pergi

"Laila," panggil Sugi dengan nafas yang tersengal. Ia terlihat sangat terburu-buru.

"Ya, Pak," jawab Laila, ia melongok dari depan pintu. Ia terlihat menggendong Saleh yang tampak nyaman dalam dekapan sang kakak. Ia bisanya sangat rewel berubah menjadi sangat penurut dan juga pendiam.

"Bapak mau melaut, Kang Darmadi yang didesa sebelah mengininkan bapak memakai sampannya, mungkin bapak pagi baru pulang, kamu jaga adik, ya," pesan Sugi kepada puteri sulungnya.

gadis kecil itu menganggukkan kepalanya. Ia terlihat begitu patuh. Kehidupan masa kecilnya dihabiskan untuk mengasuh adik-adiknya.

"Jangan lupa juga, bilang ke Ibu, ya," Sugi berpesan lagi, sebelum ia benar-benar pergi.

Laila kembali menganggukkan kepalanya, dan memandangi kepergian sang bapak yang berjalan penuh semangat untuk mencari nafkah.

Laila kembali masuk ke dalam rumah. Ia mengajak Saleh bermain, tetapi bocah itu tampak murung, tak ada semangat dalam hidupnya.

"Kak, mam," ucap Meli yang saat ini sedang menyeret boneka lusuhnya. Tubuh kurusnya terlihat sangat memprihatinkan, bahkan petugas posyandu menyatakan jika dirinya kurang gizi.

Laila meletakkan Saleh diatas lantai. "Kamu ajak adik main, biar kakak ambilkan makan," titah Laila kepada sang adik perempuannya.

Gadis kecil itupun patuh, lalu duduk bermain bersama Saleh yang saat ini justru lebih pendiam dan tidak banyak tingkah.

Saat bersamaan, Ayu pulang sembari memegangi pinggangnya yang sakit. Ia menoleh ke arah dua bocah yang sedang duduk dilantai, dan duduk diatas lantai sembari menselunjurkan kakinya.

"hoooooaaa...hooooaaaa," tiba Saleh menangis saat Ayu duduk didekatnya. Hal ini justru memancing kemarahan sang ibu.

"Diaaam! Rewel banget kamu jadi anak!" sergah Ayu pada bocah tersebut. Ia sudah sangat pusing, dan kini harus mendengar tangisan Saleh yang semakin membuatnya frustasi.

Laila yang sedang mengambilkan makan untuk Meli bergegas menghampiri, ia takut jika ibunya khilaf dan mencubit sang adik.

Ia memberikan sepiring nasi dengan lauk tempe goreng, meminta Meli memakannya dan segera menggendong Saleh-adiknya yang tiba-tiba menangis setelah melihat ibunya.

"Cuuup, cuuuup, diam, Sayang," Laila berusaha menenangkan sang adik yang tiba-tiba saja berubah rewel.

Ayu memijat kepalanya yang terasa pusing. "Laila, ambilkan ibu makan!" titahnya, ia bahkan tak perduli saat ini gadis kecil itu masih menenangkan satu anaknya.

Gadis itu meletakkan Saleh dilantai dekat sang ibu, tapi lagi-lagi bocah itu kembali menangis kencang, dan tak ingin melihat wajah ibunya.

"Nih, Anak, emang bener-bener rewel, ya! Bisa diam, Gak?!" omelnya sekali lagi.

Laila dengan rasa ketakutan berlari dari arah dapur dengan membawa sepiring nasi untuk sang ibu, dan karena begitu terburu-buru, ia menumpahkan piring beserta isinya.

Praaaaaang...

Semua berserakan dilantai, dan membuat wajah gadis itu memucat.

Ayu semakin terlihat kesal dan membolakan matanya. "Haah! Kalian ini buat pusing semuanya!" teriaknya dengan kasar, dan justru membuat Saleh semakin kencang menangis.

Ayu beranjak dari duduknya. "Bilang sama Bapak, ibu pulang kampung, mungkin seminggu baru pulang," ucap Ayu, lalu bergegas pergi.

Laila menatap bengong. Malam ini ia harus melewatkannya tanpa kedua orantuanya, dan ia yang harus menjaga kelima orang adiknya.

*****

Disebuah hutan dan tepatnya sangat terpencil, Ayu dan Ujang tiba disebuah gubuk kecil. Ayu sudah mengeluh lelah, tetapi pria itu terus memberikannya semangat.

Rumah itu terbuat dari gubuk yang usianya sudah sangat tua dan hampir seusia dengan pemiliknya.

"Permisi..., Ni, kami datang," ucap Ujang, memberi salam kepada sang pemilik gubuk.

"Masuuklah," jawab seorang wanita tua dari dalam gubuk.

"Ayo," Ujang menarik tangan wanita itu untuk memasuki gubuk tersebut.

Saat tiba didalamnya. Terlihat suasanya yang sangat begitu memprihatinkan. Kondisi lantai yang terbuat dari tanah, serta satu tikar usang yang terbuat dari anyaman pandan duri.

Seorang wanita lanjut usia dengan tubuh ceking dan rambut memutih yang terlihat tergerai begitu kusut seperti orang yang tidak pernah keramas selama bertahun-tahun berjalan menggunakan tongkat menghampiri tamunya.

Aroma apek menguar bersama kehadiran wanita senja tersebut. Tidak adanya ventilasi udara, membuat aroma tak sedap kian terus menguar diudara.

"Duduklah," titahnya dengan suara lemah dan parau.

Wanita itu menggunakan kain jarik yang sudah sangat lusuh dan sebuah kemben. Terlihat kulitnya yang sudah kendur dan keriput, bahkan hanya terlihat bagaikan kulit dan tulang saja.

Keduanya duduk, dan ini membuat Ayu sedikit kesulitan karena perutnya yang membuncit begitu besar, sehingga ia harus berselunjur.

"Ni, ini sudah saya bawa perlengkapannya," ucap Ujang, kemudian menyerahkan ramuan yang menjadi syaratnya.

"Sudah lengkap semuanya?" tanya wanita itu dengan lemah.

"Lengkap, Ni," Ujang meyakinkan.

Sesaat Wanita itu melirik perut Ayu yang begitu membuncit sangat besar. "Apakah Kau siap menanggung resikonya?" tanya wanita itu kepada Ayu.

"Iya, Ni. Aku sanggup, aku sudah bosan hidup melarat terus," jawab Ayu cepat. Ia sudah tak sabar untuk menjadi kaya dengan cepat dan singkat, juga sesat.

"Baiklah, maka kau harus mengikuti ritualnya," ucap Wanita itu.

Kemudian ayam hitam alias ayam cemani itu disembelih, darahnya ditampung, sebagian diminumkan kepada Ayu, dan sebagian laginya dimandikan untuk memperkuat perjanjiannya.

"Niatkan dalam hatimu anak yang mana akan kau tumbalkan," ucap sang Nini sembari membakar dupa dan kemenyan, kemudian mulutnya berkomat-kamit baca mantra.

Malam semakin larut. Laila dan kelima adiknya sudah tertidur. Mereka melewati malam ini tanpa kedua orangtuanya. Gadis kecil itu harus ikut menanggung beban derita ini.

"Hooooaa...hoooaaa," tiba-tiba Saleh tersentak dan menangis kencang, lalu membangunkan ke lima kakaknya.

"Cuuup, cuuup, cup." Laila tersentak kaget dan menggendong Saleh yang tiba-tiba menangis kecang dengan matanya yang membola.

Ia seolah sedang melihat makhluk menyeramkan sedang menatapnya.

Tiba-tiba saja Laila merasakan hembusan angin yang sangat panas dan membangkitkan bulu romanya. ia merasakan jika hawa negatif sedang berada dirumahnya, tetapi ia berusaha untuk berani, agar adik-adiknya tidak takut.

Meli, Juni dan Nisa masih tertidur. Sedangkan Bagas ikut terbangun. Ia tersentak kaget melihat sosok wanita dengan raut wajah menyeramkan berdiri dibelakang Laila. Bocah itu kembali menarik selimut dan menutupi wajahnya.

Sesaat tubuh Saleh berubah menjadi panas. Laila kebingungan. Ia ingin membawa adiknya ke kediaman bidan Andana, tetapi jika ditempuh dengan berjalan kaki itu sangat jauh, dan tidak juga malam-malam begini.

Tangisan Saleh semakin kencang, dan hingga akhirnya melemah, lalu tak terdengar lagi.

Laila merasa lega, lalu menidurkan kembali sang adik, dan ia pun ikut tertidur, karena masih sangat mengantuk.

Keesokan paginya, Laila membangunkan Bagas, Juni, dan Nisa untuk segera berangkat ke sekolah. Ia melihat Meli masih meringkuk dengan memeluk bonekanya. Sedangkan Saleh masih terlihat diam tertidur dan tidak rewel.

"Kak, Ibu kenapa pulang kampung tidak ajak kita?" ucap Bagas sembari menyuapkan nasi ke mulutnya.

"Kakak tidak tahu, mungkin kalau mengajak kita ongkosnya tidak cukup," jawab Laila, sembari melirik ke arah Saleh yang membuatnya merasa sedikit curiga.

"Kak, tadi malam aku melihat...," Bagas tak melanjutkan ucapannya, ia tak ingin kakaknya menjadi takut, ia harus menyimpannya sendiri.

Laila menghampiri Saleh yang terus tertidur. Lalu menyentuhnya, dingin, sangat dingin sekali.

Deeeeeegh...

Jantung Laila bagaikan ingin lepas dari tempatnya. "Leh, Saleh," panggil Laila dengan suara yang terbata. Ia melihat bibir sang adik sudah memucat dan tubunya juga kaku.

Bagas yang baru selesai menyuapkan sarapannya mencoba mendekati sang kakak yang terlihat panik. Ia mencoba menempelkan telinganya didada sang adik dan mendengarkan detak jantungnya. Tetapi begitu sunyi, tak detak disana.

Bagas tersentak kaget. Ia menatap.sang kakak dan menjauh dari sang adik.

"S-Saleh sudah meninggal, Kak," ucap Bagas terbata dan tubuhnya gemetaran.

Laila tercengang. Ia merasa langit bagaikan runtuh, bagaimana adik yang ia sayangi dan selalu nyaman dalam dekapannya, kini harus nyaman berada disisi sang Rabb-Nya.

Terpopuler

Comments

Andini Andana

Andini Andana

gara2 nangis mulu, Saleh dipilih jadi tumbal pertama 😭

2024-01-13

11

Minn

Minn

duh ngenes Kali nasibmu Saleh, tega banget memang mamakmu itu😡

2024-04-27

0

Kustri

Kustri

deg nya biasa aja thor🤭

2024-05-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!