Bicara Perpisahan Sebelum Pertemuan

"Mas Zayn, Papa mengajakmu untuk jamaah bersama." ucap Ambar saat menemui Zayn di kamarnya.

"Tapi aku nggak pernah Salat." jawab Zayn dengan lugasnya.

"Aku tahu, tapi kita akan kesulitan jika Mas Zayn tidak melakukannya." bujuk Ambar. Dia faham pemikiran orang tuanya, meskipun bukan dari keluarga religius tapi keluarga Rendra termasuk muslim yang taat menjalankan kewajibannya.

"Papa pernah pesan jika cari suami setidaknya yang mau Salat." lanjut Ambar saat lelaki itu hampir tidak bergeming.

"Apa itu artinya aku harus berpura-pura?" Zayn tersenyum sinis. Seburuk-buruk kelakuannya, lelaki itu enggan bermain- main dalam urusan aqidah.

Ambar tak bisa menjawab lagi. Dia tidak membenarkan atau menyalahkan kalimat lelaki yang kini menatapnya lekat.

"Itu artinya aku golongan orang munafik, Mbar!" lanjut Zayn saat melihat Ambar menatapnya lesu.

"Kalau begitu niatkanlah berlajar membiasakan diri untuk beribadah." celetuk Ambar membuat Zayn termenung sejenak.

"Apapun itu niat yang utama, Mas. Dan itu hanya Mas Zayn dan Tuhan yang tahu." lanjut Ambar, entah dari mana dia dapat jawaban seperti itu. Padahal, Dia sendiri merasa baru saja belajar agama.

"Kalau begitu aku akan mandi." jawab Zayn tanpa mengucapkan jawaban setuju atau tidak.

"Kenapa diam? Bantu aku membuka kemejaku." titah Zayn saat melihat Ambar terdiam.

"Aku akan minta tolong Lek Darno saja, ya! " jawab Ambar, dia masih enggan melakukan itu.

"Kenapa nggak minta tolong papamu sekalian." kesal Zayn. Mungkin bagi lelaki seperti Zayn, itu hal yang biasa. Tapi tidak bagi Ambar.

"Baiklah, aku akan minta tolong, Papa! " jawab Ambar, dia merasa bagaimanapun juga Zayn bukan mahramnya dan di rumah masih ada yang dimintai tolong.

"Ambaarrr..." ucap Zayn dengan kesal. Gadis di depannya itu benar-benar kaku.

"Nggak usah, aku akan membukannya sendiri." Mendengar kalimat Zayn Ambar pun akan berbalik.

"Tapi, aku tetap tidak bisa mengganti perbanku! " lanjut lelaki itu membuat Ambar berhenti dan berbalik menatap lengan Zayn. Sambil tersenyum Ambar mengangguk.

"Baiklah, aku akan kembali untuk mengganti perban Mas Zayn." jawab Ambar. Kemudian, dia kembali melangkah meninggalkan kamar tamu.

Ambar mengambil beberapa peralatan yang dibawakan pihak puskesmas untuk mengganti perban pada lengan Zayn.

"Mbar, Zayn mana? " tanya Rendra saat melihat Ambar yang berjalan melewati musala.

"Mas Zayn masih mandi. Nanti Ambar dan Mas Zayn salat sendiri. Soalnya, ini juga mau menggantikan perban di lengannya." ucap Ambar membuat Rendra mengangguk faham. Zayn sudah bercerita tentang kejadian di tengah jalan pada Rendra saat mereka mengobrol.

"Cie-cie... Mbak Ambar. " goda Darno membuat Ambar memutar bola matanya dengan malas.

"Ya sudah, kita salat duluan." ucap Rendra kemudian masuk ke dalam musala disusul dengan Darno dan Halisa serta Mbok Nung.

Sedangkan, Ambar berjalan menuju kamar tamu yang melewati beberapa kamar dan ruangan yang biasa menjadi tempat berkumpul keluarga.

Ambar memelankan langkahnya saat mendekati kamar Zayn. Entah kenapa, dia menjadi gugup bertemu lelaki yang suka berulah itu jika hanya berdua. Bukan karena jatuh cinta tapi karena Zayn terlalu vulgar menurut Ambar.

"Tok... tok...tok." Ambar mengetuk pintu.

"Ceklek... Mas Zayn sudah selesai?" tanya Ambar begitu pintu kamar terbuka.

Lelaki yang kini hanya mengenakan celana panjang itu langsung menoleh saat terdengar pintu kamarnya terbuka.

Wajah Ambar seketika kembali memerah kala terpampang di depannya tubuh seksi lawan jenisnya. Perut yang terlihat kerasa dan dada bidang Zayn membuat Ambar beristigfar dan memalingkan pandangannya.

"Kenapa wajahmu memerah seperti itu? " tanya Zayn saat memergoki Ambar menundukkan pandangannya.

Ambar tidak ingin membahas apapun dengan lelaki di depannya. Dia pun memilih untuk duduk di kursi panjang yang ada di dalam kamar.

Zayn langsung mengikuti Ambar, dia memposisikan lengannya yang terluka ke arah Ambar. Hidung mancung dan mungil, mata bulat dihiasi bulu mata lentik membuat Ambar terlihat cukup manis saat Zayn meneliti detail wajah timur tengahnya.

"Setelah semua mereda kita akan segera menyelesaikan sandiwara ini! "

Deg, kalimat yang Zayn ucapkan membuat Ambar mendongakkan kepala. Dia kembali menyadarkan diri jika ini hanya sebuah drama. Hanya drama, iya ini hanya sebuah drama. Berkali -kali dia membisikkan kata drama untuk selalu mengingatnya.

"Kapan aku bisa bebas? Aku ingin semua cepat berlalu." jawab Ambar dengan tangan masih sibuk mengganti perban.

"Aku tidak tahu." jawab Zayn singkat dan lirih. Dia hampir saja terbawa suasana menganggap Ambar yang akan menikah dengannya.

"Rencanamu apa, setelah kamu mendapatkan restoran itu? Aku akan memberikan restoran itu padamu meskipun belum genap satu tahun." ujar Zayn dengan penuh keyakinan untuk melepas semuanya, mungkin melepaskan gadis di depannya ini. Dia tidak ingin terlarut dalam hubungan palsu ini.

"Aku akan menjualnya dan pindah ke Amerika. Aku ingin kuliah di sana." jawaban Ambar seperti membuat lelaki berwajah Indo itu terdiam.

Ambardina, nama itu hanya sebuah selingan dalam hidupnya. Tapi, dia merasa saat membayangkan nama itu menghilang dari pusara hidupnya akan begitu berat.

Zayn tidak ingin meneruskan berbagai pertanyaan yang hinggap dalam otaknya. Semua jawaban Ambar malah membuat hatinya merasa mengganjal.

"Sudah selesai!" ucap Ambar.

"Besok sore aku ada kuliah penting. Bisakah kita sampai di kota sebelumnya?" tanya Ambar dengan memalingkan wajahnya dari tatapan tajam Zayn.

"Kita berangkat pagi-pagi sekali." ucap Zayn. Dia mulai tidak fokus dengan pikirannya.

Sesuai janjinya, Zayn pun berjalan mengekor di belakang Ambar setelah perban di lengannya di perbarui. Keduanya berhenti di depan musala.

"Aku lupa bacaan Salat." ucap Zayn.

"Buka smartphone Mas Zayn sebentar dan aku akan Salat Ashar terlebib dahulu." ucap Ambar.

Dia memang terkesan memaksa Zayn tapi menurutnya tidak masalah jika dirinya melakukan itu. Namanya juga sebuah kewajiban yang harus dilakukan oleh seroang muslim.

Ambar pun masuk terlebih dahulu, kemudian melakukan Salat Ashar. Hingga beberapa menit dia kembali keluar.

"Aku sudah selesai." ucap Ambar.

"Aku juga selesai wudhu dan sudah hafal kembali bacaan Salat Ashar." ucap Zayn. Dia dengan mudah menghafal itu karena dulu memang pernah hafal.

Ambar pun berlalu menuju kamarnya. Gadis itu sebenarnya merasa sedih, bertunangan dengan Zayn bukanlah keinginannya. Tapi, dia harus kehilangan harapannya bersama orang yang sudah lama dia kagumi.

Di dalam kamar, Ambar mengumpulkan barang-barang yang menjadi kenangannya bersama Elang. Dengan berat hati, gadis itu akan mengatakan semuanya pada cowok yang selama ini berada dihatinya.

"Aku tau aku akan sangat jahat pada Mas Elang. Tapi, aku akan terus merasa bersalah jika tidak mengakhiri ini dan mengatakan semuanya pada Elang." gumam Ambar dalam hati. Matanya mulai basah karena hatinya yang merasakan nyeri. Biar bagaiamana pun, pertunangan palsu itu akan membuat Ambar merasa mengkhianati Elang, apalagi jika sampai elang tidak mengetahui semuanya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!