...****************...
Langit tampak mendung mata William dan Lilian saling menatap tajam, ada kemarahan yang tampak dari wajah William, walaupun gadis yang berdiri di hadapannya sangat dia cintai, tapi prinsip nya takan memaafkan seseorang yang menghianatinya.
"Kau tau, kamu adalah orang yang tidak tahu diri," Kata William. Sambil tersenyum sinis.
Lillian tak membalas perkataan Willian, dia hanya menunduk Sambil menahan tangis.
"Will aku tak bisa mengacuhkan adik ku," kata Lilian pelan.
Matanya menatap William, berharap dia mengerti apa yang dia rasakan.
"Aku tak bisa menerima itu, aku tak pernah bisa percaya lagi dengan seluruh keluarga Dante, begitupun dengan mu," kata william.
Kali ini raut wajahnya tampak tegas.
Hiks ... hiks ... hiks ...
Bruuuk ...
Lilian menangis sambil ambruk ke tanah.
Tes ... tes ... tes ...
Begitupun butiran hujan setitik demi setitik turun dari langit, yang lama kelamaan semakin deras membasahi William dan Lilian.
William berdiri tegak tampak tak perduli, melihat rintihan tangis Lillian yang sepertinya tak sanggup menerima, konsekuensi atas pilihannya memilih adiknya.
"Lillian Dante dengar ini, Aku memutus kan pertunangan kita, semoga adik yang kau sayangi itu tak menikam mu dari belang, dan saat itu terjadi aku dan keluarga Jones tak lagi ada di sisi mu,"katanya. Sambil berlalu meninggalkan Lilian yang menangis ambruk di tanah.
Lillian semakin ambruk, dia hanya menggenggam hatinya, dia terus merintih rintih sambil menangis, dia tak menyangka rasa sakitnya akan seperti.
"William!"
Tapi William tak menggubrisnya, dia terus meninggalkan Lilian di tempat itu.
"William Aku mohon!"
Namun William tak menghetikan langkahnya, dia sedikitpun tak menoleh ke arah Lilian, dan setelah beberapa saat punggung William pun lenyap tak terlihat lagi.
hujan pun semakin deras menghujani tubuh Lilian, Dia tak mampu lagi bangkit, kali ini dia benar-benar terkapar di tanah tak betenaga, matanya masih meneteskan air mata.
"William ... William," katanya pelan, hanya kata-kata itu yang terus dia ucapkan, sampai akhirnya dia pingsan tak sadarkan diri.
Dia begitu terguncang, sampai tak sadarkan diri, bahkan guyuran hujan yang dingin tak mampu menyadarkan Lilian.
Entah berapa lama dia pingsan di tempat itu.
celepak ... celepak ... celepak
Sampai akhirnya Leonardo menemukannya, dia begitu terpukul melihat keadaan kakaknya.
"Kak, kakak!" Leonardo menarik tubuh Lilian dan menyandarkan ke dadanya.
"Kak bangun kak," kata Leonardo sekali lagi,coba menyadarkan Lilian.
Namun tak ada jawaban apapun, Leonardo menguncang tubuh Lilian lagi dan lagi, kemudian menggendong tubuh Lilian dan beranjak dari tempat itu.
Huups ...
Sambil menangis Leonardo, menggendong kakaknya menuju mobil, tak lama dia sampai di depan mobilnya, supir yang melihat pemandangan itu tampak panik, kemudian segera menghampiri bosnya Leonardo.
"Tuan apa yang terjadi dengan nona?"
Leonardo tak menjawab, kemudian supir itu membukakan pintu mobil dan membantu membaringkan tubuh Lillian di atas jok mobil.
"Kita bawa nona kerumah sakit tuan?" Leonardo hanya mengangguk.
Sambil terus menangis sambil membelai rambut kakanya yg ada di pangkuannya. Dia berbicara dengan nada suara pelan.
"Tenang kak, aku dan ibu sealulu di pihak mu"
Vroom! Vroom!
Whoosh ...
Sang sopir itu pun menyalakan mesin mobilnya, mobil itu pun melaju dengan kencang menuju Rumah sakit, dan tak lama kemudian mobil itu sampai di sebuah rumah sakit.
Sang sopir bergegas memanggil petugas rumah sakit yang sigap mengevakuasi Lillian.
Leonardo masih mengikuti kakaknya, yang berbaring di atas Emergensi bad, para petugas rumah sakit itu mendorong Emergensi bad itu. Sampai lah Lillian di sebuah ruangan dan Leonardo tak di izinkan masuk.
...----------------...
Setelah beberapa saat, Leonardo sudah berada di kediamannya. Sarah menghampiri Leonardo kemudian memeluk anaknya yang masih menangisi keadaan kakaknya.
"Bu Lillian sepertinya sangat menderita, aku harus bangaimana?"
Sarah pun hanya terdiam sambil mengelus punggung anaknya dengan lembut.
"Sekarang biarkan kakak mu istirahat kamu harus kuat Lillian seperti ini demi menyelamatkan nyawa mu," kata Sarah. Mencoba menenangkan Leonardo.
"Aku selalu membuatnya kesulitan bu, dia selalu mengorbankan kebahagiannya untuk ku bu," kata Leo lagi.
Sarah pun sedikit meneteskan air mata, di lubuk hatinya dia merasa bersalah pada Lilian dia bahkan tak pernah berusaha untuk melindungi gadis itu, dari suaminya yang sangat jahat.
"Sekarang saatnya kita menjaganya, kita keluarganya satu-satunya," kata Sarah. Sambil menyeka air matanya.
Leonardo melepaskan pelukakan ibunya dia menatap wajah ibunya Leonardo mengangguk.
"Aku menyayangi kakak bu," kata Leonardo.
"Aku juga!"
...----------------...
Sedangkan di Rumah sakit Lilian tampak sudah sadarkan diri, dia tak bicara sepatah katapun dokter terus mengajaknya bicara, namun Lilian tak mau berkata apapun, dia juga tak mau memakan apapun.
Dokter tampak putus asa, kemudian dokter pun meninggalkan Lilian sendirian berbaring di tempat tidurnya, di luar sudah tampak Sarah yang langsung menghampiri dokter.
"Bagaimana dokter?"
Dokter hanya menggeleng.
"Dia masih tak mau bicara, dan tak mau memakan apapun," kata dokter.
Sarah tampak sedih mendengar perkataan dokter.
"Nanti kita akan datangkan sikolog untuk memulihkan keadaan mentalnya," kata dokter lagi, Sarah semakin terlihat sedih
"Aku akan coba berbicara dengannya," kata Sarah.
"Iya saat ini dia sedang butuh dukungan keluarga," Kata dokter. Sambil berlalu dari hadapan Sarah.
Sarah terisak menangis, hatinya sangat pedih meilihat keadaan putrinya, kemudian dia berusaha menguatkan dirinya, demi putrinya dia segera menyeka air matanya.
Kreeek ...
Kemudian berlahan dia membuka pintu Ruangan itu, dia melangkah mendekati Lilian yang berbaring dengan tatapan kosong.
"Sayang," kata Sarah. Sambil membelai Rambut Lilian.
"Kenapa kau tak bicara pada ibu," kata Sarah. Menatap Lilian bibirnya bergetar, menahan tangis.
"Kau tau adik mu Leonardo dia merasa sangat bersalah," kata Sarah kali ini dia tak sanggup menahan air matanya.
"Kalau kau menyayangi adik mu kuat lah, dia tak akan sanggup hidup melihat keadaan kakaknya seperti ini,"
kata Sarah.
Kemudian terdiam sambil menangis menggenggam tangan Lilian.
Lilian tampak bereaksi dia menangis keras sekali Sarah tampak lega.
"Aaaa ... aaaa ... Auuu ... au ... au ..."
"Tidak apa apa nak," katanya. Seraya memeluk Lilian
"Ibu ... ibu ... ibu ..." kata Lilian histeris.
"Sayang putri ibu," kata Sarah. Ikut menangis, melihat Lilian yang tampak kesakitan.
"William bu William," kata Lilian. Dengan suara berat seperti sesak.
"Iya nak ibu tahu iya nak!" Sarah memeluk Lilian semakin kuat.
"Dia membenci ku bu, aku mencintainya," kata Lilian sambil menangis semakin kencang.
Sarah bisa merasakan rasa sakit yang di rasakan Lilian, entah berapa lama Lilian menangis di pelukan Sarah, sampai akhirnya dia tertidur, Sarah menyelimuti putrinya.
Cup ...
Dia mengecup keningnya kemudian beranjak dari situ, berlahan sarah menutup pintu ruangan itu.
...----------------...
Hari pun berlalu, hampir 7 hari Lilian di rawat di rumah sakit, sedikit demi sedikit Lilian mulai bisa menerima kenyataan.
Hari ini Leonardo dan Sarah menjemputnya, dokter sudah memperbolehkannya pulang.
Leonardo Tampak mendorong Lilian yang duduk di atas korsi roda, Di Ikuti Sarah ibunya.
"Kak aku sudah memberitahu ibu, aku akan kuliah" Kata Leonardo.
Lilian menoleh sejenak dia tersenyum.
"Bagus lah!" jawab Lilian.
"Bagaimana dengan mu?" Tanya Leo.
Lilian termenung,dia mulai memikirkan tentang kuliah.
"Tak usah buru buru nak, lain kali saja kita bicara soal ini"
Kata sarah sambil berjalan mendekat ke arah Lilian.
"Sepertinya aku mulai memikirkannya bu" Kata Lilian sambil tersenyum ke arah Sarah.
Sarah tampak senang, dia menatap Leonardo, kemudian mereka saling lempar senyum, tak lama mereka sampai di depan mobil yang sudah menunggu mereka.
Bruk...
Supir membukakan pintu untuk mereka, Sarah kemudian memapah Lilian.
"Tidak usah bu aku baik baik saja" Kata Lilian seraya bangkit, kemudian berjalan dan masuk kedalam mobil tersebut.
Sarah tampak lega, dia sedikit menangis saking bahagianya, kemudian satu persatu mereka masuk ke dalam mobil, mereka pun berlalu dari tempat itu.
...----------------...
Kabar tentang sakitnya Lilian akhirnya sampai ke telinga William.
"Kak, Dia sangat terpukul," kata Vanesa coba menyadarkan kakaknya.
"Aku tak ada hubungan lagi dengannya, apa yang terjadi dengannya bukan urusan ku," jawab William dingin.
"Kak!"
"Aku memilih keluarga ini, di bandingkan dengan dia, bagaimana dengan mu?" William menatap tajam ke arah Vanesa.
Vanesa terdiam sejenak.
"Aku tidak mau menyesal, aku akan tetap memilih Leo," kata Vanesa sambil menatap wajah kakaknya.
"kalau begitu baik lah, mulai saat ini kau bukan lagi bagian dari keluarga Jones," kata William menatap tajam ke arah Vanesa.
"Baik lah!"
"Jangan sampai kau menyesal karena memilih bajingan itu!" Vanesa terdiam.
Kemudian berbalik matanya menatap mata kakaknya dengan tajam.
"Kuatirkan saja diri mu, jangan sampai kakak menyesal melepaskan gadis sebaik Lilian," kata Vanesa seraya beranjak dari hadapan kakaknya.
Braak ...
Suara bantingan pintu pun terdengar sangat keras, namun William hanya tertegun Egonya masih menguasai dirinya.
...----------------...
Hari ini Vanesa berkunjung ke kediaman Lilian, dan Leonardo sebelum dia kembali ke valencia karena liburan musim panas Sudah usai.
Leonardo tampak senang di kunjungi pacarnya, walau pada akhirnya mereka harus terpisah jarak, karena Leonardo akan mulai masuk kuliah tahun ini.
Dia Harus pergi ke Francis untuk belajar di UNSEAD Busnes School, tapi Vanesa mendukung penuh keputusan pacarnya itu.
"Hallo Vanesa," sambut Sarah. Sambil mencium pipi gadis cantik itu.
"Sering lah berkujung," kata Sarah.
Vanesa tersenyum.
"Baiklah Nyonya Dante, aku akan sering berkujung," kata Vanesa kemudian.
Tak lama kemudia Lillian muncul, Vanesa kemudian berjalan menghampiri Lilian, dan memeluknya dengan erat.
"Aku merindukan mu," kata Vanesa.
Lilian hanya tersenyum.
"Bagaimana keadaan mu?" Vanesa memandang wajah pucat Lilian.
"Aku baik!" Lilian tersenyum kecil, namun tetap saja wajahnya tampak pucat.
Kemudian Sarah mengajak mereka semua duduk di Sofa sambil menyajikan teh hangat, dan beberapa kudapan merekan pun duduk berdekatan sambil berbincang akrab.
"Kapan kau kembali ke Valencia?" Vanesa tersenyum ke arah Leonardo.
"Besok!"
"Kau akan baik baik saja tinggal sendiri?" Vanesa terdiam sejenak.
"Tentu saja aku sudah banyak memiliki teman sekarang," jawabnya riang.
"Bagai mana dengan mu Lily apa rencana mu? Lilian tersenyum.
"Aku ingin kuliah di kedokteran!"
"Dengan otak pintar mu itu, pasti kau bisa dengan mudah masuk universitas yang bagus," kata Sarah menyemangati.
Leonardo mengangguk setuju.
"Iya kak, sayang sekali kalau kecerdasan mu tak kau gunakan untuk sekolah," sambung Leonardo.
"Dan kau sendiri kapan kau akan pergi ke francis?"
"Minggu depan mungkin,"jawab Leo singkat.
Vanesa tampak senang.
"Syukur lah aku senang,kau akhirnya memikirkan masa depan mu," kata Lillian sambil tersenyum.
"Itu berkat mu kak," kata Leo,
Sarah dan Vanessa pun tersenyum mendengarnya,
"Jadi kau bisa mengantar ku," seru Vanesa riang.
Leonardo mengangguk Vanessa tampak gembira
"Aku akan berangkat ke francis dari valencia," jawab Leo.
"Teman teman mu sudah kangen pada mu," sahut Vanesa.
"Itu juga alasannya aku mau bertemu mereka dan mengucap perpisahan," Kata Leonardo.
"Kau sudah ada rencana untuk kuliah di mana Lily" tanya Sarah.
"Belum bu, mungkin aku akan mengikuti seleksi di berbagai universitas" Lilian tampak antusias.
"Bagus sekali Lily aku senang mendengarnya"sahut Vanesa.
"Akhirnya kakak ku kembali menjadi kutu buku yang pintar," celetuk Leonardo.
Lillian hanya tersenyum menanggapi celotehan adiknya itu.
"Akhirnya adik ku mau serius sekolah," balas Lilian.
Di ikuti tawa kecil Sarah, Vanesa ikut tertawa.
"Sebelumnya dia berpikir untuk jadi aktor," Kata Vanesa. Di ikuti tawa Sarah
"Yang benar saja nak?" sahut Sarah merasa lucu mendengar cerita dari Vanessa.
Leonardo tersenyum malu.
"Aku cukup tampan kan bu?"
Lilian tampak senang meilihat mereka, walau dirinya masih sangat terluka Sarah tau akan hal itu.
Lilian masih sering menangis walau coba menyembunyikan dari dirinya dan Leonardo.
Badan Lillian tampak kurus, wajahnya pucat dia tampak sangat menderita, walau sekarang dia terlihat lebih bisa mengendalikan dirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments