Daniel tergesa gesa berjalan menyusuri koridor rumah sakit. Fathan yang memintanya datang untuk menemani adik mereka, Alexander
Tapi saat di belokan, di malah menabrak seseorag. Untung saja tubuh kokohbya membuat dia tidak sampai terjatuh. Tapi malang bagi yang dia tabrak. Sampai jatuh terduduk di lantai dengan bunyi yang cukup lumayan keras.
"Maaf, aku ngga sengaja......," tangannya terulur untuk membantu gadis yamg terjatuh itu Seketika pupil matanya membesar ketika tau siapa yang serdang meringis sambil menjelepok di lantai
"Nadhira?"
"Daniel....? Gadis itu meraih tangan laki laki itu untuk membantunya berdiri. Kemudian dia menepuk nepuk celananya yang menyentuh lantai dan agak berdebu.
"Maaf, sakit ya?"Daniel merasa ngga enak. Tabrakan tadi cumup keras juga, karena dia terburu buru.
"Lumayan," senyum Nadhira mengekspresikan kejujurannya.
"Kamu sakit apa?" Traumanya muncul lagi. Suaranya agak bergetar saat bertanya karena panik. Dan takut.
"Aku sehat," senyum Nadhira seakan menyadari apa yang dipikirkan Daniel.
"Trus kenapa ke rumah sakit?" Kini keduanya agak meminggirkan diri agar ngga mengganggu orang orang yang berlalu lalang
"Jenguk teman."
"Pacar?' senyum Daniel menggoda walau dengan hati berdebar juga
"Bukan." Senyun lebar Nadhira melegakan hati Daniel
"Kamu sendiri? Mau jenguk atau mau berobat?" Nadhira balik bertanya
"Mau jenguk adik iparku." Daniel teringat tujuannya.
"Sakit apa?"
"Leukimia."
"Ooh......" wajah Nadhira menunjukkan keprihatinan.
Penyakit yang sangat berbahaya, bstinnya.
"Sudah lama.sakitnya?" tanya Nadhira penuh perhatian.
"Baru ketahuan."
Keduanya saling tatap dalam diam. Seakan ingin menerobos ke dalam hati yang terdalam tentang apa yang mereka rasakan
Hening.
"Mau ikut?" ajak Daniel agak ragu tapi tetap memberanikan diri mengulurkan tangannya.
"Boleh."
"Kamu ngga sibuk?".
"Nggak ".
"Oke." Daniel menggenggam erat jemari Nadhira sambil melangkahkan kakinya.
Nadhira menatap tangannya yang digenggam, kemudian mengalihkan tatapnya pada lorong yang mereka lewati.
*
*
*
Alexander menggusar rambutnya dengan wajah frustasi.
"Ngga ada yang cocok?" ucapnya perlahan, kemudiqn menghembuskan nafas panjang. Kecocokan yang ada pun hanya dalam persen yang kecil hingga cukup berbahayakan jika tetap dipaksakan.
Kalandra, Emra dan Emir juga nampak pusing. Om Dewan duduk terpekur. Kepanikan melanda. Ansel dan Herdin sibuk menelpon.
Fathan menepuk bahu Alexander yang wajahnya sudah sangat pucat karena takut kehilangan Rihana.
"Aku akan menemui Aurora," putus Alexander. Berharap Aurora mau menolong Rihana
"Biar papa yang bicara padanya," ucap Om Dewan sambil mendekati putrinya.
"Kamu di sini saja menemani Rihana," sambung Om Dewan sambil menepuk pundak Alexander.
"Opa juga akan ikut," ucap Opa Iskandardinata.
"Kamu harus kuat, jangan tampilkan wajah sedihmu," ucap Fathan berusaha menguatkan hati adik bungsunya.
Alexander hanya menganggukkan kepalanya.
Harapan mereka kini tinggal Aurora yang masih ada di penjara.
"Alex, Rihana mencarimu," tukas Oma Mora yang melangkah keluar dari kamar perawatan Rihana.
"Ya, Oma." Alexander pun bergegas masuk. Di sana ada Puspa dan Nayara yang sedang beranjak keluar meninggalkan Alexander dan Rihana, berdua saja.
Alexander segera menggenggam tangan Rihana sambil tersenyum lembut dan berusaha keras menyembunyikan kegalauannya.
"Sakit?" Tapi Alexander ngga bisa menyembunyikan suara bergetarnya
Rihana menggelengkan kepalanya. Dia tersenyum lembut.
"Nggak," sahutnya pelan.
Alexander mere mas jari jari tangan Rihana dengan lembut.
"Aku mencintaimu Zira. Sangat." Alexander ngga akan menyerah mencari sumsum tulang yang cocok untuk Rihana. Dia ngga siap untuk ditinggalkan istrinya.. Ngga akan pernah siap.
