Arga memarkirkan motornya di basemant dan membiarkan Cemara turun lebih dulu. Gadis itu tanpa penasaran sedang berada dimana sekarang.
Arga tidak mengatakan apapun hanya mengandeng tangan Cemara membawanya ke arah lift, dan memencet tombol 72 disana.
"Ini dimana?" tanya Cemara dengan raur penasaran.
Arga tersenyum.
"Perusahaan bokap gue, ada yang mau gue tunjukkin sama lo."
Setelah pintu lift terbuka, mereka tiba di ruangan serba kaca yang menyajikan pemandangan luar yang menajubkan.
Cemara sampai berlari kecil mendekat ke jendela besar, yang menunjukan pemandangan kota jakarta yang indah dari ketinggian.
Gadis itu tidak bisa berkata apa-apa saking kagumnya dengan apa yang ia lihat.
"Suka?"
Cemara melirik Arga dan menganggukan kepalanya antusias, Arga sampai tersenyum geli dan mengacak rambut gadis itu gemas.
"Gue sering liat lo dirooftop, gue pikir lo suka banget sama ketinggian. Makanya gue ajak kesini." Arga melihat Cemara dari samping. "Ini salah satu gedung tertinggi di Jakarta, untungnya punya bokap gue. Jadi, kita bebas kalo mau kesini kapanpun."
"Serius?" Mata gadis itu berbinar cerah saat sedang bahagia seperti ini. Dan Arga akan mengusahakan binar itu tidak hilang sampai kapan pun.
"Iya. Dan gue akan kasih lo akses untuk ke gedung ini, kalo lo lagi mau sendiri tanpa gue temenin."
Cemara menggeleng.
"Gue mau kesini lagi bareng lo, ternyata kalo berdua lebih menyenangkan dari pada sendiri." Cemara tersenyum tipis dan Arga yang baru pertama kali melihat senyum itu terpana, bahkan mulutnya ternganga saking tidak percayanya.
Ternyata membuat seorang Cemara bahagia, hanya butuh hal yang sangat sederhana.
****
Setelah mengantarkan Cemara dengan selamat masuk unit apartemen. Arga mengendarai motornya ke rumah Kevan.
Saat sampai halaman depan rumah sahabatnya itu sudah ramai terisi motor-motor sahabat-sahabatnya yang datang lebih dulu.
Mengucapkan salam Arga menyalami perempuan paruh baya yang duduk di kursi rotan itu.
"Sehat, Nek? Kakek mana, kok nggak keliatan?" Arga bertanya setelah duduk di samping Derren yang mengunyah bakwan crispi masakan Rami—nenek Kevan.
"Alhamdulillah sehat. Kakekmu lagi di belakang nanem cabe bareng Rava sama Aro." perempuan tua itu masih terlihat segar di umurnya yang sudah 65 tahun.
Pantas Arga belum melihat dua ceceguk itu dari tadi.
"Arga sehat? Udah lama nggak main kerumah."
"Iya nih Nek, Kevan nggak mau kasih ijin. Katanya Nenek harus istirahat." Ujar Arga mengadu yang tak sepenuhnya bohong. Kevan kerap melarang teman-temannya datang, dengan beralasan kakek dan neneknya tidak akan istirahat kalau temen-temen main kerumah.
Bukannya Kevan melarang mereka main kerumah, hanya saja Kevan tak tega melihat kakek dan neneknya memaksakan diri di usianya yang tak lagi muda, Kevan cuman punya nenek dan kakek, dan ia tak mau lagi kehilangan.
"Gapapa, jangan didengerin. Kalo mau main langsung datang aja yah. Kalian juga," menunjuk Raja, Derren dan Ravi yang duduk mengelilingi nenek.
"Siap Nek!"
****
Arga sampai dirumah tepat pukul 10 malam, ketika melewati ruang tamu cowok itu berpapasan dengan papanya yang membawa secangkir kopi ditangan. Sepertinya beliau akan begadang menonton tivi.
"Baru pulang, Bang?"Raga bertanya pada putranya.
"Iya Pa. Mama udah tidur?"
"Udah, kecapean kayaknya Mama mu. Padahal katanya mau nemenin Papa nonton bola." Raga duduk di sofa depan tivi. "Udah sana, bersih-bersih. Temenin Papa aja, begadang."
Arga mengangguk setuju lekas beranjak ke kamar dan beberapa menit kemudian keluar dengan keadaan yang lebih segar.
Arga duduk disamping Papanya yang sibuk melototi tivi yang menayangkan permainan sepak bola kegemarannya. Arga sih tidak terlalu suka namun, demi menemani papanya jadi tak masalah.
*
*
*
*
Halo gays selamat membaca yah, jangan lupa kasih vote dan koment. Terima kasih:)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Download
Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Comments