panik-2

Darmadi melajukan motornya dengan kecepatan yang tinggi. Ikan yang dibawa oleh Sugi terlalu banyak dan ini membuat mereka sedikit kesulitan melewati jalanan yang berbatu.

Saat melintasi balai desa, Darmadi singgah sebentar dikediaman bidan Andana. "Kang, sebentar, ya. Saya ada perlu sesuatu," ucap Darmadi, lalu menghentikan motornya dan ia bergegas menuju rumah sang bidan.

Darmadi mengetuk pintu dan terlihat wanita single itu membukanya, terlihat percakapan yang begitu sangat sulit didengar oleh Sugi.

Tak berselang lama, Darmadi kembali dan mengenderai motornya.

Memakan waktu perjalanan 15 menit, akhirnya mereka tiba dikediaman Sugi. Pria itu tampak kebingungan dengan kondisi rumah yang ramai dan terpasang bendera berwarna hijau sebagai tanda jika ada seseorang yang meninggal dunia.

Sugi tercengang. Ia membayangkan jika Ayu ataupun anak mereka yang kemungkinan meninggal saat dilahirkan, atau juga Ayu meninggal saat melahirkan. Fikiran-fikiran buruk itu muncul saat kebetulan Darmadi tadi singgah dikediaman bidan Andana.

"Ada apa ini, Di? S-siapa yang meninggal?" ucapnya dengan bibir gemetar dan degub jantungnya menderu kencang.

Ia melemparkan ikan yang panggulnya dalam karung begitu saja didepan teras rumah, dan berlari masuk kedalam.

"Ayuu," teriaknya. Tetapi semua mata memandang padanya, tak satu pun wajah sang istri terlihat disana. Ia semakin takut, fikirannya benar-benar kacau, dugaannya semakin kuat jika istrinya benar-benar meninggoy.

Tetapi semua itu terbantahkan oleh sosok kecil yang terbaring diatas kasur lusuh dan sudah selesai dimandikan dan dibungkus kain kafan dan siap dishalatkan.

Ia melihat ke lima anaknya terisak menangisi jasad yang terbujur kaku disana.

Sugi tak melihat Saleh diantaranya, begitu juga dengan Ayu.

Pria itu menghampiri jasad yang terbujur kaku dengan debaran didadanya yang memburu.

warga tampak berkerumun dan melihat Sugi yang terlihat sangat panik. Ia membuka kain kafan yang menutupi jasad seorang bayi yang tak berdosa tersebut.

"Astaghfirullah," ucapnya dengan bibir begetar. Bulir bening mengalir deras dipipinya, "Shaleh," gumannya lirih. Hatinya bagaikan tercabik saat melihat sosok yang tampak tersenyum tersebut. Saat bersamaan, bidan Andana tiba ditempat duka. Ia sudah memeriksa jasad tersebut sebelum tadi dimandikan. Ia menemukan adanya kejanggalan yang nyata.

Dimana tidak ada tanda-tanda yang signifikan pada sebuah penyakit ataupun bekas dipukul, semua tampak normal, hanya ada sebuah titik membiru dibagian ubun-ubun sang bayi malang sepertinya bukan perbuatan manusia, melainkan sosok tak kasat mata.

Wuuuuuuusssh....

Sesuatu melintas dari balik kamar. Tetapi orang-orang tidak menyadarinya dan itu tidak bagi Andana dan Darmadi.

Bidan itu menyelinap ke arah dapur, ia mengikuti sosok perempuan berambut panjang dengan wajah hancur dan juga taring yang memanjang.

Sosok itu keluar dari arah kamar menuju dapur, dan saat sang bidan berada ditempat itu, sosok mengerikan tersebut menghilang entah kemana.

Jasad Shaleh dishalatkan, dan siap diberangkatkan ke pemakaman, para warga memberikan ucapan belasungkawa dan beberapa orang ikut mengantarkan hingga pemakaman, sebagian lagi membubarkan diri dan pulang ke rumah masing-masing.

Sepanjang jalan menuju pemakaman, tak henti-hentinya Sugi menangis, hingga akhirnya ia tersadar, jika Ayu tak terlihat sejak tadi.

Setelah pemakaman selesai, Sugi pulang ke rumah bersama Bagas.

Saat menuju pulang, Sugi bertanya kepada Bagas perihal ibunya. "Gas, ibumu kemana? Kenapa Bapak tidak melihat ibumu?"

"Ibu pulang kampung, Pak. Semalam berpamitan," jawab Bagas. Ia masih terlihat bersedih.

Deeeeeeegh...

Jantung Sugi bagai terlepas mendengar jawaban sang anak. "P-pulang kampung?" Sugi mengulangi ucapan puteranya.

Bagas menganggukkan kepalanya.

"Berarti malam tadi kalian tidur tanpa ibu?"

Bagas kembali menganggukkan kepalanya. "Iya, Pak. Malam tadi Shaleh tiba-tiba nangis dan langsung terdiam. Kami fikir ia tidur, dan kami membiarkannya. Hingga pagi tadi kami menemukannya meninggal dunia," jawab Bagas dengan lirih.

