pindah

Ayu berjalan sembari memegangi perutnya yang buncit. Ia terasa sesak untuk berjalan terlalu jauh.

Tanpa sengaja, Yudi melintas dari arah depan. Ia ingin kembali menjemput bidan Andana, sebab kali ini neneknya kembali sesak nafas.

Ciiiiiiiiit….

Yudi menghentikan motornya tepat dihadapan Ayu. “Mau kemana, Mbak?” tanya Yudi dengan perhatian.

Ayu menghela nafasnya dengan dalam. “Mau ke rumah Pak RT,” sahutnya dengan nafas tersengal. Ia merasakan sangat sesak setelah berjalan 20 meter.

“Ya, sudah, ayo,Mbak, tak anterin,” Yudi menawarkan.

Ayu menganggukkan kepalanya, tak ada salahnya jika ia menerima tawaran pemuda itu.

Wanita itu naik ke boncengan. Tentunya saja perutnya itu menyentuh pinggang sang pemuda.

“Emang nasib boncengin orang hamil, cuma dapat sundulan perutnya doank,” gerutu Yudi dalam hatinya. Kemudian ia mengemudikan motornya dalam kecepatan sedang. Meskipun ia suka membawa motor dengan kecepatan tinggi alias kebut-kebutan,, tetapi saat membawa Ayu ia menjaganya, sebab takut jika Ayu terjatuh dan berguling lalu melahirkan di jalan, ia juga yang repot.

“Mau ngapain ke rumah pak RT, Mbak?” tanya Yudi mulai kepo. Ia sangat hati-hati mengemudikan motornya di jalanan desa yang belum tersentuh pembangunan, masih banyak bebatuan yang menyembul, jika saja tidak seimbang dan pastinya mengecup jalanan yang masih tertimbun tanah merah.

“Mau tau aja, apa mau tau banget” sahut Ayu centil. Ia mengeratkan pegangannya di pinggang pemuda itu, yang membuat Yudi panas dingin.

Yudi mendengus kesal. “Oo… ya sudah,” jawab pemuda itu ngambek.

Ayu cekikikan. “Mau beli rumah, Pak RT,” jawabnya dengan penuh keyakinan

“Hah,” sahut Yudi dengan tak percaya. “Rumahnya itu mahal, Mbak, uang darimana” sahut Yudi cepat.

Seketika Ayu tersinggung mendengar ucapan Yudi yang terkesan meremehkannya. “Gak usah kaget gitulah, Yud. Mentang-mentang Mbak hidup susah, kalian terlalu merendahkan,”

“Bukan merendahkan, Mbak. Cuma warga sini saja berfikir ulang untuk membeli rumah pak RT, itu harganya dua ratus juta, uang darimana? Kecuali kita pakai pesugihan,” ujar Yudi sembari cekikikan, sebenarnya ia hanya asal ceplos saja.

Ayu yang mendengar ucapan Yudi semakin tersinggung. “Kaku nuduh Mbak pakai pesugihan, ya!” ucap Ayu ketus.

Yudi merasa bingung, niatnya untuk bercanda, justru ditanggapi serius oleh Ayu. “B-bukan begitu, mbak. Aku hanya bercanda,” sahut Yudi, dengan nada cengengesan.

“Sudah, turunkan saja mbak di sini!” Ayu semakin ketus.

Yudi menghentikan motornya, dan Ayu turun dari boncengan. Ia menatap Yudi dengan emosi. “Awas kamu ya, kalau sampai ngatai mbak pakai pesugihan lagi,” ancam wanita yang telah diboncengnya itu. 

Ayu berjalan tertatih meninggalkan Yudi yang masih bengong. Bahkan ia lupa mengucapkan terimakasih.

“Dasar aneh, wanita hamil emang sensitifan, niat bercanda, nanggepinya serius amat, si amat saja gak serius,” omel Yudi, kemudian memutar arah untuk menuju ke bidan Andana.

Rumah Pak RT ada di pinggir jalan utama. Ayu semakin dekat dan ia memegangi pinggangnya yang sakit.

Ia berhenti sejenak. Mengatur nafasnya yang tersengal. "Aku gak mau tau, besok aku harus beli motor baru. Enak saja si Ujang ngatur-ngatur aku, yang punya uang-kan aku," guman Ayu dengan lirih dan kesal.

Setelah merasa nafasnya mulai normal, ia melihat pak RT yang buru-buru keluar daru rumah dan ingin pergi.

"Pak, Pak RT, tunggu," Ayu berteriak memanggil pria bertubuh tambun dengan perawakan yang tinggi.

Pak RT menoleh ke arah suara yang memanggilnya. "Ayu? Mau apa dia datang kemari? Apa untuk menanyakan uang berasnya yang dari pemerintah itu belum kekuar," guman Sarno sang ketua RT, sembari menatap kedatangan Ayu yang tampak kesusahan.

Ayu mempercepat jalannya. Meskipun ia harus memperhatikan langkahnya, akhirnya dapat menghampiri Sarno yang masih dudu diatas jok motor.

