AmbarDina, gadis di sebelahnya memang cukup menarik. Terlihat polos tapi lumayan cerdas, terkesan kaku tapi begitu lembut.
Zayn menghela nafas panjang saat dia kembali menatap ke depan setelah melirik beberapa kali gadis yang fokus mengemudikan mobil mewah itu menuju rumahnya.
"Kenapa Mas Zayn membawa senjata?"
"Kenapa juga baru digunakan setelah terluka?" cecar Ambar malah membuat lelaki itu meliriknya sinis.
"Kamu terlalu banyak bertanya, Mbar. " ujar Zayn yang malas menjawab pertanyaan Ambar.
Ambar membelokkan mobil mewah ke dalam sebuah halaman yang berkali -kali luasnya dari rumah joglo itu. Mereka sudah sampai rumah Ambar.
Zayn melihat ada beberapa tanaman kelapa di sekitar rumah, pohon melinjo yang berdiri tidak hanya dua. Benar-benar rumah kuno itu memberi kesan yang berbeda.
Terlihat lelaki paruh baya datang menghampiri mobil Zayn yang terhenti tepat di depan pendopo.
"Dia Lek Darno, orang yang ikut keluarga kami sejak dulu! " ucap Ambar dengan membenarkan posisi handrem.
"Keluarga kamu masih bisa menggaji pembantu, lantas kenapa kamu masih bekerja sambil kuliah? " tanya Zayn membuat Ambar mencebikkan bibir, dia sendiri banyak bertanya tapi kenapa juga dia melarang Ambar bertanya sesuatu yang justru penting.
"Bagi semua orang kecil, terkadang kekerabatan itu adalah prioritas dari pada gepokan uang." Meskipun penjelasan Ambar masih bersifat ambigu tapi Zayn bisa memahami semuanya. Dia tidak menyangka masuk dalam dunia yang sangat berbeda dengannya, dimana dalam dunia semuanya hanya tentang uang dan kepalsuan.
"Eh Mbak Ambar ternyata. " sapa Darno saat mengetahui yang keluar dari mobil mewah itu adalah putri dari majikannya.
"Papa sama Mama, ada kan? " tanya Ambar saat mendapati Darno menatap dirinya heran kemudian tatapannya berpindah pada Zayn yang baru saja keluar dari pintu mobil yang berbeda.
"Ganteng, Mbak Ambar." bisik Darno saat melihat wajah Indo itu dengan seksama.
"Aku ke dalam dulu ya, Lek. " pamit Ambar tanpa menjawab Darno, dia kemudian mengajak Zayn untuk masuk.
Sebagai tuan rumah, Ambar lebih ramah dari biasanya. Tapi, itulah sebenarnya Ambar, jika bersama Zayn ambar biasa ketus itu karena lelaki itu terlalu menyebalkan baginya.
"Rumahmu mirip keraton kuno." ucap Zayn sambil mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru untuk meneliti setiap detilnya.
"Ini rumah warisan, peninggalan Eyang." jawab Ambar, mereka kembali terdiam saat langkah keduanya masuk ke dalam ruangan berikutnya.
"Dek Ambar? " panggil Halisa saat melihat putri kesayangannya datang. Ambar pun langsung menyambut mamanya dengan bersalaman.
Tapi, senyum Halisa langsung surut saat melihat lelaki yang berdiri disamping putrinya. Beliau menerka jika lelaki di sebelah putrinya adalah pacar Ambar padahal Halisa selalu berpesan pada Ambar jangan pacaran dulu.
"Selamat sore, Tante." sapa Zayn begitu ramah, ekspresi lelaki itu sungguh sangat berbeda. Sementara, Halisa masih bertanya-tanya tentang sosok yang datang bersama putrinya.
"Silahkan duduk! Papa masih mandi." ajak Halisa membawa Ambar dan Zayn untuk duduk di ruangan luas tanpa sekat yang dihiasi ornamen klasik, seperti gamelan dan gong, guci besar yang terpajang di dua sudut ruangan dan sebuah lukisan kuno yang menggantung dengan indah.
Zayn memang bisa melihat kesan priyayi dalam latar belakang keluarga Ambar. Sebelum datang ke rumah Ambar, Zayn pun sudah melihat Ambar punya karakter yang berbeda dari kebanyakan orang, meskipun gadis itu selalu berpenampilan sederhana.
Terlihat, seorang lelaki yang penuh wibawa itu datang menghampiri mereka ke ruangan yang biasa untuk menyambut tamu.
Ambar langsung menyambut papanya dengan bersalaman kala Rendra berdiri di dekat mereka.
"Siapa, Mbar? " tanya Rendra setelah mendudukkan bobotnya.
"Kenalkan, saya Zayn Bagaskara datang bertamu bermaksud melamar putri Bapak." ujar Zayn dengan memulai. Entah kenapa dia menjadi segugup ini.
Padahal, sebelumnya dia sudah membayangkan semua berjalan biasa saja. Hanya berpura-pura melamar. Tapi kenyataan yang dia rasakan, lelaki yang biasa melakukan pertemuan dengan orang besar merasa sedikit gugup menghadapi calon mertua dalm sandiwaranya.
"Maksudnya? " Rendra menatap penuh selidik pada Zayn. Apa yang dia dengar hampir membuatnya tidak percaya, begitupun dengan Halisa.
"Bagaimana ini, Ambar? " ucap Rendra dengan tatapan tegas ke putrinya.
"Aku dan Mas Zayn ingin segera menikah." Ambar yang ikut diserang gugup sampai salah bicara.
"Maksdunya bertunangan dulu, Om." ralat Zayn yang mulai bisa mengatur kecemasannya.
"Apa yang sebenarnya terjadi? Apa hubungan kalian sudah jauh? Atau kamu sudah hamil, Dek? " cecar Halisa yang juga terlihat menegang. Rasanya dia belum siap mendengar kabar buruk itu terjadi pada putri yang selama ini dia banggakan.
" Nggak-nggak, Ma." Ambar langsung mengelak melihat wajah kecewa mama dan papanya.
"Kami hanya ingin menjalin hubungan yang serius, Om, Tan. Apalagi umur saya sudah cukup matang untuk menikah." sela Zayn mencoba mengendalikan keadaan.
Halisa dan Rendra merasa sedikit lega, meSkipun ada rasa kecewa yang sedikit mengganjal dalam hati keduanya karena keputusan Ambar. Mereka berdua berharap, Ambar mengejar cita-citanya terlebih dahulu.
"Apa kalian sudah memikirkannya dengan matang. Apa kamu sudah yakin, Mbar? " tanya Rendra pada Ambar.
"Sudah, Pa." jawab Ambar dengan menunduk.
"Jika ingin melamar putri kami kenapa tidak membawa orang tuamu? " tanya Rendra, baginya kehadiran kedua orang tua pihak lelaki adalah suatu bentuk penghargaan untuk putri dan keluarganya.
"Maaf Om dan Tante, Papa dan Mama masih di Belanda." bohong Zayn tak ingin memperumit keadaan.
"Tapi, orang tuamu merestuinya kan, Mas Zayn? " tanya Halisa meyakinkan. Setelah mendengar cerita jika keluarga mereka di luar negeri, Halisa kembali meyakinkan putrinya akan di terima dengan baik.
"Iya, Tan. Papa malah menyukai Ambar." jelas Zayn, membuat Halisa merasa sedikit tenang. Dia tidak ingin Ambar merasakan hubungan yang tidak di restui.
"Kalau Om dan Tante, terserah Ambar saja. Ambar sudah dewasa untuk bisa mempertanggung jawabkan keputusannya." jawab Rendra yang memang bukan tipe yang ribet dengan pilihan putrinya.
"Terima kasih, Om. Rencana saya ingin mengadakan wedding angagement minggu depan." Kalimat Zayn kembali membuat Rendra dan Halisa kembali terkejut.
"Tapi, kami belum menyiapkan semuanya." jawab Rendra yang kenyataannya belum siap jika mengadakan acara secepat itu.
"Tenang saja, Om. Saya yang akan menyiapkan semuanya."
"Nanti orang saya akan datang ke sini untuk mengirimkan barang-barang yang dibutuhkan." lanjut Zayn.
"Oh begitu." jawab Rendra.
Dari obrolan yang serius menjadi obrolan yang lebih santai, Zayn dan Rendra membahas banyak hal. Sedangkan, Ambar dan Halisa menyiapkan kamar untuk Zayn beristirahat.
"Dek, kamu yakin dengan keputusanmu?" tanya Halisa yang merasa keputusan putrinya terlalu teeburu-buru.
"Iya, Ma. Ambar sudah yakin." ucap Ambar lirih. Dia tidak tahu nanti harus menjelaskan apa pada mamanya jika semuanya sudah selesai.
"Mama berharap kamu selalu bahagia. Tapi, Zayn memperbolehkan kamu tetap kuliah, kan? " entah kenapa Halisa merasa belum bisa plong dengan jawaban putrinya.
"Iya, Ma. Bahkan, Mas Zayn membebaskan Ambar." jawab Ambar sambil tersenyum pada mamanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Tatik PutrieRagiel
otw bucin nich di Zayn.
lanjut thor.semangattt😊🤗💪💪
2024-01-14
1
Dwi Puji Lestari
gercep...sat set...kykny zayn otw bucin ni
2024-01-13
1