17.00 WIB
Cika masih sibuk dengan leptop yang ada di depannya, tumpukkan berkas kali ini sangat menggunung membuat Cika harus lembur malam ini. Lisa, yang dari tadi sudah bersiap membereskan meja kerjanya nampak melihat wajah Cika yang mode serius.
"Cik, gue duluan iya ..." Ucap Lisa sambil mengenakan tas di bahunya.
Cika menatap Lisa sebentar lalu menggangukan kepala.
"Loe, enggak apa-apa gue tinggal sendirian?" Tanya Lisa, dengan hati yang enggak enakan.
"Santuy aja, kalo mau duluan. Gue enggak apa- apa, lagian gue mau ngejer setoran ..." Jawab Cika sambil mengetik alfabet dengan cepat.
Mendengar hal itu, Lisa legah dan berlalu meninggalkan Cika.
Rupanya, diam-diam Medi juga masih ada di dalam ruang kerjanya. Medi, juga sedang sibuk membalas satu persatu email dari client yang sudah menumpuk karena satu Minggu iya tinggalkan.
Namun, Cika dan medi saling tidak mengetahui jika mereka berdua juga sama- sama sedang lembur.
Cika melirik, sekeliling ruang kerja lantai sepuluh ini. Dilihatnya benar-benar sepi tanpa ada satu orang pun, hanya meninggalkan dokumen-dokumen yang berada di atas meja masing-masing para pekerja.
Melihat hal itu, Cika ingin merenggangkan otot otot nya yang mulai bertegangan sedari tadi. Iya menarik kedua tangannya ke atas, dan memanjangkan kadua kakinya di atas kursi. Sekarang kepala Cika pun, persis melihat plafon kantor yang berwarna putih. Sambil melihat langit-langit lantai sepuluh, Cika tak ubahnya teringat tentang tanggal setoran yang wajib ia bayarkan kepada hantu kuburan yang masih tersisa dua hari lagi.
"Duhhh, gimana iya? Uangnya belum cukup! masih kurang empat ratus ribu rupiah lagi. Dari mana aku akan mendapatkan uang kembali? Hmmmm jika, dipikir-pikir apa aku cairkan saja uang lembur ku lebih dulu. Karena jumlah nya, jauh lebih cukup untuk membayar bunga-bunga riba ini ... "Batin Cika dalam hati.
Cika termasuk tim yang ngeluarin duit aja sesuai kebutuhan, dan percaya pasti rezeki akan kembali bersama teman temannya, Itu menurut Cika iya. Walaupun Cika memang sering seberuntung itu.
"Andai saja gue, punya uang lebi! Lebih banyak sekitar tujuh juta rupiah saja, pasti udah gue lunasi hantu kuburan itu!" Teriaknya dalam hati.
Jika ditotalin uang lembur yang Cika dapatkan hanya, berkisar dua juta lima ratus ribu rupiah. Masih belum cukup untuk melunaskan seluruh hutang-hutangnya.
Tiba-tiba, terdengar suara seperti orang sedang membuka pintu membuat Cika terkejut dan hampir terjatuh. Dengan sigap, Medi pun langsung menarik kursi Cika ke hadapannya. Hal hasil, mata merekapun saling bertemu pandang. Suasana sempat hening seketika, ketika mata laki-laki dan wanita ini saling bertemu. Tak ada satu kata pun, yang keluar dari mulut mereka berdua. Yang ada hanya diam, dan menikmati pemandangan wajah satu sama lain.
Cika yang nampak sadar, langsung mendorong Medi secara perlahan ke belakang. Medi yang kaget sontak terjatuh ke lantai, bokongnya pun nampak sakit jika dilihat dari raut wajahnya.
"Maaf pak ... Maaff .. Saya enggak sengaja pak, habis saya kaget pak ... " Titah Cika sambil mendekati Medi yang sedang merasa kesakitan.
"Enggak apa-apa kok, kamu juga enggak salah! saya aja yang terlalu lancang ..." Jawab Medi seperti tak enak hati.
"Kamu, kenapa belum pulang?" Timpal Medi, dengan cepat.
"Ohh ini pak, masih ada beberapa dokumen yang harus saya kerjakan. Mengingat besok, semua dokumen harus saya serahkan semua ke asisten bapak ..." Jelas Cika sambil tersenyum.
"Kamu sudah makan?" Tanya Medi kembali.
"Kebetulan belum pak ... Tapi nanti, pas pulang kerumah saya mau mampir ke mie tumis di pojok jalan pertigaan sana pak. Jadi, enggak masalah ... iya enggak masalah..." Jelas Cika, panjang sekali membuat Medi hanya tersenyum.
"Kamu kenapa tadi bales wa saja enggak jelas?" Tanya Medi lagi.
Rupanya Medi sudah membaca pesan yang dikirimkan oleh Cika melalui wa. Walaupun Cika belum menyadari bahwa yang mengirim pesan tersebut adalah Medi. Cika lalu mengambil ponselnya, di dalam tas. Serta menunjukkannya kepada Medi, persis di depan mukanya. Agak bar bar iya, Cika ini tapi memang begitulah tingkah sebenarnya.
"Mana ada bapak wa saya? Sejak kapan? Liat aja sendiri enggak ada kan!" Tutur Cika.
Medi pun mengambil ponselnya, yang berada di saku celana. Sambil, mengetik beberapa huruf di ponselnya. Lalu menunjukan, ponsel tersebut di hadapan wajah Cika.
"Ini Cik, ini saya yang wa ..." Jelas Medi.
Tak lama ponsel Cika pun berbunci. Menandakan pesan masuk melalui pesan dari aplikasi wa. Cika, kaget bukan kepalang. Benar saja yang mengirim pesan tanpa nama di kontaknya tadi ialah Medi.
0813xxxxxxxx
"kamu sehat?"
Itu lah pesan yang dikirimkan Medi kepada Cika.
Seketika Cika hanya diam mematung. Sampai Medi harus melambai-lambaikan tangannya ke wajah Cika agar dia tersadar dari mematungnya itu.
"Bapak benar-benar iya, kenapa enggak kasih tau saya jiwa wa!!" Nada Cika pun meninggi, sambil berjalan maju menghampiri Medi.
Medi terus mundur kebelakang, sampai akhirnya mentok pada sudut meja. Dia benar- benar melihat kekesalan Cika. Tapi benaknya bertanya, kenapa Cika harus kesal bukannya dia yang meminta Medi untuk mengirim pesan ketika sudah sampai di rumah. Karena kemarin belum sempat, maka baru inilah Medi mengirimkan pesannya. Apakah Cika marah karena itu. Batin Medi terus bertanya.
Lalu dengan sigap, Medi menarik pinggang Cika dan posisi mereka sekarang pun berbalik. Medi dengan mudahnya menarik pinggang Cika, karena lingkar pinggang Cika sangat ideal dan dengan mudah untuk digapai. Kini pun, mata mereka berdua saling beradu pandang.
"Cik, kan kamu sendiri yang meminta saya untuk mengabarin kamu ketika sudah sampai dirumah. Walaupun saya tidak menepati janji saya malam itu, tapi seenggaknya saya sudah wa kamu kemarin. Masak iya karena ini saja kamu mau marah?"
"Maksud saya pak, jika itu memang bapak kan bisa bapak menuliskan nama dibawahnya!"
"iya maafkan saya ..."
"enggak perlu mintak maaf pak, Karena bapak enggak salah. Kalo misalnya saya itu bapak, pasti dari kemarin saya aka membalas pesan bapak dengan cepat. Kalo kayak gini kan saya enggak enak hati ..."
"iya, santai aja ..."
Mereka melakukan percakapan yang cukup panjang. Namun tanpa Medi sadari, bahwasanya percakapan itu tidak luput dari tangan Medi yang terus melingkar di lingkaran pinggang Cika. Sadar akan hal itu, Medi langsung melepasnya dengan perlahan sambil mengucapkan kata maaf kepada Cika.
"Cik, duduk yukk ..." Perintah Medi.
"Oke pak ..." Jawab Cika cepat.
Akhirnya Medi dan Cika pun duduk di kursi para karyawan, kursi mereka pun di tarik secara berdekatan. Kira-kira hanya berjarak lima Senti meter Saja.
"Cik, santuy jangan panggil bapak ... Panggil Medi saja ..." titah Medi.
Cika hanya menganggukkan kepala. Medi mengambil tangan kanan Cika, dan mengajak nya bersalaman. Tak berapa lama, Medi mengucapkan kata terima kasih pada Cika. Cika bingung sekali akan hal ini.
Sejauh ini, Cika adalah teman Medi yang membuat Medi bisa tersenyum. Selepas kepergian ibunya, jarang sekali tersenyum apalagi tertawa. Tetapi ketika Cika hadir di dalam hari-harinya, Medi nampak tersenyum bahagia.
Cika masih bingung dan bertanya-tanya, kepada Medi tentang arti kata terima kasih tersebut. Setelah, mengucapkan kata terima kasih Medi pun berpamitan meninggalkan Cika untuk pulang kerumah.
Malam itu, Cika benar-benar dibuat bingung oleh pria yang ia kagumin. Melihat Medi pulang, tak berselang lama Cika pun pulang kerumah dengan penuh tanya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments