Jijik

Nisa melihat jatah sang kakak yang juga tidak dimakan tergeletak begitu saja diatas lantai dan ia sangat berminat untuk memakannya.

"Kak, mie ayamnya gak kakak makan?" tanya Nisa yang sangat menginginkannya. Hal itu wajar, sebab mereka sangat jarang sekali mendapatkan makanan yang enak seperti itu.

"Ambillah, kakak akan makan dengan ikan saja hari ini, hasil dari tangkapan Bapak dilaut," jawab Laila tak berminat.

Gadis kecil itu dengan cepat mengambilnya, dan ia menyantapnya dengan terburu--buru, karena ia merasa sangat lapar.

Meli yang sedari tadi memperhatikan Ayu dari balik pintu tanpa penutup, perlahan beranjak bangkit dan menghampiri wanita tersebut.

Ia melihat sang ibu yang sedang bermain ponsel baru dan sibuk menchat seseorang.

"Bu," sapa Meli. Ia berharap sang ibu memperhatikannya, sejenak saja. Sejak Shaleh hadir dan kini ibunya mengandung lagu, ia tak pernah mendapatkan perhatian, bahkan Kak Laila juga sibuk mengurusi Shaleh, karena almarhum adiknya itu lebih butuh perhatian ketimbang dirinya yang sudah dapat berjalan.

"Bu," sapanya sekali lagi.

"Apaan, Sih, Mel! Bisa nggak sih kamu itu gak gangguin ibu sebentar saja!" hardik Ayu dengan kesal. Ia tidak ingin aktivitasnya diganggu oleh ulah dan rengekan Meli yang sangat mengusiknya.

Gadis kecil itu tersentak kaget. Tetapi usahanya untuk menarik perhatian sang ibu tak pupus begitu saja.

"Endong, Bu," ucapnya memohon dengan kalimat cadel. Ia ingin merasakan dekapan wanita itu sesaat saja.

Ayu semakin kesal dan ini membuat amarahnya berada diujung ubun-ubunnya.

"Laila!" panggilnya dengan nada tinggi, bahkan ia lupa jika saat ini mereka baru saja ditimpa kemalangan beberapa hari yang lalu.

"Iya, Bu," sahut Laila yang tersentak dari lamunannya, kemudian bergegas memasuki kamar. Ia melirik sang ibu yang memegang benda pipih yang berharga mahal dan menjadi kebanggaan para anak-anak disekitarnya, sebab didalam benda itu banyak terdapat mainan yang sering dimainkan oleh anak-anak seumurannya.

Ia merasa penasaran mengapa ibunya tiba-tiba banyak uang, dan rasa kesedihan tidak lagi terlihat dimata sang ibu.

"Bawa adikmu keluar!" suara Ayu terdengar begitu sangat bergelegar, mengalahkan petir yang menyambar disiang bolong.

Suara gelegar Ayu, membuat hati Meli nelangsa, dan ia memanyunkan bibirnya, dan perlahan bulir bening itu mengalir dari sudut matanya yang tak lagi dapat ia tahan, dan akhirnya bocah itu menangis tanpa suara.

Laila bergegas menggendong Meli yang kini berdiri disisi ranjang dan menatap sang ibu dengan tatapan nanar. "Ayo, Mel, sama kakak saja, ya," ucapnya membujuk sang adik, bahkan ia tak berani untuk menanyakan dari mana sang ibu mendapatkan benda pipih tersebut.

Ayu terlihat tak perduli kepada Meli, bahkan menoleh pun tidak, apalagi untuk membujuknya.

"Meli sama kakak saja, ya," bujuk Laila, dan menimang sang adik dalam dekapannya. Tubuh Meli yang bongsor, membuat Laila sedikit kelelahan menggendongnya, dan ia memilih untuk menidurkannya diatas tikar dan menepuk-nepuk bokong sang adik agar segera tertidur.

Meli yang mulai memejamkan kedua matanya, tiba-tiba melihat sesuatu melintas diruangan tempat mereka biasa tidur dengan beralaskan tikar.

"Aaaaaaaaa," teriaknya sembari menutup kedua matanya. Ia sangat gemetar, wajahnya memucat menatap sesuatu yang tak kasat mata sedang menatapnya dengan seringai dan wajah yang hancur mengerikan. Tangisan kepedihan karena diacuhkan sang ibu, kini berubah menjadi tangisan ketakutan.

Sosok itu mengeluarkan aroma anyir darah dan juga daging membusuk. Meli semakin menangis kencang yang membuat Laila kebingungan dan mendekap sang adik yang matanya menatap sesuatu didekat pintu masuk kamar.

"Adik lihat apa? Kalau takut jangan lihat ke sana, hadap kakak saja," ucap Laila yang mencoba mengalihkan pandangan sang adik untuk menghadap miring padanya.

Saat bersamaan, sosok wanita berambut panjang itu memutar tubuhnya dan memperlihatkan punggungnya yang berlubang penuh dengan belatung dan juga luka menganga.

Meli semakin menangis dan ia memiringkan tubuhnya menghadap pada sang kakak untuk menghindari sosok mengerikan yang kini berkeliaran dirumahnya.

Tangisan Meli membuat sang ibu semakin kesal. Ia keluar dari kamar dan berdiri diambang pintu dengan tatapan penuh amarah, bahkan ia tepat berdiri dibelakang sosok wanita yang sedang memunggunginya dengan menatap ke arah kamar.

Ayu berkacak pinggang dengan kedua matanya yang membola dan tatapan tajam.

"Meli, bisa diam gak sih, Kamu! Buat pusing ibu saja," hardik Ayu kesal, emosinya sudah berada dipuncak ubun--ubunnya.

Gadis kecil itu diam tak bergeming, ia menghentikan tangisnya setelah mendengar amarah sang ibu, ia memilih untuk diam dengan tangisannya yang tersedu-sedu. Hatinya terluka, ia merasakan jika sang ibu tak menyayanginya, dekapan sang kakak membuat hatinya menghangat.

Laila mengusap-usap punggung sang adik yang menangis tersedu, bahkan gadis mungil itu perlahan tertidur dengan perut kosong, sebab ia tak memakan mie ayam yang dibeli oleh ibunya.

Melihat Meli sudah tertidur, Ayu kembali ke kamar. Ia membaringkan tubuhnya ditepian ranjang dan merasa gerah karena ruang kamar yang pengap dan membuatnya untuk segera membeli rumah mewah.

Tiiing...

Sebuah notif pesan masuk diapplikasi Wa-nya. Ayu dengan cekatan membuak pesan tersebut.

"Kamu harus mengorbankan salah satu anak kamu untuk menambah kekayaan kamu lagi, ingat, semuanya ada batas waktu yang harus kamu penuhi," isi pesan tersebut.

Ayu terdiam sejenak. Ia mencoba memikirkan apa yang menjadi isi pesan tersebut. Ia menimbang-nimbang untuk menentukan anaknya yang mana akan ia jadikan tumbal berikutnya, sebab ia sudah tak sabar ingin segera memiliki mobil agar para tetangganya dapat melihat siapa ia yang sekarang, bukanlah Ayu yang dulu.

"Nanti coba aku, fikirin lagi," balas Ayu dalam pesan teksnya. Ia mengunci layar ponselnya, agar tak ada sesiapa pun yang dapat membukanya. Sebab ponsel itu memiliki banyak rahasia yang tidak dapat diketahui oleh siapa saja.

Laila berhasil membuat sang adik tertidur. Ia melihat Nisa dan Juni sedang sibuk mengerjakan PR sekolahnya. Sedangkan Bagas tidak terlihat entah kemana. Adik lelakinya itu keluar rumah setelah ia terdengar muntah dikamar mandi. Ia menduga jika sang adik pergi mengaji ke rumah ustaz Guntur yang sudah ikhlas selama ini mengajar mereka tanpa dibayar sepeserpun.

Laila menuju dapur. Ia memilih untuk mencari makanan yang mungkin saja masih ada tersisa untuknya.

Ia menyingkap tudung saji. Masih ada dua sendok nasi juga sepotong ikan goreng yang bisa mengganjal perutnya. Ia mengambil setengahnya saja, sebab ia takut Meli terbangun tengah malam dan menangis untuk meminta makan.

Ia memilih makan didapur, dan menyuapkan nasi dengan tangan kurusnya. Rambutnya yang panjang semakin terlihat awut-awutan bagaikan wanita yang sudah berkeluarga dan memiliki banyak anak, sehingga tak sempat mengurus dirinya.

Saat sedang asyik dengan kunyahan nasinya, ia merasakan sesuatu melintas dari arah belakang dan menuju pintu dapur yang ternyata tidak tertutup.

Terpopuler

Comments

Andini Andana

Andini Andana

kasian nya Laila 🥹🥹 mungkin bakal jadi jodohnya ustadz guntur, atau bang Yudi...🤔🤭🤭🤭

2024-01-17

14

Minn

Minn

uda gelap mata kau ayu

2024-04-27

1

A B U

A B U

next,

2024-03-29

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!