tiba

Ayu dan Ujang tiba dikota. "Jang, aku mau beli motor baru," ucap Ayu dengan tiba-tiba.

Ujang tertawa tipis. "Hemmm, jangankan motor, mobil pun bisa kamu beli. Tetapi jangan terlalu mencolok kali, nanti suamimu curiga," saran Ujang.

Ayu terdiam sejenak. Ia mencoba memikirkan saran sahabat sesatnya.

"Terus gimana, dong?"

Ujang menepikan mobilnya dipinggir jalan. "Begini saja, kamu buat rekening dan uangnya disimpan ditabungan. Perhiasan ini kita jual, dan tentunya aku juga harus mendapatkan bagianku," Ujang mengingatkan.

Ayu manggut-manggut.

"Kamu buka warung makan, agar tetangga tak mencurigaimu,"

Ayu kembali mencerna ucapan sahabatnya yang berhasil membawanya ke jurang Syirik qubro.

"Baiklah, aku akan mengikuti saranmu," Ayu menyetujui ucapan Ujang

"Bagus," puji Ujang, "Sekarang kita akan Jual perhiasan ini ke berbagai toko emas, ingat, Yu, setelah tiba dirumah, kamu harus berpura-pura sedih atas meninggalnya anak kamu,"

Ayu menganggukkan kepalanya, mencoba memahami apa yang dikatakan oleh pria tersebut.

Sementara itu, Sugi terlihat terguncang. Ia merasa jika perbuatan Ayu sangat membuatnya terluka. Bahkan wanita yang telah menjadi istrinya selama tiga belas tahun lamanya, kini entah dimana rimbanya.

"Yang sabar, ya, Kang. Semoga Allah memberikan tempat terindah untuk Shaleh. Aku pamitan dulu, kang, ada mesin yang akan aku perbaiki," ujar Darmadi.

"Iya, Di. Makasih atas semua bantuannya," jawab Sugi lemah.

Wuuuuuusss....

Darmadi kembali dikejutkan oleh sosok makhluk tak kasat mata, yang melintas dari arah dapur dengan menggendong arwah yang mirip bayi.

"Hah," Darmadi tersentak kaget.

"Ada apa, Di?"

Darmadi menggelengkan kepalanya, ia tak ingin menceritakan apa yang dilihatnya, sebab ia takut menjadi fitnah.

Saat bersamaan, terlihat Yudi datang dengan membawa cangkul. Kakinya kotor penuh dengan tanah merah.

"Kang, ini cangkulnya," ucap pemuda itu.

"Letakkan dibagian belakang, Yud," titah Sugi. Suaranya terdengar lemah.

Pemuda itu menganggukkan kepalanya. Kemudian menuju belakang dapur dan ingin meletakkan cangkul itu disana. Rumah semi permanen dengan papan yang mulai melapuk, merupakan satu-satunya rumah kontrakan yang ada didesa itu dengan harga yang cukup murah meriah muntah.

Yudi meletakkan cangkul tepat didekat bilik mandi. Tiba-tiba ia merasakan bulu kuduknya meremang dan, ada sesuatu yang berdiri dengan cara memunggunginya.

Saat ia mencoba ingin mendekatinya, aroma amis darah dan juga busuk menjadi satu, sesuatu yang terlihat samar, dimana punggung seseorang yang sedang memunggunginya terlihat berlubang dan mengeluarkan belatung dan darah yang beraroma tidak sedap.

Sosok itu tampak menggendong sosok bayi. Seketika pemuda itu berteriak ketakutan dan tanpa sengaja melemparkan cangkul yang masih dipegangnya ke arah sosok mengerikan yang barusan dilihatnya.

"Aaaaaaa...," teriaknya dengan kencang dan berlari seperti dikejar setan.

"Kamu kenapa, Yud," tanya Darmadi yang kebingungan melihat sikap pemuda itu.

Tanpa menjawab pertanyaan dari Darmadi, ia menghampiri motornya dan mengemudikan motor dengan kecepatan yang tinggi.

Darmadi dan juga Sugi saling tatap melihat ulah pemuda tersebut.

Darmadi melihat matahari tepat berada ubun-ubun dan itu tandanya jika saat ini tengah hari. Tiba-tiba hujan rintik-rintik turun ditengah terik mentari.

Saat bersamaan, burung gagak datang tiba-tiba yang terbang dari arah timur menuju rumah Sugi yang saat ini sedang berduka.

Kwaaaak... Kwaaaak... Kwaaaak...

Darmadi dan Sugi dikejutkan dengan kehadiran burung berbulu hitam tersebut. Menurut mitos yang berkembang, jika burung itu datang melintasi rumah, akan ada pesan kematian yang dibawanya.

Burung gagak hitam itu berbunyi memekakkan telinga sembari berputar-putar diatas atap rumah Sugi.

Kedua pria tampak bingung. Sugi mencoba mengambil sebuah batu kecil dan bersiap melemparnya.

"Husss, huuus," Sugi mencoba menghalaunya dengan lemparan batu ditangannya, "Pergilah ke hutan, jangan dirumahku," ucap Sugi dengan hati risau.

Darmadi merasakan, jika keluarga ini akan kembali berduka untuk yang kedua kalinya. Tetapi ia hanya menyimpan prasangkanya didalam hati saja.

"Kang, aku pamit pulang," ucap Darmadi, dan menghampiri motornya.

"Iya, Di," sahut Sugi dengan wajah yang masih sembab.

Pemuda itu menghidupkan mesin motornya dan meninggalkan rumah duka.

Sugi tercenung memandangi burung hitam yang masih berputar-putar diatas atap rumahnya. Ia merasakan hatinya sangat khawatir, tetapi ia berusaha untuk tetap tenang, agar anak-anaknya tak lagi berlarut dalam kesedihan sebab kehilangan sang adik.

Sugi melirik ikan hasil tangkapannya yang tergeletak begitu saja didepan teras rumahnya. Tetangga yang merasa faham akan kondisi Sugi saat ini, berusaha membeli ikan-ikan tersebut dan kini hanya tersisa beberapa kilo saja dan akan dijadikan untuk lauk pauk mereka.

pergunjingan disekitarnya mulai terasa. Para tetangga mempertanyakan keberadaan Ayu yang tiba-tiba menghilang begitu saja, bahkan mereka menduga jika Ayu lari bersama pria lain untuk mendapatkan kehidupan yang layak.

Dua hari kemudian. Ayu tiba lebih cepat dari yang mereka rencanakan. Ia sengaja turun jauh dari jalanan utama. Wanita itu telah membeli ponsel baru untuk memudahkan komunikasi dengan Ujang.

"Kamu aku turunkan disini, pesan taksi online saja, tadi caranya sudah aku beritahu," ucap Pria sesat itu sembari menunggu taksi yang akan dipesan oleh Ayu datang.

Wanita durjana itu mengangguk mengerti. Ia memesan taksi online dan ia belajar dengan cepat untuk menggunakan ponsel pintarnya, barang yang cukup lama ia idam-idamkan.

Tak berselang lama, taksi online yang dipesannya pun tiba. Ia berpamitan kepada Ujang dengan wajah berseri.

Setibanya didepan rumah, mobil taksi itu menjadi pusat perhatian para tetangga, karena berhenti tepat didepan rumah kontrakan Sugi.

Terlihat Ayu turun dari taxi dengan perutnya yang membuncit. Ia memegangi pinggangnya yang terasa sakit.

Setelah taksi itu pergi, kelima anak-anaknya yang ternyata sedari tadi berdiri diambang pintu berhamburan menghampirinya.

"Ibuuuu," teriak kelima bocah itu saat melihat sosok yang berdiri dihadapannya adalah Ayu.

Teriakan bocah itu membuat Sugi yang baru saja selesai makan siang, merasa sangat penasaran.

Kelima anaknya berlari memeluk Ayu. "Ibu, adik Shaleh meninggal, Bu," mereka mengoceh, memberikan kabar duka itu dengan wajah sedih dan air mata berlinang.

"Hah," pekik Ayu, ia harus berpura-pura sedih dan terkejut atas kematian anaknya.

"Shaleeh," teriaknya dengan kencang dan memaksa air mata yang tak ingin keluar agar ia terlihat benar-benar berduka.

Ayu masuk ke dalam rumah, dan bahkan ia tak memperdulikan Meli yang sedari tadi menatapnya dan menginginkan untuk digendong.

Melihat hal tersebut, para tetangga yang didominasi oleh emak-emak yang merupakan ras terkuat dibumi, mulai membuka ghibahan yang mana ini akan semakin panas.

Sugi berdiri mematung diruang tengah, saat Ayu tiba-tiba datang berteriak menyebut nama Saleh dan medekap tubuhnya. "Saleh, Kang.. Saleh," isak Ayu penuh kepalsuan, dengan mendekap erat tubuh Sugi.

Melihat istrinya yang cantik telah kembali, Sugi lupa caranya untuk memarahi wanita itu karena sudah beberapa hari menghilang dari rumah tanpa kabar.

Terpopuler

Comments

Ai Emy Ningrum

Ai Emy Ningrum

rumah tipe 4L..loe lagi loe lagi..
tipe 4S pula.. sana sini sangat syempit dan atas bantuan pemerintah ehh tetangga alias minjem 🙈🙈🙈

2024-01-15

6

A B U

A B U

next

2024-03-29

1

༄༅⃟𝐐 🇩𝗲𝘄𝗶ᵇᵘⁿᵍᵃ㊍㊍ꪶꫝ🌀🖌

༄༅⃟𝐐 🇩𝗲𝘄𝗶ᵇᵘⁿᵍᵃ㊍㊍ꪶꫝ🌀🖌

belum tau saja kelakuan istri cantik mu kang sugi

2024-03-18

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!