"A-apa ma?!"
Mentari terlonjak kaget dengan keputusan kedua orangtuanya. Matanya yang indah langsung melotot seakan ingin keluar dari kelopak matanya.
Padahal ia hanya meminta uang jajan tapi kenapa ia jadi digadaikan seperti ini oleh kedua orangtuanya.
"Apa aku gak salah dengar ma?" tanya gadis itu lagi seraya mengorek kupingnya untuk memastikan pendengarannya.
"Tidak. Kamu tidak salah denger. Kamu akan menikah dengan papanya Adiba besok!" tegas Amira dengan suara tegasnya.
"Tapi kenapa ma?" Mentari masih tampak bingung dan juga tak terima dengan pengaturan kedua orangtuanya.
"Gak usah tanya-tanya kenapa!" Amirah menatap sang putri tajam.
"Tapi ma, aku belum lulus SMA dan juga belum berniat menikah. Lagi pula aku mau lanjut belajar di universitas dan jadi wanita karir nantinya," lanjut gadis itu dengan mata berbinar.
Bayangan menjadi seorang wanita karir sudah tampak di depan matanya.
"Gak ada alasan!" tegas Amira dan berhasil membuat wajah Mentari merenggut.
"Kamu tidak akan mendapatkan uang jajan dan biaya untuk kuliah kalau kamu tidak mau." Kali ini sang papa yang memberikan ultimatumnya.
Tubuh Mentari langsung loyo. Ia menghela nafasnya kasar kemudian menghentakkan kakinya kesal. Ia tak punya kuasa lagi untuk menolak kalau papanya sudah turun tangan.
"Ya udah. Aku mau." Akhirnya gadis itu mengalah meskipun bibirnya manyun dan tidak ikhlas. Amirah, sang mama tersenyum dengan ekspresi yang sangat bahagia.
"Nah, gitu 'kan bagus. Lagipula kamu mau atau tidak pun kami tetap akan memaksa."
Mentari melotot.
"Kenapa? Kamu mau melawan?" tanya Amirah dengan mata melotot pula.
"Mama sama papa kok kejam banget sih! Sungguh tak berperikemanusiaan!"
Mentari semakin kesal tapi tak bisa berbuat apa-apa. Hak asasinya dirampas oleh kedua orangtuanya tanpa perasaan sama sekali.
"Gak usah ngedumel begitu. Kamu jadi tidak cantik lagi kalo kayak gitu." Amira berucap dengan menahan bibirnya untuk tidak tertawa. Ia tahu betul bagaimana sifat putrinya yang sangat manja tapi cukup matre.
"Ya udah ma. Sekarang mana uang jajannya, aku mau nonton dulu sebelum jadi istri yang sangat terpaksa," ucap Mentari seraya menengadahkan tangannya meminta uang jajan seperti biasanya.
Amira tersenyum kemudian menyerahkan beberapa lembar uang merah ke atas telapak tangan sang putri.
"Jangan pulang malam-malam. Besok kamu harus cantik dan segar saat menjadi pengantin," pesan sang mama lalu meninggalkan gadis itu bersama suaminya.
Mentari tersenyum lebar tapi detik berikutnya langsung menangis histeris.
"Kalian semua kejaaam!" teriaknya dengan suara melengking tinggi.
"Masak aku hanya dibayar segini menikahi dudanya kak Anjani?" ucapnya seraya menatap beberapa lembar uang merah ditangannya.
"Kenapa harus menikah sih?! Mas Krisna 'kan dinginnya kayak kulkas 3 pintu! Mana ada yang akan tahan dengannya Huaaa!" Gadis itu kembali berteriak dan menangis.
🌺
Krisna Dewangga menatap gadis muda yang baru berusia 18 tahun itu dengan helaan nafas berat. Ia tak menyangka kalau ia telah menikahi adik iparnya itu karena permintaan kedua orang tua dan juga mertuanya.
Apa sebenarnya maksud mereka memaksaku menikahi gadis ingusan seperti Mentari?
Padahal aku tak punya perasaan apapun padanya?
Menggelengkan kepalanya dramatis, ia pun mengganti setelan jasnya dengan selembar T-shirt. Celana bahan berwarna biru pun ia padukan dengannya. Setelah itu ia meninggalkan kamar itu tanpa menyapa Mentari sedikitpun.
Gadis cantik yang bernama Mentari itu juga nampak tak perduli. Ia masih saja sibuk dengan benda pipih elektronik yang ada ditangannya. Ketawa-ketawa berbalas chat dengan teman-temannya seolah-olah dunia ini miliknya sendiri.
Ia belum sadar kalau telah menikah dan memang pernikahan itu masih dibawah tangan karena usia Mentari belum cukup sesuai aturan negara.
Sebuah chat pribadi pun masuk dari seseorang yang sangat dekat dengan hatinya.
[Keluar yuk. Ada film baru]
Mentari tersenyum senang dengan mata membulat lebar. Ia sangat senang dengan ajakan Dirga, sang pacar. Dengan cepat ia bangun dan melepaskan gaun pengantin yang baru saja dipakainya. Setelah itu ia berlari ke arah kamar mandi untuk membersihkan dirinya secara kilat.
Wajahnya yang penuh dengan riasan tebal ia cuci menggunakan sabun kemudian segera keluar dari sana.
Tak nampak samasekali kalau ia adalah seseorang yang baru saja menikah. Selembar kaus yang agak ketat ia padukan dengan celana jeans belel di tubuhnya yang lansing dan seksi. Setelah itu ia segera keluar dari kamarnya. Tak lupa ia meraih kunci motor dan juga sling bag di atas meja riasnya.
"Mau kemana kamu?" tanya seorang pria yang baru saja mendapat predikat sebagai suaminya.
"Aku mau keluar mas Kris. Aku ada urusan dengan teman-temanku." Mentari menjawab dengan santai kemudian melanjutkan langkahnya.
"Heh. Kamu baru saja menikah denganku. Jadi tidak ada lagi waktu untuk bermain-main dengan teman-teman kamu di luar sana."
Mentari menghentikan langkahnya dengan hati kesal. Ia bahkan menatap wajah pria itu tajam.
"Apa mas? Kamu berani melarang aku? Jangan sok ngatur ya, mama dan papa pun tak pernah melarang aku melakukan apa yang aku mau."
"Itu dulu saat kamu masih gadis. Sekarang kamu sudah mempunyai suami jadi jangan pernah bersikap seperti gaya kamu sebelum ini, mengerti?!" Krisna menjawab seraya merebut kunci motor dari tangan Mentari.
"Heh! Apa-apaan ini? Tidak begini aturan mainnya mas!"
Krisna terkekeh tapi tak perduli.
"Aturan main apa?" tanya Krisna dengan dagu terangkat.
"Aku tidak tahu apa maksud mama sama papa memintaku untuk menikah denganmu mas. Tapi yang aku tahu aku masih bebas melakukan apa saja yang aku inginkan, mengerti!"
"Aku juga tidak tahu apa maksud mereka. Tapi apapun itu kamu harus mematuhi perintah aku."
"Dengarkan aku mas. Aku hanya mau keluar sebentar cari angin. Disini tuh sumpek banget. Jadi kembalikan kunci itu padaku!"
"Tidak. Adiba bentar lagi bangun. Kalau dia mencari kamu gimana?"
Mentari terdiam. Ia langsung teringat dengan keponakannya yang sedang tidur di dalam kamarnya tadi.
Mentari mendengus dan menghentakkan kakinya semakin kesal. Rencananya untuk nonton film terbaru bersama dengan Dirga bisa batal kalau begini.
"Baiklah, tapi kalau Adiba bangun, aku bisa pergi 'kan mas?" Suaranya mulai melunak karena ingin memberikan penawaran.
Krisna tersenyum miring.
"Itu kalo Adiba gak rewel dan manja. Lagipula ini sudah sore. Gak baik keluar rumah untuk seorang perempuan seperti kamu." Krisna menjawab santai kemudian meninggalkan Mentari yang tampak bimbang.
Gadis itu memang sangat akrab dengan sang ponakan dan pastinya tak rela melihat anak kecil berusia lima tahun itu menangis mencarinya.
Sejak kematian sang kakak, dialah yang selalu menemani anak itu jika mas Krisna sedang banyak pekerjaan di perusahaan. Adiba sudah ia anggap sebagai sahabat dan juga adik sendiri.
Dengan bibir manyun ia pun kembali ke kamar seraya membayangkan wajah Dirga yang pasti kecewa karena ia tidak jadi datang.
Handphonenya terus berdering tapi tak ingin ia angkat. Ia yakin kalau yang menelpon itu adalah Dirga. Ia takut tak bisa memberikan alasan karena sebenarnya pria itu tidak tahu kalau ia sudah menikah.
Dengan tatapan penuh sayang pada Adiba, ia pun bergumam, "Kenapa harus menikah sih, aku 'kan tetap bisa menjadi pengasuh kamu sayang."
🌺
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
Ade Diah
aku suka........
2024-03-08
0
Mamah Kekey
seperti nya seruu
2024-02-24
1
Hadiyah 0575
hellooo..aku muncul lagi nih😊
2024-02-16
1