Mentari tiba di rumah setelah seharian menikmati uang pemberian wanita penggoda suaminya. Ia melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah besar dan mewah itu dengan perasaan yang sangat bahagia.
Kedua tangannya penuh dengan tas belanjaan dari produk-produk bermerek sampai ia jadi kesulitan untuk membawanya. Seorang asisten rumah tangga pun datang padanya dan bermaksud untuk membantu tapi ia tolak.
Ia tidak suka diperlakukan seperti seorang nyonya besar di rumah itu. Dan selama ia bisa mengerjakan pekerjaan itu sendiri maka ia tak akan merepotkan orang lain.
Seragam sekolahnya pun sudah tak ia pakai karena Ia sudah menggantinya dengan pakaian kasual santai.
Tubuhnya seharusnya lelah, tapi karena sudah mendapatkan perawatan dari sebuah salon kecantikan, ia jadi lebih segar dan juga merasa lebih cantik. Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 9 malam, itu berarti ia sudah cukup lama berada di luar rumah.
Diantara rasa senangnya ternyata terselip juga perasaan takut karena pulang larut. Ia pun mengendap-endap memasuki kamar Adiba karena ia yakin anak itu pasti sudah lama tertidur. Tangannya memutar handle pintu dengan pelan agar tidak menimbulkan suara.
"Darimana saja kamu!"
Barang belanjaan yang ada di tangannya langsung terlepas dan jatuh ke lantai saking kagetnya. Krisna berdiri di hadapannya dengan tatapan dingin sedingin badai salju yang terjadi di Inggris saat ini.
Tubuhnya membeku untuk sesaat. Sungguh, ia tak pernah melihat wajah pria itu semenyeramkan itu.
"Aku, habis jalan sama Gisel mas," ucapnya setelah lama terdiam.
"Hum! Gisel! Kamu tidak membaca pesan aku heh?!"
Mentari menelan salivanya kasar.
"Baca mas."
"Lalu?"
"Aku~." Mentari kebingungan. Ia tidak tahu harus menjawab apa.
"Aku tunggu kamu di kamar!"
"Kapan mas?"
"Sekarang!"
"Tapi?"
"Jelaskan semuanya di kamarku. Aku tak mau Adiba terganggu kalau kita di sini!" titah Krisna dengan tegas setelah itu ia pergi dari hadapan gadis itu.
Mentari menghela nafasnya kasar. Ia pun menyimpan barang-barang belanjaannya di atas sofa kemudian segera menyusul suaminya ke kamar utama, sebuah kamar yang tidak pernah dimasukinya meskipun sudah dua bulan menjadi istri dari pria itu.
Gadis itu membuka pintu kamar kemudian melangkahkan kakinya dengan pelan ke dalam. Sebuah pemandangan yang sangat indah ia dapatkan di dalam kamar mewah itu. Dalam hati ia memuji kemampuan Anjani, sang kakak.
Wanita cantik yang bertaut 10 tahun darinya itu adalah seorang desain interior yang sangat profesional dan juga produktif. Otak dan tangannya selalu bisa membuat apa yang dikerjakannya terlihat indah.
Penataan kamar dan keseluruhan ruangan yang ada di dalam rumah mewah ini pasti tak luput dari sentuhan tangan dan ide-idenya. Sayangnya, ia harus pergi karena sebuah kecelakaan dan meninggalkan seorang gadis kecil seperti Adiba.
"Ngapain berdiri disitu?!"
Mentari tersentak kaget. Suara dingin dari seorang kakak ipar yang sudah berubah menjadi suaminya kini terasa mengintimidasinya.
"Ah iya mas," ucapnya dengan takut-takut. Ia pun mendekat ke arah sebuah kursi yang terbuat dari kayu jati mahal. Pria kaku itu menumpuk kaki panjangnya diatas kakinya ya lain dengan tatapan tajam pada Mentari.
Gadis itu jadi seperti seorang tersangka.
"Aku bilang apa tadi heh?!"
"Apa mas"
Mentari balik bertanya dengan wajah bingung.
"Jadi kamu tidak ingat apa saja yang aku katakan?!"
Mentari terhenyak. Suara Krisna menggelegar bagaikan petir.
"Ingat mas. Aku ingat kok." Cepat-cepat gadis itu menjawab kemudian menundukkan wajahnya seraya memilin ujung kaosnya yang sangat ketat.
"Nah jelaskan sekarang!" titah Krisna dengan tatapan tak lepas dari sosok gadis cantik dihadapannya.
Mentari menghela nafasnya. Kenapa ia jadi seperti sedang ujian lisan pelajaran kimia yang sangat ia tak sukai ya?. Gurunya sedikit-sedikit meminta penjelasan padahal semuanya sudah jelas.
