Malam harinya, Zara sedang tidur di kasur empuknya. Dengan mata yang tak mau terpejam. Dunia ini tak berat namun pemikirannya yang rumit.
Ingin ia segera melayangkan surat pengunduran diri, namun masih berfikir tentang keluarga dan akibat dari keputusannya. Padahal, jika ia egois maka dari dua bulan lalu ia sudah keluar dari hotel itu.
Senior baik, teman kerja juga baik. Hanya saja ia ingin mencari penghasilan yang lebih baik. Meski manager nya yang bahkan sangat menyebalkan itu masih bisa ia atasi.
Memikirkan esok hari adalah hal terberatnya. Mencari kerja lebih menyiksa batin daripada bekerja di kandang harimau sekalipun.
Bukan karena lowongan tidak ada, melainkan yang membutuhkannya tak ada.
"Hah...." Helaan nafas, yang sudah ia keluarkan beberapa kali sebelum matanya terpejam. Besok ada hari yang harus ia hadapi dengan senyum dan rasa senang.
.......
Pagi harinya, seperti biasa Zara melakukan tugasnya. Saat mengepel, samar-samar ia mendengar suara tangis bayi. Seketika, bulu kuduknya berdiri. Di tempat ini memang sedikit rada-rada menyeramkan.
Selesai mengepel, sang Manager selalu datang untuk menginjak lantainya lagi. Zara hanya bisa menghela nafas panjang lalu duduk di depan komputer.
Tak berapa lama, seorang tamu datang dengan wajah marah. Bahkan beberapa tamu juga datang. Sang manager keluar saat Zara sudah kelimpungan dengan bahasa mereka yang belum bisa di mengerti sepenuhnya.
Entah apa yang di bicarakan mereka tapi yang sangat bisa di lihat bahwa semua tamu ini merasa terganggu akan suatu hal.
Sang manager menjelaskan dan menerima keluhan mereka. Pasti dalam hati ia sudah mengumpat.
Beberapa menit kemudian, sang manager bicara padanya setelah tamu pergi.
"Aduh pusing ibu sekarang, yang bayar kemarin itu buat keributan katanya. Mereka merasa terganggu karena suara tangis bayi. Mana bisa ibu negur karena mereka bayar mahal. Ada-ada aja pagi-pagi...." Keluh wanita itu dengan marah, sialnya sebelum wanita itu masuk ke kantor dia berkata.
"Zara kamu cek, beritahu mereka bahwa tamu disini semuanya komplain." Titahnya, inilah yang tak ia suka. Lempar batu sembunyi tangan.
"Baik Bu...." Zara berjalan gontai ke arah kamar tamu kemarin. Ia sudah merangkai kata sehalus mungkin agar tidak melukai perasaan tamunya.
Bahkan sembari berjalan, Zara terus menghafal agar tidak gugup. Sampai di depan kedua kamar yang pintunya masih terbuka itu, tangis bayi semakin kencang bahkan bayi itu menangis sampai tak bersuara.
"Kenapa ibunya tidak memberinya asi agar diam? Kenapa di biarkan bayi itu menangis?" Gumam Zara bicara dengan dirinya sendiri.
Prangg!
Zara berlari ke arah suara, terlihat bule kemarin memecahkan barang yang ia bawa.
"Stopp!!! Don't cry!!!" Teriaknya bak orang kesetanan.
Zara menatap tak percaya, bagaimana anak bayi yang sedang menangis itu mengerti jika dirinya bahkan mungkin baru beberapa lama lahir ke dunia ini.
''Make him stop crying!'' Tunjuk pria itu marah pada wanita yang sedang menunduk di sebelahnya.
Wanita itu mengambil sebuah suntikan dari tas besar dan hendak menyuntikkan ke kaki bayi mungil nan tampan itu.
"Stopp!!" Teriak Zara spontan saat tau apa yang mereka lakukan. Mereka hanya berdua saja, entah kemana bule ramah kemarin.
"What are you doing?" Kesal Zara yang tak habis pikir.
Zara menyelimuti bayi kecil itu lagi, bahkan udara kamar ini bak es yang sangat dingin sekali untuknya apalagi untuk bayi sekecil ini. Bahkan kulitnya terlihat kuning, mungkin karena dingin.
Tangan lembut Zara mengambil bayi itu lalu mendekapnya. Meski bayi itu menangis namun tak sekencang awalnya.
"Manusia tak punya akal sehat!" Umpat Zara, lagian mereka juga tidak akan mengerti kan.
Oekkk
Oekkk
"Sayang, dingin ya? Keluar yuk cari matahari, sepertinya hari ini cuaca indah." Ujar Zara dengan tatapan sinis pada kedua orang berbeda jenis itu yang sedang menatapnya.
Di dekapnya dengan sayang, lalu ia elus-elus layaknya kucing. Hatinya sangat lembut, bahkan air matanya tak terasa menetes saat melihat bekas suntikan di paha bayi kecil ini. Bekas itu sudah membiru, dan ada bekas seperti cubitan juga. Astaga!! Zara ingin sekali berteriak pada orang-orang tanpa adab itu.
