu dengan Kakak bersama tunangannya William Jones," kata ku.
Tiba-tiba mata Ayah ku berbinar, dia memegang pundak ku kemudian mengambil ponselnya, dia menghubungi seseorang.
"Cari keberadaan William Jones!"
"Kalau kau menemukan mereka langsung eksekusi," katanya memutuskan sambungan telpon.
"Ayah kenapa harus sejauh itu?" kata ku berlahan.
"Leo!" suaranya terdengar menyeramkan.
"Kenapa Ayah ingin mecelakai putri ayah sendiri?"
Ayah mengusap punggung ku.
"Dia bukan putri ku, hanya kau anak Ayah!"
Aku tidak tau harus bereaksi seperti apa.
Kemudian dia berdiri, menatap gedung gedung tinggi yang terlihat dari ruang kantornya.
"Aku berfikir Keberadaannya tidak akan mengacam diri mu, jadi ku biarkan dia hidup sampai sekarang" ungkap Ayah sambil menatap kedepan.
Aku terdiam, aku merasa Lillian sudah seperti kakak ku ,aku menyayanginya.
"Kalau dia bukan kakak ku lantas siapa dia?"
"Dia kakak sepupu mu," jawab Ayah tak kalah bergetar nada suaranya,
Aku pernah mendengar Ayah memiliki saudara kembar yang sudah meninggal dia terbunuh saat Kakak ku di lahirkan, cerita itu terputus sampai situ.
"Apa Ayah, tidak pernah menganggapnya seperti putri Ayah?" aku menghampirinya dan berdiri di sampingnya senja pun mulai terlihat.
"Aku membiarkannya hidup lama sekali," kata Ayah.
"Menurut mu aku orang seperti itu?" entah apa maksud dari perkataannya.
Aku tak bisa memahami cara berpikirnya.
"Aku lebih menyayangi mu, dari apapun kau adalah anak laki-laki ku yang berharga," kata Ayah sambil merangkul ku.
Aku tersenyum menatapnya, sekaligus merasa takut padanya.
"Kita harus melakukan hal yang kejam, untuk ada di posisi ini"
"Kalau kamu Ragu, kamu akan hancur," kata Ayah ku lagi.
Aku mengamati setiap ucapannya, tapi aku tau ibu tak akan setuju dengan perbuatan Ayah ibu sangat menyayangi Lilian.
Hanya saja kami tidak terang terangan menujukannya.
Dari Luar aku seperti memiliki segalanya, Aku memiliki semua kemewahan, yang anak laki laki inginkan, tanpa mereka tahu apa yang sudah aku alami.
Ayah menyiksa ku setiap saat. Saat aku tidak sesuai ekspetasinya, aku akan jadi sasaran kemarahannya.
Berbagai jenis siksaan pernah ku alami, di bakar dengan cerutu di sekujur tubuh ku, meremukan jari jari ku, di siram coffee panas pun aku pernah mengalaminya.
Dia selalu berdalih, dia sedang mengajari ku menjadi pria sejati.
Ibu ku tak luput dari siksaannya, retak atau patah tulang seperti hal yang lazim baginya.
Bukan tanpa Usaha, Ibu pernah berusaha membawa ku kabur darinya tapi selalu gagal. Demi melindungi ku ibu bertahan di sisi Ayah sampai detik ini.
Sebagai pelampiasan trauma ku, aku tumbuh jadi seorang tuan muda yang brengsek. Aku sering main perempuan, aku pakai narkoba.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments