4. Antara Riuh Dan Senyap

Bel pulang sekolah terdengar berbunyi nyaring di telinga. Dengan segera siswa-siswi SMA Bina Bangsa Sejati mengemasi barang masing-masing dan bersiap pulang. Berdesak desakan di pintu keluar, seolah siapa yang keluar paling akhir akan menjadi santapan zombie.

Begitu pula yang terjadi di kelas XI IPA3. Semua murid berhamburan keluar kelas dan siswi yang tersisa langsung mengambil sapu di bagian pojok belakang, guna mengerjakan tugas mereka, yaitu piket.

Setelah selesai dengan tugas itu, mereka langsung melenggang pergi begitu saja meninggalkan gadis yang sedang asik tertidur dimeja. Mereka bukannya tidak mau membangunkan tapi takut akan tatapan gadis itu yang menusuk, kalau ada yang berani mengusiknya.

Merasa kelas sudah sepi penghuni, gadis yang sedari tadi menempelkan kepalanya dimeja mulai mengangkat wajah dan merenggangkan otot yang terasa kaku akibat posisi tidur yang tidak nyaman.

Sebenarnya, gadis itu sudah bangun sejak lima menit yang lalu. Sewaktu orang lain sibuk piket, tapi dia malas mengangkat wajah memutuskan menunggu sampai teman sekelasnya selesai dengan tugas mereka dan segera pergi keluar kelas.

Berjalan di koridor yang sepi sudah menjadi kebiasaannya. Karna dia tidak pernah pulang lebih awal, lebih memilih menunggu berapa menit setidaknya parkiran sepi dari lautan manusia baru setelah itu dia pulang.

Berangkat ke sekolah juga pagi-pagi bahkan terkadang satpam baru akan membuka pagar besi dia sudah lebih dulu berdiri disamping gerbang yang terkunci. Atau tidak, menyendiri ditaman belakang yang sunyi karna sering dirumorkan berhantu. Dia sama sekali tidak takut dengan makhluk sejenis itu, menurutnya hantu tidaklah lebih baik dari manusia.

Mungkin, karena hal itu lah semua orang mengatainya 'aneh'. Tapi dia tidak peduli, selagi mereka tidak menggangu kehidupan tenangnya, dia biasa saja.

Melenggang santai menuju mobilnya yang terparkir rapi di parkiran bersama kendaraan yang lain, mungkin kepunyaan guru atau siswa yang ikut ekskul. Sebenarnya gadis itu lebih suka jalan kaki menuju apartemennya walaupun lumayan jauh dari sekolah. Tapi hari ini dia hendak ke suatu tempat, jadi memutuskan untuk membawa mobil supaya bisa langsung pergi dan tidak perlu bolak-balik pulang dulu.

Setelah 30 menit menempuh perjalanan, sampai lah ia disini sekarang. Dirumah megah dan mewah berpagar hitam dan dijaga dua orang pengawal. Gadis itu perlahan berjalan menuju pintu besar yang dijaga oleh beberapa bodyguard yang memang ditugaskan menjaga pintu.

Diruang tamu mewah yang didesain sedemikian rupa, kini sudah berkumpul para anggota keluarganya. Kalau kalian penasaran dimana dia sekarang, jawabannya adalah di sebuah rumah utama milik kakeknya.

Hari ini memang ada acara kumpul keluarga, bukan hanya hari ini sebenarnya tapi setiap bulan sekali. Tapi gadis itu tidak pernah datang, untuk apa jika datang hanya akan mendapatkan gunjingan dari para sepupu yang membencinya.

Namun kali ini kakeknya sendiri yang memaksa, kata beliau ada hal penting yang ingin dibicarakan.

"Eh, ini dia yang dibicarain akhirnya dateng juga" sambut salah satu dari mereka. Membuat beberapa pasang mata langsung menghujam kearah gadis itu.

"Sini Ara duduk samping tante, kamu pasti cape kan abis pulang sekolah."ajak Tante Novi pada keponakannya disertai senyuman, lebih tepatnya seringai.

Gadis yang dipanggil Ara itu akhirnya mendekat dengan wajah malas, ia sudah tau apa yang akan terjadi setelahnya.

"Aduh kamu sekarang udah gede yah. Udah makin tinggi, berapa umur kamu sekarang?" pertanyaan basa-basi itu terlontar dari pria yang berumur 40tahunan yang biasa dipanggil Om olehnya.

"17" jawab Ara singkat. Tidak ada niat untuk beramah-tamah dengan mereka, karena gadis itu tau mereka cuman memasang topeng ramah jika ada yang diinginkan darinya.

"Aduh, kamu kok gak sopan ngomongnya sama orang tua, dosa tau"tegur Tante Rani yang mana istri dari pria yang menanyainya tadi.

"Lebih dosa orang yang bersikap baik pas ada maunya doang" balas Ara dengan tenang. Tidak ada ketakutan dari cara bicaranya, lebih terkesan datar dan dingin.

"Dih, apaan sih lo, sok iye banget" kali ini kalimat itu terlontar dari salah satu sepupu perempuannya yang berada dipojok, diapit oleh kedua orangtuanya.

"Hush. Udah jangan ribut, kamu gak boleh ngomong gitu ke Ara sayang," ucap ibu sang anak yang sekarang tersenyum menatap Ara seolah meminta maaf apa yang sudah diucapkan oleh putrinya.

Sedangkan yang dinasehati langsung memutar bola matanya malas, melihat mamanya baik ke sepupu yang dia benci selama ini. Karena telah merebut perhatian kakeknya, bahkan pria tua itu mau memberi warisan sebanyak 60% terhadap Ara. Sedangkan dia yang selalu berusaha agar terlihat oleh kakeknya hanya mendapatkan 40% itupun harus dibagi bersama para sepupunya yang lain. Benar-benar tidak adil.

Sementara gadis yang dibicarakan hanya duduk diam dengan wajah khasnya. Dia sama sekali tidak terpengaruh oleh perkataan sepupunya, lebih tepatnya sudah kebal. Apalagi melihat para Om - Tantenya yang hari ini mendadak menjadi baik, padahal selama ini melihatnya saja seolah dia ini hanya sebuah penyakit yang patut dihindari.

Ditengah situasi memanas itu terlihat seorang laki laki paruh baya berjalan dengan tongkatnya didampingi oleh asisten yang selama ini setia disampingnya.

"Ada apa ini, kok rame sekali." tanya Kakek Arya, sambil duduk di sofa tunggal yang tersedia.

"Ini Pa, kita lagi nanya kabar Ara. Selama ini kan Ara jarang pulang keseringan nginep di apartemen"

"Iya kita juga kasih tau buat gak terlibat dalam pergaulan bebas. Jaman sekarang kan banyak banget gadis hamil diluar nikah gara-gara pergaulannya"jelas Tante Novi sok tau.

"Aku juga bilang gitu, kan Ara tinggal sendiri, kalau mau bawa temen boleh tapi jangan kelewat batas"

"Apalagi kamu itu harus pinter di sekolah. Jangan keseringan tidur dikelas, apalagi bolos. Kata Kinan kamu itu sering dihukum sama guru yah?"

Suara itu bersahut-sahutan seolah berlomba menunjukan siapa yang diantara mereka paling peduli dengannya. Padahal yang mereka katakan semuanya seolah memojokan dirinya menjadi tersangka utama dalam sebuah kasus.

"Sudah-sudah sekarang ada yang mau saya bicarakan pada kalian semua" ujar kakek sambil memperbaiki posisi duduknya agar lebih nyaman.

Yang lain pun melakukan hal yang sama seolah apa yang ingin dibicarakan kali ini adalah sesuatu yang mereka tunggu-tunggu kehadirannya.

...****...

"SELAMAT PAGI TIPU-TIPU WORLD"teriakan Rava terdengar begitu batang hidung muncul di depan diwarung bejok.

"Udah sore bego, gak liat udah pulang sekolah!"ketus Ravi pada kakak kembarnya itu.

"Lu diem ngapa, gak liat kembaran lagi bahagia?"

Sedangkan Ravi hanya diam sambil memutar malas, matanya malas engan membalas omongan Rava yang menurutnya tidak berfaedah.

Mereka sekarang berada di warung bejok. Tempat mereka suka membolos kalau sedang malas mengikuti pelajaran dikelas. Disini juga banyak adik dan kakak kelas juga anggota Geng Tiger lainnya yang berada disekolah berbeda, mereka sudah terbiasa berkumpul disini usai pulang sekolah. Menjadikan warung ini dari sore sampai malam selalu ramai.

"Napa lu seneng amat, dikasih jatah sama Nasha?" tebak Aro dengan laknatnya.

"Taik lo! Gak gitu konsepnya, gue seneng karna setelah menunggu ribuan abad Nasha akhirnya mau gue ajak date!" Seru Rava berlebihan. Karna Pacarnya—Nasha itu tipikal cewek males kemana-mana pengennya rebahan mulu. Wajar jika Rava kegirangan ketika gadisnya mau diajak kencan.

"Ngedate ajak lo seseneng ini, coba kalo Nasha bilang cinta sama lo, bisa mati jantungan kali yak" tukas Arga, melihat sahabatnya sedang joget-joget tak jelas seperti monyet di ranggunan saja.

"Keajaiban ke 101 kalo Nasha bilang cinta sama Rava"ucap Aro.

"Ebuset 101 emang yang ke 8 apaan dah?"

"Ngeliat Raja ketawa!" seru Derren dan Arga bersamaan kemudian mereka tertawa bersama. Sementara Raja hanya memandang keduanya datar tak peduli.

"Makanya pakbos cari cewek juga sana, mubazir ganteng lo mending kasih ke gue"ujar Rava nyeleneh.

"Dih ogah, aset ini" ucap Arga sambil menyunggar rambut berantakannya ke belakang. Melihat itu para gadis yang sengaja lewat atau pura-pura membeli gorengan di warung bejok demi melihat anggota Geng Tiger yang gantengnya kelewatan semua yah walaupun ada yang standar, tak berkedip melihatnya, terpana.

"SAYANGG!!!" suara cempreng seperti kaleng rombeng itu memecahkan suara tawa yang sebelumnya terdengar di warung bejok.

Mereka semua terdiam, seolah sedang menanti pertunjukan apa lagi yang dibawah oleh sang queen drama SMA Bina Bangsa ini. Terlihat sang gadis yang baru saja tiba di warung bejok bersama antek-anteknya itu berjalan anggun bak seorang model kearah salah satu pria tampan sejagat raya, menurutnya.

"Sayang, anter aku pulang yuk" ucap Lizzie—gadis yang berisik tadi, dengan suara lembut membuat kaum adam tidak kuasa menolaknya. Tapi tidak dengan cowok yang sekarang sedang digandeng manja oleh gadis itu. Dia malah diam dan menatap datar Lizzie.

"Lo punya mobil Liz, jangan kayak orang susah" kata Arga pelan. Dia mencoba membujuk gadis itu supaya segera pergi dari sini.

"Gak mau, gue maunya dianter sama lo Ga." ucap Lizzie dengan nada manja. Membuat para inti Tiger berdehem menggoda sang ketua mereka, yang dibalas Arga dengan lirikan tajam.

"Sorry gue lagi ada urusan"

Setelah mengatakan itu Arga langsung bangkit dari duduknya dan berjalan menuju motor yang terparkir rapi di depan warung bejok.

Meninggalkan Lizzie yang sudah mengamuk dan hendak mengejar Arga, tapi dihalangi oleh Rava dan Aro. Mereka tau kalau Arga tidak suka kalau ada yang menganggu disaat dia ada urusan penting, walaupun mereka tidak tau urusan apa.

****

Seorang gadis kini sedang berada di sebuah kafe yang terletak tidak jauh dari apartemennya. Gadis itu adalah Ara, setelah dari mansion kakeknya dia pergi ke kafe ini untuk menenangkan pikiran.

Setelah perdebatan panjang tadi, dia langsung kabur begitu saja. Sesuai dugaannya, perbincangan tadi tidak jauh dari warisan yang akan di berikan kepada cucu-cucunya.

Salahkan pria tua itu yang membaginya tidak rata, membuat berbagai pihak bersikeras menentang. Ara sudah ingin menolak tapi terbungkam oleh mereka yang lebih dulu menghinanya. Apa tadi katanya?  Tidak Pantas? Anak haram? Anak tak diinginkan?.

Tau apa mereka tentang hidupnya. Mereka semua tidak lebih dari orang asing, yang secara kebetulan mempunyai predikat sebagai  keluarganya.

Ara pernah menjadi bodoh dulu, membiarkan mereka mencacinya dengan kejam. Tapi tidak sekarang, dia tidak segan membalas apa yang mereka katakan bahkan perbuatan mereka. Menurutnya api dibalas api, biar adil.

Disaat tengah melamun, Ara bahkan tidak sadar jika ada seseorang yang sudah duduk didepannya, sedang memperhatikannya.

"Ekhem"pemuda itu berdehem agar gadis didepannya ini menyadari kehadirannya.

Tatapan mereka sempat terkunci beberapa saat sebelum sang gadis memalingkan wajah duluan. Ara menaiki sebelah alisnya bertanya kenapa cowok ini ada disini padahal meja dikafe ini masih banyak yang kosong.

Sedangkan Arga masih memperhatikan gadis yang baru ia ketahui namanya berapa hari lalu yang kini duduk satu meja dengannya.

Tadi setelah aksi mengindari Lizzie, dia sebenarnya tidak ada urusan penting, itu adalah alasan yang ia pakai untuk menghindari gadis itu.

Setelah berkeliling tidak tentu arah. Arga tidak sengaja melihat kafe ini, jadi dia memutuskan untuk menepikan motornya dan masuk kedalam kafe yang bernuasa hitam putih aesthetic itu.

Mata tajam Arga tidak sengaja mengarah ke gadis yang sedikit  mencuri perhatiannya beberapa hari ini, duduk sendiri di meja samping kaca menghadap jalan raya.

Tidak tau mengapa kakinya seolah bergerak sendiri menuju bangku yang ditempati sang gadis, duduk memperhatikannya yang keliatan sedang melamun.

Sibuk meneliti penampilan gadis itu tadi, masih menggunakan seragam sekolah persis seperti yang dia kenakan sekarang, dan memakai cardingan abu-abu untuk menutupi seragamnya.

Ini pertemuan kedua mereka, Arga ingat itu. Sama seperti pertemuan terakhir, Arga tidak sengaja melihatnya menyendiri dan termenung, bedanya kali ini ditempat yang lebih waras menurutnya.

Arga kembali memperhatikan raut wajah gadis yang sama sekali belum menyadari kehadirannya itu. Kali ini wajah itu terlihat lebih suram dari berapa hari lalu saat tak sengaja bertemu dengannya di jembatan.

Dan jangan lupakan mata yang sedikit bengkak, entah habis menangis atau tidak cukup tidur. Arga memperhatikan tangan itu juga ikut bergetar, dan Arga dapat menyimpulkan bahwa sekarang gadis yang didepannya ini tidak sedang baik-baik saja.

Mencoba berdehem agar bisa menyadarkan gadis itu dalam lamunan panjangnya. Supaya tidak terlalu larut dalam keheningan yang terlihat suram. Waktu seolah berhenti sesaat ketika mata itu bertumbrukan dengan iris matanya. Mata indah yang sedikit memerah itu kini sedang menantapnya kosong.

Sama seperti malam itu, Arga seolah tidak menemukan kehidupan saat mata itu menatapnya. Selalu kosong, seperti ikan mati. Dan yang baru Arga sadari saat ini ialah hatinya bergetar melihat tatapan itu seolah tergugah untuk mengambalikan binar mata yang entah menghilang sejak kapan.

Mulai hari itu Arga seperti berjanji pada dirinya sendiri. Janji yang entah akan ia syukuri atau sesali suatu saat nanti. Janji yang akan membawanya masuk kedalam kehidupan penuh lika liku seorang gadis bernama Cemara Ayna Sekarletta.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!