"Aku dan anak kita juga,'" balas Rihana dengan suara pelannya. Ada binar du sepasang mata indahnya, Alexander melihatnya
Alexander kemudian mengecup lembut jemari pucat istrinya.
Bertahanlah, Zira, batin Alexander memohon.
*
*
*
Kirania yang kesal langsung saja berjalan cepat meninggalkan Hazka yang masih dikuntit.oleh mantan menyebalkannya itu. Dia pun membanting pintu kamar hotel mereka setelah memasukinya.
Suara ponselnya membuat Hazka segera mengangkatnya.
"Puspa?"
"Kiran......" Suara sepupunya yang biasanya riang terdengar seperti sedang menahan tangis.
"Kamu kenapa? Rihana gimana? Sumsum tulangnya ada yang cocok?" serbunya beruntun dan ngga sabar.
Hatinya makin panik karena mendengar isakan Puspa sebagai jawaban.
"Puspa! Jangan buat hatiku tambah khawatir," seru Kirania setengah berteriak. Dia mulai kalut.
"Om Dewan akan menemui Aurora," sahut Puspa setelah beberapa lama kemudian. Isak tangisnya .masih terdengar jelas.
Sebelum mengetahui Rihana adalah sepuounya, dulu gadis itu adalah sahabatnya. Karenanya Puspa sangat takut kehilangannya.
"Aurora...?! Apa kita tinggal berharap padanya?" Kirania merasa hopeless karena tau sejahat apa gadis itu pada Rihana, sampai membuatnya harus mendekam di sel penjara.
"Ya. Bantu do'a, ya, Kiran. Semoga Aurora mau jadi donor dan sumsum tulangnya memiliki kecocokan yang besar."
"Ya." Sekarang Kirania semakin takut.
"Aku akan pulang dan akan ikut test," lanjutnya lagi.
"Nanti saja, setelah mendapat kabar dari Aurora. Maaf sudah menganggu acara bulan madu kamu," cegah Puspa.
"Ngga apa apa. Aku hanya ingin Rihana sehat lagi dan berkumpul bersama kita."
"Ya. Aku juga berharap begitu."
Ngga terasa air mata Kirania mengalir begitu Puspa.memutuskan telponnya.
*
*
*
Hazka yang sedang menyusul Kirania, jadi menghentikan langkahnya begitu merasaksn getaran ponselnya.
Ansel menelponnya.
"Ngga ada yang cocok.hingga sembilan puluh persen," lapor Ansel langsung. Suaranya terdengar frustasi.
"Jadi sekarang bagaimana?"
"Om Dewan akan membujuk Aurora."
Hazka menghela nafas panjang. Dia sama seperti Ansel, merasa sangat khawatir kalo Aurora menolaknya.
Telpon pun diputus Ansel begitu saja..
Saat Hazka akan melangkah pergi, dua tangan menggelung pinggangnya dari belakang. Cukup erat. Hazka tau pelakunya.
"Hazka..... Maaf...... Aku menyesal. Bisakah kita kembali seperti dulu. Aku akan menunggumu berpisah dengan istrimu." Stela sangat takut Hazka ngga mengabulkan permintaannya.
"Aku sudah memberimu kesempatan dulu. Tapi kamu menolaknya," jawab Hazka datar.
"Sekarang aku ngga akan menolaknya, Hazka. Aku sangat menyukaimu," ucapnya setengah merengek. Matanya pun berkaca kaca. Hatinya sakit mendapat penolakan
"Sudah terlambat, Stela." Hazka pun melepaskan gelungan tangan Stela di pinggangnya. Dia ngga mau Kirania salah paham jika melihatnya.
Tapi Stela ngga menyerah, dia pun melangkah ke depan Hazka. Berjinjit dan langsung menci um bibir Hazka. Dia melakukannya selayaknya a good kisser.
Hazka laki laki yang kurang iman. Sesaat dia menikmatinya. Tapi kemudian menjauhkan wajahnya. Bahkan Hazka sampai mundur satu langkah. Dia mengusap bibirnya kasar dengan lengannya.
Bayangan pengawal papi yang mengawasinyalah membuat dia bisa tersadar.
"Maaf, aku ngga bisa," tolaknya sambil melangkah cepat meninggalkan Stela.
Stela hanya bisa menghentakkan kakinya kesal, ngga terima ditinggalkan Hazka begitu saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Sri Widjiastuti
hazka hazka....
2024-03-25
1
Elisabeth Ratna Susanti
keren 😍
2024-02-16
1
Ayu Kerti
knp takutnya gara2 pengawal
2024-02-10
1