Apalagi

Sudah hampir lima belas menit Juni permisi ke toilet, dan jam mata pelajaran sudah usai, tetapi sang bocah tak juga kembali ke kelas.

Guru mata pelajaran itu merasa curiga dengan kondisi siswanya. Ia mencoba memeriksa kondisi Juni ditoilet.

Ia mendorong setiap pintu toiltet, dan semuanya terbuka, hingga ada dua pintu yang terkunci. Ia menggedornya.

"Jun, Juni," panggilnya sembari menggebrak pintu.

"Iya, Bu. Saya Lina," sahut seorang siswi dari dalam toilet.

"Oh, ya sudah," Guru tersebut berpindah ke pintu satunya yang juga terkunci.

Wanita paruh baya dengan kacamata resep itu mukai merasakan debaran dihatinya.

Braaak, braaak...braaaak...

Pintu digedor dengan keras.

"Jun, Juni," panggilnya dengan kencang. Rasa khawatir semakin menyergap relung hatinya. Ia merasa curiga dengan kondisi sang muridnya. dan hal itu menarik perhatian seorang guru Agama yang baru saja selesai mengajar dari kelas paling ujung.

"Ada apa, ya, Bu Sarah?" koq kelihatannya panik sekali," tanya pria yang menggunakan kopiah dan juga pakaian koko berlengan panjang.

"Eh, Pak Guntur, kebetulan ini, Pak. Tadi si Juni permisi ke toilet. Tetapi sampai mata pelajaran usai, dia gak juga kembali ke kelas, saya takut dia kenapa-napa dikelas," sahut Guru wanita itu.

"Astaghfirullah," sahut Guntur. Lalu tanpa menunggu lama, ia mendobrak pintu dengan keras, dan pintu berhasil dibuka, tetapi sulit digeser, sebab tubuh gadis kecil itu tersungkur tepat didepan pintu yang membuat mereka kesulitan untuk masuk.

Guntur mencoba menyempil dicelah yang sangat sedikit dan berhasil menerobosnya.

"Hah, Juni," teriaknya kencang. Ia melihat tubuh bocah wanita itu tergeletak bersimbah darah, dan saat guntur memeriksa pernafasannya, ia masih bernafas.

"Bu, panggil ambulance," titah Guntur kepada Sarah yang sedari tadi berusaha ingin melihat ke dalam toilet.

"Iya, Pak," sahut Sarah cepat, ia bergegas mengambil ponsel pintarnya yang terselip disaku pakaian blazernya dan mengusap cepat layar ponselnya untuk membuat panggilan darurat ambulance.

Sedangkan Guntur membawa Juni keluar dari toilet dan menuju ke kantor.

Pemandangan itu menarik perhatian siswa dan guru lainnya. Seketika sekolah menjadi heboh dan saat bersamaan, Bagas yang melihat kondisi adiknya sedang sekarat menangis tersedu dan berdoa untuk kesembuhan sang adik.

Tak berselang lama, ambulance datang, dan Sugi yang telah diberi tahu tiba disekolah dengan tergopoh-gopoh, kemudian ambulance membawa Juni ke rumah sakit.

Sementara itu, Ayu yang mendengar Juni sedang sekarat dirumah sakit tersenyum bahagia. Ia tak sabar untuk mendapatkan kekayaan yang lebih banyak lagi. Ia harus menjadi milyader yang diakui kekayaannya dan tidak akan ada lagi yang merendahkannya. Ia tersenyum-senyum sendiri membayangkan tumpukan uang dan perhiasan yang kini menantinya didepan mata.

Setibanya dirumah sakit. Juni mendapatkan pemeriksaan di UGD. Darah yang membasahi rok sekolah diganti dengan yang bersih.

Setelah melalui serangkaian pemeriksaan. Dokter menjadi bingung, sebab tidak ada penyakit ataupun luka dari tubuh ataupun organ tubuhnya, dan lambungnya juga baik-baik saja setelah dilakukan endoskopi.

Akan tetapi, anehnya Juni merasakan sakit yang luar biasa saat tersadar dari pingsannya ketika alat berupa selang yang kecil dengan camera video kecil didalamnya, sehingga semua dapat terindeks dengan menyeluruh.

Dokter hanya memberikan antibiotik dan juga paracetamol untuk mengurangi rasa sakit yang dikeluhkan oleh bocah perempuan tersebut, dan dijinkan untuk pulang.

Sugi membawa puterinya pulang ke rumah. Setibanya dirumah ia kembali meraung kesakitan, karena rasa sakitnya semakin kuat.

Sedangkan Ayu harus merasa kecewa mendapati juka sasaran tumbalnya masih hidup.

"Siaaal, aku gagal mendapatkan uang dan perhiasan. Kenapa iblis itu tak membuat Juni langsung mati saja!" Ayu menatap Juni yang meraung kesakitan dengan kesal.

Sugi terlihat panik dan mencoba menenangkan sang anak. Bagas, Laila, dan Nisa pulang ke sekolah lebih cepat untuk melihat kondisi sang adik.

Diam-diam Bagas membaca berbagai doa yang dan ayat pendek yang ia hafal sembari membelai kepala sang adik.

"Sakiit, sakit," keluh Nuni dengan wajah pucat dan darah terus saja merembes dari liang belakangnya.

Bagas membaca surah Al-fatiha, ayat Qursi, Al ikhlas, Al Falaq dan An Nas, yang merupakan ayat ruqiyah.

Perlahan Juni mereda, dan raungannya tak begitu lagi kuat terdengar, ia tertidur dengan nyaman.

Bagas dan Laila, serta Nisa menangis melihat kondisi yang dialami oleh sang adik.

Tetangga yang mendengar berita tentang sakitnya Juni disekolah menyebar dengan cepat. Mereka datang berkunjung dan melihat kondisi Juni yang saat ini sedang tertidur lelap.

Bisik-bisik tetangga mulai terdengar dengan berbagai spekulasi yang berkembang. "Tuh, kan bener dugaanku, si Ayu pakai pesugihan, dan kali ini si Juni yang ditumbalkan, besok siapa lagi," bisik Dessy pada group ghibahnya yang saat ini juga menjenguk Juni, sebab anak mereka satu sekolahan dengan bocah malang itu, dan juga bertetanggaan.

Bagas yang tanpa sengaja mendengar percakapan para genk gosip merasa sangat takut. Ia penasaran dengan apa yang dibicarakan oleh mereka, tetapi takut untuk bertanya.

Ayu berjalan mondar-mondar diruangan tengah, tempat dimana Juni berbaring.

Setiap saat ia memeriksa kondisi Juni yang masih tertidur. Ia kesal mengapa puterinya itu masih bernafas. Ia tak sabar ingin membeli mobil mewah. Jika untuk membeli rumah pak RT, uangnya sudah ada, hanya saja ia inginkan mobil juga.

"Kenapa nih, anak gak mati-mati juga sih," guman Ayu lirih, ia semakin gelisah.

Ayu berjalan masuk ke dalam kamar. Ia mengambil ponsel pintar dan men-chat Ujang sahabat sesatnya.

Ia ingin menanyakan mengapa tumbal yang sudah didepan matanya tidak juga diterima oleh iblis yang mengikat perjanjian dengannya.

"Gimana, nih? Kenapa tumbalnya tidak diterima oleh iblis itu," tanya Ayu penasaran.

"Sabar, sepertinya kamu lupa untuk mempersembahkan darah ayam cemani," balas Ujang.

"Gak mungkin aku buat sesaji dirumah ini, tidak ada kamar khusus, yang ada malah ketahuan kang Sugi, bisa mampus aku,"

"Kalau begitu, cepat beli rumah pak RT untuk melakukan ritual. Rumah itu banyak kamarnya. Buat satu kamar yang tidak boleh dimasuki oleh sesiapa pun kecuali kamu," saran Ujang.

"Baiklah, hari ini aku akan menemui pak RT untuk membeli rumahnya. Aku sudah tak sabar ingin hidup kaya. Aku capek melarat terus," balas Ayu dengan kesal. Ia telah kehilangan hati nuraninya, dan matanya dibutakan oleh keindahan dunia dan iblis telah bersarang didalam relung jiwanya yang menyatu menjadi satu ikatan yang siap menyeretnya ke lembah syirik qubro dan sesat bersama sang iblis hingga ke neraka.

Ayu mengakhiri pesan chat-nya. Ia beranjak dari kamar dan akan berjalan menemui pak RT. Ia ingin membeli rumah mewah itu. Ia tak sabar untuk tinggal dirumah yang akan ia isi dengan perabotannya.

Ia melintasi Juni yang sedang tertidur, dan Laila sedang memasak didapur, sebab ia tak sempat memasak karena lebih senang membeli saja. Ia tak menoleh ke arah anak-anaknya yang saat ini sedang menunggu Juni yang masih terlelap.

Terpopuler

Comments

✪⃟𝔄ʀ𝐫ᷛ𝐞ͧ𝐲ᷡ𝐲ⷮ𝐞ͧ𝐬ᷢ EFREN

✪⃟𝔄ʀ𝐫ᷛ𝐞ͧ𝐲ᷡ𝐲ⷮ𝐞ͧ𝐬ᷢ EFREN

syukur lah klo masih bernafas, berarti junior masih hidup🤭🏃‍♂️

2024-01-21

5

ghina amd

ghina amd

ibu yg durhaka sama anak2nya

2024-04-24

0

A B U

A B U

lanjut.

2024-03-29

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!