"What happened?" Tanya bule yang ramah kemarin.
Tak di jawab oleh siapapun bahkan pria yang marah tadi itu terlihat diam karena bayinya yang berhenti menangis. Gadis itu duduk bersimpuh karena saat ini ia menggunakan rok. Tak lupa ia taruh bayi mungil itu di pangkuannya.
"Adududuh.... Anak tampan siapa ini? Capek nangis ya? Di siksa kedua monyet itu ya? Maaf ya cayang...." Ujar gadis yang sedang menggendong bayi layaknya orang yang sudah berpengalaman. Sangat lihai dan telaten. Ia bicara dengan menjelekkan orang di belakangnya.
Anak bayi itu ia jemur sebentar tak lupa matanya di tutup lebih dulu.
"Lapar ya? Mau minum cucu?" Tanyanya dengan senyum bahagia, layaknya ibu yang sedang bertanya pada anak kandungnya sendiri.
Bayi itu terlihat menggeliat, dan Zara menutup kembali bayi mungil itu lalu menggendongnya seperti semula.
"Give me milk..." Ucapnya menadahkan tangannya.
Wanita cantik itu menyerahkan botol susu bayi. Zara menatap aneh ketiganya yang menatapnya.
"Mereka tiba-tiba gagu apa gimana? Kok diam semua?" Tanyanya pada diri sendiri.
"Eh, ini ada obatnya gak ya? Bahasa Inggrisnya apa ya? Duh, ni hp mana lagi." Zara hendak merogoh saku roknya.
"Enggak isi kok mbak..."
Degh
Zara melotot, ternyata wanita itu bisa bahasa Indonesia. Matilah dirinya!
"Eh, orang Indonesia?" Tanya Zara kikuk.
"Iya mbak, saya baru jadi baby sister kemarin." Zara semakin terkejut tak percaya.
Gadis itu memberikan susu botol saat bayi itu mulai merengek.
"Mereka gak bisa bahasa Indonesia kan? Jangan bilang kalau mereka mengerti apa yang aku ucapkan tadi?" Was-was gadis itu dengan wajah tersenyum cengo menatap para bule yang sedang menatapnya dengan tatapan tak bisa di tebak.
"Di siksa kedua monyet itu ya?" Ulang pria bule yang sempat marah-marah tadi, Zara sudah tersenyum kikuk dan seperti ingin lari seribu kaki saat ini juga.
"Hehehe... Bisa bahasa Indonesia juga ternyata...." Ucap gadis itu.
Oekk
Oekk
Tangis bayi itu mulai terdengar lagi, semua mata tertuju pada bayi mungil itu.
"Kenapa cayang? Gak nyaman baju ya? Mau mandi?" Tanya gadis itu pada bayi yang hanya menangis.
"Mbak, gak apa-apa kalau saya yang mandiin bayinya?" Tanya Zara pada wanita itu.
"Gak apa-apa, sepertinya Axel lebih nyaman denganmu." Ujar wanita itu yang memang apa adanya.
"Saya mandiin di kamar yang mana, Mr?" Tanya gadis itu yang bingung.
"Di kamar saya, saya takut kamu apa-apain anak saya." Ujar pria itu yang kini masuk lebih dulu.
"Dih, yang udah kayak monster tadi siapa? Bukannya dia?" Gumam gadis itu membuat pria tadi berhenti sejenak.
"Hehe... Enggak, ayo masuk lagi. Sekalian AC nya tolong di turunkan, baby Axel pasti kedinginan ya kan?" Alih Zara saat pria tadi sempat berbalik menatapnya tajam.
Zara memandikan bayi itu di wastafel, tidak lama hanya agar lebih segar karena mengingat tadi bayi ini sempat berkeringat.
Lalu dengan telaten, ia baluri dengan minyak angin lalu bedak bayi. Zara mencium pipi bayi itu saking gemasnya.
Wanita tadi sedang membersihkan kekacauan yang di buat majikannya. Sedangkan pria bule itu sibuk dengan laptopnya dengan beberapa kali melirik Zara.
Bule yang lagi satu sedang menelepon di luar kamar.
Telepon Zara berdering, tanda sang manager sedang marah padanya. Ia lupa waktu lagi, jika sudah menyangkut apa yang ia suka maka lupa akan waktu dan segalanya.
Bayi mungil itu terlihat mulai menutup matanya. Pasti ia lelah dan kenyang maka dengan cepat bayi akan tertidur.
Zara memindahkan bayi itu ke sebelah sang papa. Yah, bule galak itu sepertinya papa dari bayi ini. Pikir Zara.
"Oh iya, mohon nanti agar tidak ada tangis bayi yang menganggu tamu lain." Ujar Zara memberitahu pria yang sedang duduk santai memangku laptop.
"Hmm..." Sahutnya acuh.
Setelah permisi, Zara sudah naik kembali ke lobby dan mendengar amarah dari sang manager.
Bersambung.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments