Sebuah Ketegasan

Suara riuh terdengar saat perkuliahan selesai. Seorang dosen perempuan berjalan keluar diikuti oleh beberapa mahasiswa yang terlihat sudah tidak betah berada di dalam kelas.

"Besok acara pertunanganmu dan kamu masih kuliah, Mbar." ujar Erina saat mereka baru merapikan buku catatan dan kemudian memasukkannya dalam tas.

"Orangnya Mas Zayn sudah mengatur semuanya." jawab Ambar padahal bagi Ambar pertunangan palsu itu bukan hal sepesial untuknya.

" Enak ya ,Mbar, jadi kamu!" ujar Erina.

" Udah dapat pasangan ganteng, tajir dan perhatian." lanjut Erina. Mereka akhirnya berjalan dengan santai meninggalkan kelas yang sudah sepi.

" Enak yang satu kufu alias sederajat, Er." ujar Ambar. Baginya segala sesuatu ada konsekuensinya. Hanya saja kadang sudut pandang orang yang melihat itu berbeda dengan yang merasakan.

Erina menoleh pada Ambar setelah mendengar jawaban dari gadis berwajah mungil itu.

"Jika sepadan semuanya akan nyaman. Seperti halnya, jika kita sama-sama kaya, otomatis tidak ada salah satu pihak yang di sepelekan. Jika kita punya pendidikan yang sama, otomatis kita punya pemahaman dan pola pikir yang seimbang. Ya seperti itulah, tapi takdir Allah itu menguji kesabaran kita."jelas Ambar.

Obrolan mereka sepanjang jalan saat meninggalkan gedung fakultas pun mengalir begitu saja. Ambar memang sosok yang humble, hingga banyak orang yang merasa nyaman saat mengobrol dengannya.

"Mbar, sepertinya ada yang lagi nungguin tuh!" ujar Erin saat mengarahkan dagunya ke arah sosok bertubuh tinggi dengan kaca mata hitam yang masih bertengger di hidung mancungnya.

Zayn sengaja datang sangat awal, setelah sejenak memeriksa pekerjaan di meja kantor. Perasaan tidak nyaman karena sejak tadi pagi Ambar sudah tidak merespon pesan atau panggilannya membawa laki-laki itu ingin segera menemui Ambar.

"Aku ke kantin dulu, ya!" pamit Erin yang memang belum sarapan.

Zayn melangkah menghampiri Ambar dengan tidak sabar. Penampilan rapi dan barang mahal yang dikenakan di tubuhnya membuat setiap mata yang di lewatinya memperhatikan sosoknya, apalagi kaum hawa.

" Aku masih ada kuliah, Mas." ujar Ambar dengan wajah serius. Ini memang baru jam pertama dia menyelesaikan kelas. Jam sebelas nanti dia juga masih ada kelas lagi.

"Kosongkan saja!" titah Zayn yang langsung di suguhi wajah manyun Ambar. Gadis itu memang sengaja menyibukkan diri selain alasan dia tidak ingin mengesampingkan kuliahnya.

" Nggak bisa, Mas Zayn. Saya tidak ingin gagal." ujar Ambar. Baginya, dia akan berjuang dan tetap menjadi apa yang dia inginkan.

"Temani aku sarapan!" lanjut Zayn. Suaranya terdengar tegas, dia tahu Ambar juga belum sarapan.

" Aku harus ke perpus!" elak Ambar. Meskipun dia memang belum sarapan tapi dia enggan duduk bersama Zayn. Gadis itu memang berusaha menghindar.

" Jangan menghindar! Apa kamu ingin menjadi tontonan orang-orang di sekitar sini?"

ancam Zayn dengan menggenggam lengan kecil milik Ambar.

" Baiklah, tapi aku ingin sarapan di luar." ujar Ambar lirih saat matanya melirik ke sekitar dan ternyata orang-orang sedang memperhatikannya.

Zayn membawa Ambar menuju mobilnya, bahkan lelaki itu membukakan pintu mobil untuk gadis itu.

"Aku yakin kamu cemburu! Setelah pertemuanku dengan Karin, sikapmu berubah." ujar Zayn langsung to the poin saat mereka sudah ada dalam mobil. Dia tidak tahan jika di cuekin gadis itu.

