Setuju

"Kita mau kemana, Kang?" tanya Ayu dengan tak sabar. "Kita harus membeli semua perlengkapannya. Kamu harus mencari alasan kepada suamimu untuk pergi besok," ucap Pria tersebut mengingatkan. Ia menuju pasar yang berjarak sekitar 30 menit dari tempat tinggal Ayu.

"Aku harus cari alasan apa ya, Kang? Kira-kira Kang Ujang punya ide, gak?" Ayu berbalik bertanya. Saat ini ia sudah tidak dapat lagi memikirkan ide apapun.

"Katakan saja pada suamimu kalau kamu mau pulang kampung ke rumah ibumu, selama seminggu gitulah," Kang Ujang menyarankan.

Ayu menganggukkan kepalanya, sepertinya ide pria itu dapat dijadikannya sebagai alasan kepada suaminya untuk pergi esok.

Ujang menghentikan mobilnya. Mereka telah tiba dipasar dan suasana terlihat sangat ramai. "Kamu tunggu di sini saja, jangan keluar dari mobil," pesan pria tersebut, kemudian beranjak keluar dari dalam mobil dan menuju tempat pedagang unggas.

Ayu mengamati isi mobil. Ia berkhayal jika saja ia memiliki mobil dan andaikan tidak menikah dengan Sugi, mungkin hidupnya tidak akan semelarat ini.

Ia sangat malu jika bertemu dengan teman-teman sekolahnya yang saat ini sudah berhasil dan memiliki suami yang bekerja dengan gaji yang sangat tinggi. Sedangkan dirinya, mendapatkan suami yang hanya bekerja serabutan.

Sementara itu, Laila sedang memasak didapur. Berbelanja ke warung dan memasak sudah menjadi pekerjaannya sehari-haru, bahkan ia juga harus mencuci pakaian dan juga piring setelahnya. Belum lagi harus merawat keempat adiknya.

"Pak, ini kopinya," Laila menghidangkan segelas kopi kepada sang Bapak yang saat ini tampak muram. Raut wajahnya terlihat sedang memikirkan sesuatu.

"Ibu pergi ke mana, Pak?" tanya Laila, membuyarkan lamunan pria berusia 40 tahun tersebut.

Sugi memandang puterinya yang terlihat sangat kurus tersebut. Masa kecilnya yang seharusnya dihabiskan untuk belajar dan juga bermain, kini harus menanggung beban pekerjaan rumah tangga.

"Katanya ke Bidan Andana, mungkin sebentar lagi akan balik," jawab Sugi, lalu menyeruput kopi hitam yang disuguhkan oleh Laila.

Ia beranjak dari duduknya. Lalu kembali menatap sang puteri kecilnya. "Bapak mau keluar, mau cari kerja. Kamu jaga adik-adikmu, ya," ucap pria itu, bahkan kopinya pun tak ia habiskan.

Kemarahan Ayu pagi tadi membuatnya harus segera mencari rezeki lainnya, ia akan meminta pekerjaan kepada siapapun yang membutuhkan tenaganya.

Ujang datang dengan membawa ayam berwarna hitam gelap, serta ramuan lainnya. Ia meletakkan ayam tersebut ke dalam keranjang yang telah disiapkannya dari rumah.

"Untuk apa ayam hitam tersebut, Kang?" tanya Ayu penasaran.

"Ya sebagai persyaratannya," jawab Ujang menjelaskan.

Ayu hanya menganggukkan kepalanya. Ia juga belum mengerti dengan apa yang akan terjadi esok.

"Kita pulang dulu. Besok kita ketemu lagi, dan jangan lupa persiapkan dirimu," pesan Kang Ujang kepada Ayu.

"Antarkan aku ke Bidan Andana. Aku akan memeriksakan kandunganku," pinta Ayu. Ia mengenal pria bernama Ujang karena mereka satu desa dan pria itu juga merupakan teman sekelasnya sewaktu SMA.

Ujang menganggukkan kepalanya, kemudian mengemudikan mobilnya menuju kediaman Bidan Andana, sebab Ayu akan memeriksakan kandungannya.

Sugi berjalan gontai menuju bengkel tempat Darmadi bekerja. Ia ingin meminta pekerjaan ke pada pemuda itu, mungkin saja ia dapat merubah nasibnya, setidaknya anak-anaknya tidak kelaparan dan tetap dapat makan.

Setelah beberapa menit berjalan, ia tiba dibengkel yang menangani berbqgai mesin diesel. Ia melihat pemuda itu sedang menelefon seseorang, tampaknya seorang wanita, sebab wajahnya menyunggingkan senyum sumringah.

Melihat kehadiran Sugi, Pemuda itu mengakhiri panggilannya. "Sudah dulu, ya. Nanti kita sambung lagi," ucap Darmadi berbisik, dan menutup layar ponselnya.

"Eh, Kang Sugi. Ada perlu apa, Kang?" tanya pemuda itu ramah.

Sugi duduk dibangku kayu berbentuk segi empat yang hanya muat untuk bokong saja, dan bangku kayu itu juga sudah menghitam karena terkena oli saat sedang membengkel.

"Pagi-pagi sudah kusut saja wajahnya, Kang," ucap Darmadi, lalu menyodorkan sebungkus rokok kepada pria tersebut.

Sugi mengambil sebatang rokok dan menyulutnya dengan pemantik api, lalu menyesapnya dengan dalam.

"Di, ada kerjaan gak buat akang? Aku pusing banget ini, mana istri mau melahirkan," Sugi berkeluh kesah dengan segala permasalahan hidupnya.

Darmadi terdiam. Mencoba mencarikan solusi bagi Sugi, meskipun hidupnya sendiri penuh dengan masalah.

"Kang, kamu coba melaut. Aku punya sampan motor dan jaring. Nanti aku beri uang untuk minyaknya. Mungkin saja hidupmu akan berubah, Kang," saran Darmadi.

Seketika raut wajah Sugi berubah cerah. "Beneran, Di? Terus cara bagi hasilnya gimana?" cecar Sugi tak sabar.

"Sudahlah, jangan di fikirkan dulu bagi hasilnya. Kalau ada untung, bagi seikhlas kang Sugi saja untuk biaya perawatan sampan," jawab Darmadi. Ia sangat iba melihat kehidupan pria itu, sebab terbilang cukup melarat dengan anak yang cukup banyak.

"Makasih banyak, Di..., aku doain kamu cepat dapat jodoh, aamiin," Sugi tak mampu lagi mengungkapkan perasaannya yang sangat bahagia hari ini.

"Aamiin, " jawab Darmadi.

Kemudian ia menyerahkan uang dua ratus ribu rupiah untuk membeli minyak solar sebagai bahan bakar. Sugi menerimanya dengan suka cita dan beranjak menuju tempat sampan milik Darmadi ditambatkan.

Sementara itu, Ayu berjalan menuju kediaman bidan Andana sembari memegangi pinggangnya yang terasa sakit.

Setibanya dikediaman bidan Andana. Terlihat Reva baru saja keluar dari ruang pemeriksaan. Melihat kehadiran Ayu diruang yang sama, Reva memandang sinis. "Ya elaah, Mbak. Anaknya sudah banyak, hidup melarat pula, pakai Ka-be lah," ucap wanita itu sinis.

Ayu menatap dengan tajam. "Eh, mulut ember, apa urusanmu kalau aku bunting. Emang kamu, sudah 5 tahun nikah gak bunting juga," sahut Ayu dengan sinting.

Andana yang mendengar pertengkaran pasiennya mencoba melerai dan meminta Reva segera pulang.

"Mbak Reva pulang saja, ya. bulan depan datang lagi, ada program yang harua dijalani," ucap Andana, dan ternyata itu berhasil membuat Reva mengalah.

"Ayo, Bu Ayu, kita masuk dulu, biar saya periksa," ucap Andana dengan selembut mungkin.

Ayu menurut dan memasuki ruang pemeriksaan.

"Hemm..., kondisi janin sangat bagus. Dan posisinya juga sudah menghadap jalan lahir. Jika tak ada rintangan, Insya Allah dua minggu akan dilahirkan," ucap Andana menjelaskan.

Ayu merasa tenang, setidaknya tidak terjadi sesuatu yang mengkhawatirkan tentang kondisi kandungannya.

"Ini obat tambah darah dan juga vitaminnya diminum, Ya, Bu," Andana memberikan beberapa tablet obat untuk diminum Ayu.

"Makasih, Bu bidan," jawabnya, kemudian meraih obat tersebut. "Berapa biayanya?" tanya Ayu kepada sang bidan.

"Dua puluh ribu saja, Bu," jawab Andana.

Ayu tak membawa uang, sebab ia tadi melemparkan uang pemberian dari suaminya tadi. "Tapi saya lupa bawa uang," jawab Ayu.

Andana nyengir kuda. Ia sudah menduganya sejak awal.

"Ya, sudah, bayar saja nanti kalau sudah ada uangnya.

Terpopuler

Comments

Amelia

Amelia

lanjut 👍👍

2024-05-04

0

A B U

A B U

next

2024-03-29

1

Syahrudin Denilo

Syahrudin Denilo

ayu bentar lagi jadi orang kaya

2024-03-07

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!