"Ada apa, Yu," tanya Sarno berusaha untuk ramah. Ia melihat peluh membasahi pelipis wanita yang sedang ada dihadapannya. Jika dilihat dari fisik, Ayu adalah wanita yang berparas ayu. Wajah tirus dengan tubuh yang masih aduhai, meskipun beberapa kali melahirkan, dan ia masih saja tetap ramping, kecuali sedang hamil, dan itu mengembang sesaat saja, setelah lahiran kembali langsing seperti semula.

"Anuu, pak. Saya mau membeli rumah bapak," sahut Ayu dengan percaya diri.

Seketika Sarno tercengang. Ia memperhatikan Ayu dengan seksama. Kemungkinan Ayu sedang stres akibat ditinggal oleh Shaleh saat sedang gemas-gemasnya, atau juga ditambah lagi beban hidup dengan Juni yang saat ini sedang dalam kondisi sakit.

"Kamu tidak sedang ngigau-kan, Yu?" tanya Sarno dengan rasa prihatin. Ia sebenarnya kasihan dengan wanita tersebut yang harus mengalami kemiskinan yang cukup parah hidup bersama Sugi. Andai saja Ayu itu janda, ia pasti mau menikahi wanita itu menjadi selirnya.

Ayu menyunggingkan senyum sinis mendengar ucapan remeh dari Sarno. "Saya mau beli rumah itu sekarang, dan saya harap surat-suratnya segera dipindah tangankan sekarang," jawab Ayu dengan menekankan.

Pria itu semakin bingung. Bagaimana mungkin Ayu dapat membeli rumahnya, jika untuk makan saja ia kembang kempis dan mengharapkan bantuan dari pemerintah.

Melihat Sarno masih terdiam. Ayu dengan kesal mengeluarkan kantong kresek dari balik branya dan memperlihatkan isinya kepada Pak RT yang menatapnya dengan terkejut.

"Hah, ini uang bemeran apa uang mainan, Yu?" tanya Sarno seakan tak percaya. Fikiran buruk tentang wanita dihadapannya mulai mengisi benaknya.

Ayu tersenyum mencibir. "Ya, uang asli lah, masa iya palsu."

"Kamu dapat darimana uang sebanyak ini, Yu?" pak RT mulai kepo.

"Jangan mau tau urusan orang, Pak, yang terpenting saya bayar cash rumah bapak. Bukankah bapak lagi butuh modal untuk mencalonkan diri menjadi Kades?" Ayu mencoba mengalihakan rasa penasarannya terhadap dirinya.

Seketika Sarno tersadar, ia lagi butuh dana untuk ikut dalam kompetisi mencalonkan diri menjadi Kepala Desa yang mana akan bersaing dengan Guntur yang juga ikut mencalonkan diri karena diusung oleh warga sekitar.

Sarno mengagguk cepat, dan dengan sekejap ia melupakan tentang rasa penasarannya terhadap Ayu.

"Baiklah, Ayo masuk ke dalam rumah, kita selesaikan didalam saja," ucap Sarno dengan cepat.

Sementara itu Yudi menghentikan motornya didepan kediaman bidan Andana. Ia melihat pintu rumah dinas itu terbuka. Dan yang paling menyebalkannya, ia melihat motor Darmadi sudah terparkir disana.

"Dasar kampreet, ternyata gercep juga si Darmadi," maki Yudi dengan kesal. Ia nyelonong masuk ke dalam dan melihat Bidan Andana sedang merekatkan alat pengukur tekanan darah dilengan pemuda itu dan menghidupkan mesin otomatis yang dapat mengecek tekanan darah pasien dengan cepat dan akurat.

"Ehemmm," Yudi berdehem saat melihat keduanya masih saling pandang menunggu mesin otomatis itu menampilkan angka yang menjadi rujukan untuk tekanan darah Darmadi saat ini.

Terpopuler

Comments

Ai Emy Ningrum

Ai Emy Ningrum

pak RT Sarno kaget liyat duit dlm kresek yg dikluarin Ayu dr balik bra nya ato kaget liyat isi dlm bra nya Ayu ?? kresek nya segimana sampe bs dimasukkin kedlm kutang ?? #mikirkeras /Joyful//Joyful//Joyful/

2024-01-22

6

✪⃟𝔄ʀ𝐫ᷛ𝐞ͧ𝐲ᷡ𝐲ⷮ𝐞ͧ𝐬ᷢ EFREN

✪⃟𝔄ʀ𝐫ᷛ𝐞ͧ𝐲ᷡ𝐲ⷮ𝐞ͧ𝐬ᷢ EFREN

si amat emang g serius,
tapi ki amat udah deket,kata bang dedy miswar dlm sinetron sih🤭

2024-01-22

5

N Wage

N Wage

lagi ngbayangin menyelipkan uang 200jt ke balik bra...ku yg imut.🤔🤔🤔

2024-04-30

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!