" Jangan berlebihan, Mas Zayn. Tidak semua wanita menginginkanmu." elak Ambar. Dia merasa kesal saat harus dipaksa.

Zayn pun terkekeh dengan sinis. Cara Ambar yang tak mau menatapnya kali ini membuat Zayn yakin jika gadis dekatnya itu berbohong.

"Tapi kenyataannya kamu sudah jatuh cinta padaku, Mbar!" Zayn sudah tidak ingin berbelit belit.

" Dengarkan! Aku sudah tidak pernah tidur dengan wanita mana pun!" lanjut Zayn. Awalnya dia yang tidak ingin membahas ini pada Ambar pun harus menjelaskan semua itu.

Wajah Ambar pun semakin terlihat memerah saat mendengar kalimat itu. Selain masih terdengar tabu bagi Ambar, ada rasa yang sulit dijelaskan yang kini menghampirinya. Kalimat Zayn bagi Ambar adalah sebuah pengakuan jika dirinya dulu sering tidur dengan banyak wanita.

Pikiran gadis itu langsung membayang tentang, entah berapa banyak wanita yang sudah merasakan kehangatan dari tubuh atletis itu dan entah kenikmatan dari tubuh wanita mana yang masih terkesan bagi Zayn. Semakin pikirannya berkelana, Ambar semakin jijik.

Sejenak mereka terdiam, setelah melihat wajah Ambar yang begitu pias. Dia yakin gadis itu merasa terganggu dengan cerita masa lalunya.

"Mas Zayn tidak perlu menjelaskan apapun, karena kita memang tidak ada hubungan apapun kecuali kesepakatan untuk berpura-pura menjadi tunangan Mas Zayn." tegas Ambar. Dia tidak perlu dipusingkan dengan masa lalu lelaki itu jika dirinya dan Zayn tidak jatuh cinta.

"Jadi berhentilah merayuku! Karena jika kita terlena dengan rasa cinta, kita tidak akan bisa mengendalikannya." lanjut Ambar. Itu seperti sebuah penolakan dan tembok yang cukup tinggi yang membatasi keduanya.

Zayn mencengkeram kemudi dengan kuat. Inilah keputusan Ambar, baginya dia sudah gagal menaklukkan gadis itu. Tapi, ada sesuatu yang berbeda di hatinya, rasa kecewa yang begitu hebat atas penolakan Ambar.

Inikah patah hati yang sesungguhnya? Rasa kecewa yang begitu kuat meskipun dia belum memiliki Ambar.

" Aku akan melakukan misi kita dengan baik. Bahkan, aku akan tetap menemui Tante Farhana. Kita hanya perlu menjaga jarak dan jangan mempermainkan rasa. Jika rasa sudah mempermainkan kita, kita akan sama-sama tersakiti." jelas Ambar dengan tenang. Ada yang terluka di sudut hatinya. Tapi, itu akan lebih baik dari pada suatu saat hatinya hancur.

Gadis itu pun langsung keluar dari mobil yang belum bergerak sama sekali. Mengatakan semuanya tidaklah mudah, apalagi dia juga mengingkari sisi terkecil dari hatinya. Zayn memang sudah mengambil sisi terkecil dari hatinya.

Setelah Ambar keluar san menutup kembali pintu mobil. Zayn langsung menghidupkan mobil mewah itu. Sedan hitam itu melaju meninggalkan area kampus.

Tatapan Ambar tak beralih dari gerakan mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi. Dia yakin jika Zayn sedang melampiaskan kemarahannya.

Ambar menghela nafas panjang, hatinya merasa berbeda. Ini tidak seperti saat dirinya memberi keputusan pada El, rasa sedih yang kini menghinggap di hatinya begitu sangat berpengaruh.

Setelah tangannya mengusap matanya yang mengembun, Ambar langsung berjalan menuju kantin, dia mencari keberadaan Erina. Saat ini dia tidak ingin sendiri. Dia butuh teman meskipun hanya sebatas untuk menemani. Semua itu karena hatinya sedang tidak baik-baik saja.

Terpopuler

Comments

Dwi Puji Lestari

Dwi Puji Lestari

kita tunggu apakah kalian akan saling katuh cinta

2024-01-25

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!