Sugi menatap nyalang. Bagaimana ia harus mebenarkan sikap Ayu yang telah tega meninggalkan anak-anaknya disaat ia sedang berusaha bekerja dan merubah perekonomian mereka.

"Mengapa kamu tega sekali, Yu? Kamu meninggalkan anak-anak yang seharusnya itu tidak dilakukannya.

Sementara itu, Ayu dan juga Ujang beranjak pulang dari rumah sang juru kunci atau disebut kuncen.

"Kang, apa ini berhasil?" tanya Ayu ragu.

"Tenang saja, ini akan berhasil. Semakin banyak yang kamu tumbalkan, maka akan semakin banyak harta dan uang yang kamu dapatkan," Ujang memberi semangat. Ia ingin mengajak Ayu sesat bersamanya.

"Jadi, aku harus mengorbankan anak-anakku lagi untuk mendapatkan kekayaan itu?" tanya Ayu tak sabar.

"Tentu. Kamu ini kan gampang hamil, jadi gak perlu sedih untuk kehilangan beberapa anak, kamu bisa buat lagi," Ujang menyemangatinya untuk berbuat sesat.

Ayu tercenung mendengar penuturan Ujang, ada benarnya dan ada juga tidaknya. "Tetapi aku tidak mau jika Laila dan Bagas yang dikorbankan," ucap Ayu lirih.

"Mengapa?" Ujang penasaran.

"Karena kedua anak itu sangat membantuku untuk pekerjaan rumah," jawab Ayu cepat.

Ujang tampak terdiam. "Kalau begitu masih ada Nisa dan Juni, juga bayi dalam kandunganmu," Ujang menyarankan.

Ayu tampak diam, ia mencoba mempertimbangkan saran Ujang.

"Tetapi, Yu. Jika anak yang kau korbankan adalah anak yang paling disayangi, maka nilainya akan semakin besar. Jika anak yang tidak disayang mendapat nilai 10, maka anak yang disayangi akan mendapatkan nilai 1000," Ujang kembali mem provokasi Ayu yang terlihat mulai ragu-ragu.

Setibanya mereka didalam mobil, Ayu tercengang dengan banyaknya tumpukan uang dan juga perhiasan yang memenuhi jok tengah mobil.

"Hah, apa ini, Kang?" tanya Ayu tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Bukankah saat tadi mereka pergi tidak ada tumpukan uang didalamnya.

Ujang tersenyum menyeringai. "Ini tandanya jika perjanjianmu disetujui oleh jin yang mengikat perjanjian denganmu. Jangan kaget jika kamu pulang nanti kamu melihat anak yang kamu tumbalkan sudah meninggal dunia," ucap Ujang menyemangati Ayu untuk kembali tersesat. "ingat, kamu jangan menangis," pesan Ujang kepada sahabat yang berhasil disesatkannya.

Mata Ayu berbinar melihat tumpukan uang yang begitu banyak dan juga perhiasan mahal dan mewah yang sudah sangat lama ia impikan. Selama menikah dengan Sugi, tak pernah ia merasakan memakai perhiasan meskipun sebesar janggut udang. Bagaiamana hendak membeli perhiasan, jika untuk makan saja ia harus menahan lapar.

"Ayo, kita pulang. Sepertinya kita lebih cepat dari yang dijadwalkan, ini keberuntunganmu," ucap Ujang dengan penuh semangat.

Ditempat lain, Sugi mencoba menghubungi saudara yang berada dikampung menggunakan ponsel mikik Darmadi, sebab ia tak memiliki ponsel.

Setelah menghubungi salah satu kerabat disana, ia tak menemukan jawaban yang diinginkan. Sebab Ayu tak pernah pulang kampung, dan ini membuat kecemasan Sugi semakin bertambah, apalagi Ayu dalam kondisi hamil tua, ia takut sang istri terjadi sesuatu yang tidak diinginkan saat perjalanan menuju pulang kampung.

Follow akun instagram ku ya Najmi1443

Terpopuler

Comments

𝚃𝚈𝙿𝙾🤸🏻‍♀️ᵇᵃˢᵉ

𝚃𝚈𝙿𝙾🤸🏻‍♀️ᵇᵃˢᵉ

harta dari hasil pesugihan tidak akan abadi dan akan menyesal dikemudian hari...

2024-04-03

1

A B U

A B U

next,

2024-03-29

1

༄༅⃟𝐐 🇩𝗲𝘄𝗶ᵇᵘⁿᵍᵃ㊍㊍ꪶꫝ🌀🖌

༄༅⃟𝐐 🇩𝗲𝘄𝗶ᵇᵘⁿᵍᵃ㊍㊍ꪶꫝ🌀🖌

astaghfirullah, ternak ayam kali, mudah hamil dan melahirkan 🙈🙈🙈🙈

2024-03-18

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!