"Kok diam?!"
Mentari mengangkat wajahnya dan tak sengaja beradu tatap dengan pria angkuh dan dingin itu.
Deg
Dada mereka berdua berdebar kencang. Krisna langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain. Mentari sendiri tersenyum manis kemudian menghampiri pria itu. Pokoknya ia tak boleh kena marah atau kartu sakti dari pria itu akan diblokir dan tak bisa ia gunakan.
Jiwa matrenya harus ia selamatkan takutnya akan punah sebelum berkembang.
"Aku 'kan habis ujian akhir nih mas," ucapnya memulai. Nada suaranya kedengaran sangat manis dan juga manja. Krisna hanya diam menyimak dengan berusaha menahan rasa asing di dalam hatinya.
"Aku sama Gisel merayakannya dengan berbelanja sepuasnya, gak apa-apa 'kan mas?"
"Gak apa-apa kalo gak bersama dengan pria itu!" tandas Krisna dengan ekspresi yang sangat menakutkan.
Mentari terlongo tapi kemudian langsung tertawa. Ia yakin kalau suaminya cemburu pada Dirga dan itu sangat menyenangkan baginya. Rasa takutnya langsung berubah senang.
"Oh Dirga? Dia itu pacar aku mas. Tapi aku tidak bersamanya sepanjang hari ini kok. Aku bersama dengan Gisel saja."
Krisna tanpa sadar mengepalkan tangannya.
"Kita gak ada perjanjian apapun 'kan? Kalau aku tak bisa pacaran?" lanjut Mentari dengan senyum diwajahnya.
Pria itu langsung berdiri dari duduknya karena marah. Berani-beraninya seorang gadis ingusan mengatakan hal yang seperti itu padanya.
"Ngomong apa kamu?" geram Krisna seraya mencengkram erat lengan gadis itu.
"Mas, sakit," keluh Mentari berusaha melepaskan cengkraman tangan suaminya yang besar.
"Kamu itu istriku Tari. Mana bisa kamu bicara tentang pacarmu heh!" geram Krisna seraya melepaskan cengkraman tangannya. Mentari pun mengelus tangannya yang terasa sakit.
"Ya bisa aja dong mas, kita 'kan sebenarnya adalah saudara ipar yang kebetulan sudah menikah."
"Aku istrimu tapi sebenarnya aku adalah kakak dan teman Adiba. Aku juga hanya seorang pengasuh buat anak itu. Jadi kalau aku bersenang-senang sedikit saja itu wajar 'kan mas?"
Krisna merasakan rahangnya mengeras. Mentari yang baru saja berusia 18 tahun tak ia sangka akan sangat pintar bicara seperti itu. Ia kesal dan sangat kesal tapi ia berusaha untuk tetap tenang. Saat ini, Ia bukan hanya suami tapi juga seorang kakak untuk gadis cantik itu. Begitulah yang harus ia tanamkan dalam hatinya.
"Ah iya. Kamu memang bebas bersenang-senang," ucap pria itu berusaha untuk tetap tenang dan tidak terpengaruh.
"Selain belanja apa saja yang kamu lakukan?" Kali ini suaranya agak melunak.
Mentari tersenyum senang. Ia sangat senang karena kakak iparnya yang biasa dingin itu kini mulai bisa diajak bicara
Ia pun mulai menceritakan apa saja yang ia lakukan bersama dengan Gisel sepanjang hari. Sayangnya ia sengaja memotong kisah tentang wanita yang memberinya uang banyak. Ia tak ingin merusak mood buruknya jika ingat wanita itu.
"Salon?" tanya Krisna saat gadis itu menceritakan tentang salon yang ia datangi.
"Iya mas. Aku sama Gisel pergi ke salon. Dan ternyata sangat menyenangkan."
"Memangnya kamu tak pernah ke salon?"
"Pernah lah mas, kalo cuma untuk potong rambut saja. Tapi yang tadi itu aku minta semua paket treatment." jelas gadis itu dengan perasaan menggebu-gebu.
"Treatment apa saja?" Krisna nampak tertarik. Mentari memang pintar menarik hati semua orang.
"Body Massage, Scrubbing, creambath, banyak lagi mas. Kulitku jadi terasa sangat lembut dan aku jadi sangat segar."
"Oh ya?"
"Iya dong hahaha. Bayarnya saja sangat mahal."
"Kalo gitu mana buktinya kalau kulitmu udah halus dan lembut."
"Hah?" Mentari melongo.
🌺
*Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
Hadiyah 0575
Hahaha...mulai modus nih pak krisna
2024-02-16
1
Rostina Sahar
ketahuan Matrenya hehehe
2024-01-24
0
Mammeng
ketahuan deh....😄
2024-01-19
0