pindah-4

Suasana masih begitu hening, dingin dan juga sepi. Hingga terdengar suara lantunan adzan Subuh yang berkumandang begitu syahdu memecahkan kesunyian.

"Kak," Bagas mengguncang pundak Laila untuk bangun..

"Emmm... Apaan, sih, Gas?" jawab Laila dengan nyawa yang masih setengah ngumpul.

"Temenin ke kamar mandi, kebelet pipis," rengek Bagas dengan raut wajah berlipat me ahan sesak.

Laila mengusap ke dua matanya dengan untuk menajamkan penglihatannya. "Kamar mandi ada didalam kamar lah, Gas," Laila menunjuk ke arah pintu yang ada didalam kamar mereka.

Tentu saja Bagas tercengang. Sebab selama ini kamar mandi terpisah dari rumah dan letaknya diluar, sedangkan dirumah barunya tersedia dalam satu ruangan.

Bocah laki-laki itu nyengir, lalu bergegas memasuki ruang tersebut dan menyalurkan hajatnya.

Berselang beberapa menit kemudian, bocah itu keluar dengan sudah berwudhu. Ia menghampiri sang kakak. "Kak, bangun shalat," ia kembali mengguncang Laila dan juga Nisa, tetapi hanya Laila saja yang menyahuti dan ia mengambil sejadah lusuh yang menjadi satu-satunya yang ia miliki.

Keduanya bergantian untuk shalat pagi ini. Bagas mengambil mushaf berukuran kecil dan menghafal ayat pendek yang merupakan tugas dari ustaz Guntur.

Surah Al falaq menjadi pilihannya pagi ini untuk dihafal. Ia tampak bersemangat untuk menghafalnya hingga mengeraskan suaranya.

Ayu yang masih tertidur lelap, tiba-tiba merasakan tubuhnya sangat panas dan suhu ruangan juga berubah sangat cepat. Terdengar suara gemerisik dan juga tangisan menyakitkan dari kamar kosong yang ia pilih sebagai ruang ritual.

Ayu bergegas bangkit dari tidurnya meskipun ia merasa sangat kepanasan.

"Bagas, buka pintunya," teriak Ayu dengan keras sembari menggedor pintu kamar anaknya.

Bocah itu menghentikan hafalannya, kemudian membuka pintu kamar. Tampak Ayu-ibunya sedang berkacak pinggang menatapnya dengan tajam.

"Jangan pernah lagi ibu dengar kamu baca ayat suci didalam rumah ini!" hardik Ayu kasar sembari menunjuk wajah puteranya.

"Tapi, Bu. Kata ustaz Guntur cuma setan yang gak suka dengar ayat suci dibacakan," jawab Bagas polos.

Ayu menggeratakkan giginya dengan kasar. "Kamu ini bisa gak, sih, jangan ngebantah ibu!" Ayu semakin geram melihat kecerewetan sang anak.

"Tapi, Bu, kenapa ibu marah? Kecuali ibu itu se...,"

"Diam! Sekali lagi kamu ngelawan ibu, awas kamu, ya!" ancam Ayu kesal.

Sugi berjalan dengan sempoyongan karena masih sangat mengantuk. Sebab malam tadi ia mendapat jatah nganu dari sang istrinya yang cantik jelita. Kemudian ia menuju keduanya yang mana pagi-pagi sudah bertengkar.

"Ada apa, sih, Sayang, koq pagi-pagi sudah ribut," ucap Sugi, sembari membelai lembut punggung sang istri.

"Ajarin anak kamu ini sopan santun, ya, Kang. Sudah pandai melawan dia sekarang!" jawab Ayu dengan kesal.

Sugi menggaruk kepalanya. "Kan anak kamu juga, Dik. Masa lupa kita buatnya sama-sama," ledek Sugi dengan kelakar yang tak seharusnya diucapkan dihadapan anak-anaknya.

Ayu mendengus kesal, lalu menatap tajam pada Sugi, dan berganti kepada Bagas yang dengan wajah polosnya. "Awas kamu, ya!" ancam Ayu lagi pada Bagas. Kemudian berlalu pergi.

Nisa dan juga Juli terbangun mendengar omelan ibunya yang sangat keras. Bahkan Meli meringkuk ketakutan dibawah selimut.

Laila baru saja melipat sajadahnya dan menyimpannya disudut ruangan.

"Kamu melawan apa sama ibumu?" tanya Sugi pada Bagas.

Bocah itu menggedikkan kedua bahunya dan masuk ke dalam kamar dengan berbagai rasa penasaran yang bersarang dibenak dan hatinya.

Sugi menggelengkan kepalanya, lalu beranjak pergi meninggalkan ruangan tersebut untuk menyusul.sang istri tercintanya.

Laila menghampiri Bagas. Ia duduk disisi sang adik. " Yang sabar, ya," ucap Laila kepada sang adik.

Bocah itu menatap kakaknya dengan penuh kegelisahan.

"Ada yang aneh dari sikap ibu, Kak," ucap Bagas lirih.

Laila bergegas bangkit dari duduknya dan menutup pintu dengan cepat. Kemudian kembali menghampiri sang adik.

"Maksud kamu apa?" tanya Laila dengan menurunkan nada bicaranya dan hampir berbisik, karena takut terdengar sang ibu.

"Ibu tak sayang dengan kita,"

Laila dengan cepat menutup mulut Bagas, lalu melihat Nisa dan juga Juni yang tampak menguping pembicaraan mereka.

"Jangan katakan itu disini, nanti kita cari tempat yang aman," Laila memberikan isyarat kepada Bagas.

Lalu bocah laki-laki itu menganggukkan kepalanya.

Ayu menghentak kakinya dengan keras. Ia sangat kesal atas sikap puteranya yang sudah sangat berani sekali menentangnya.

Wanita itu memasuki kamar. Ia mengambil dompetnya dan hendak ke pasar pagi yang sudah buka sejak pukul 3 subuh.

Waktu menunjukkan pukul enam pagi, dan ia melihat Sugi menghampirinya. "Ayo ke pasar," ajak Ayu dengan kasar.

"Masih remang-remang, Dik. Bentar lagi," saran Sugi.

Ayu mendengus kesal. Baru saja ia akan menyahuti ucapan suaminya, terdengar suara panggilan dari arah luar.

"Kang, Kang Sugi," panggil Darmadi.

Sugi bergegas membuka pintu. "Eh, Darmadi, ada apa?" tanya Sugi ramah.

"Anu, Kang. Maaf sekali, saya mau ambil motor, sebab saya mau kerja, ini tadi kemari numpang truck," ucap pemuda itu sungkan.

"Oh, iya, bentar akang keluarkan dulu,"

Sugi berjalan ke arah dapur untuk mengeluarkan motor yang dipinjamnya.

Ayu yang mendengarnya menjadi berang. Sebab ia harus ke pasar dan tidak tahu harus naik apa, karena pasar sangat jauh berjarak sekitar 15 menit perjalanan menggunakan motor.

"Eh, Di. Baru motor butut saja dipinjam sudah mau diambil cepat. Saya itu mau pakai ke pasar, dasar pelit banget jadi orang!" ucap Ayu dengan kasar.

Darmadi terperangah mendengar omelan Ayu yang tiba-tiba tanpa sebab yang jelas.

"Maaf, mbak. Bukan begitu konsepnya. Saya mau kerja, dan ada mesin yang mau dibenerin dengan cepat," Darmadi mencoba menjawab sesopan mungkin. Meskipun ia sendiri bingung dengan sikap Ayu yang semakin aneh.

"Helleeeh, saya juga bisa beli motor lebih bagus sepuluh kali lipat dari punya kamu," sergah Ayu dengan nada mencibir.

"Di, ini motornya, maafin istri saya, maklum, bawaan hamil tua," Sela Sugi yang merasa sungkan dengan sikap Ayu yang arogan.

Darmadi hanya nyengir kuda dan memilih pergi sebelum membuat urusannya jadi panjang.

Setelah pemuda itu pergi. Ayu mencebik kan bibirnya dengan sinis. "Makanya, Kang. Hidup itu jangan miskin terus, kapan coba kamu bahagiain aku. Kalau kamu tadi dengerin omonganku, kita sudah ke pasar dan tidak ke dahuluan oleh Darmadi. Kalau sudah begini bagaimana bisa ke pasar," omel Ayu kesal.

"Maafin Akang, Dik. Belum sanggup membahagiakan kamu," sahut Sugi dengan hati yang nelangsa.

Ayu memutar bola mata malas. Lalu masuk ke dalam rumah dengan hati yang mendongkol.

"Dik, kita belanjanya diwarung saja, ya," Sugi mencoba memujuk sang istri.

"Hah, warung? gak level tau, Kang!" sahutnya dengan nada kasar.

Terpopuler

Comments

Andini Andana

Andini Andana

bukan bawaan hamil ngkaleeee 😋 tapi bawaan setan 😈👻

2024-01-25

6

❤️⃟Wᵃf🍾⃝ʀͩᴏᷞsͧᴍᷠiͣa🦈𝔄ʀ 💗

❤️⃟Wᵃf🍾⃝ʀͩᴏᷞsͧᴍᷠiͣa🦈𝔄ʀ 💗

kaya gitu ya bukan bawaan hamil.. tp emang udah dr sononya kali perangainya gitu.

2024-04-28

0

ghina amd

ghina amd

sombong bener si ayu....pdhl cuma jadi budak setan

2024-04-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!