Stecy terkesiap, suara parau dari Zheren benar-benar membuat ia tertohok. "A-Apa..?" Tangan yang ia pakai membingkai wajah Zheren seakan lemas lalu terjatuh.
Zheren mengambil kembali tangan Stecy, menyimpannya di bawah dagu lalu perlahan mendekatkannya ke arah mulut. "Aku mencintaimu Sty, aku sangat mencintaimu."
Debaran di hati Stecy membuat ia sesak, bingung dengan apa yang terjadi. Ada apa ini? Tiba-tiba Zheren menyatakan sebuah perasaan?
Stecy ingin menjawab tapi lidahnya terasa kelu, ia tak mampu mengucapkan sepatah katapun hingga Zheren kembali berkata, "Jangan pergi Sty, tetaplah bersamaku. Aku benar-benar bisa gila."
Debaran itu semakin terdengar jelas, tangan yang Zheren genggam rasanya menjadi sangat panas. Ia masih setia membisu.
"Stecy.. Kenapa kamu diam saja?" Zheren mendekat, melingkarkan tangannya di leher Stecy lalu mendekap Stecy dalam pelukannya. "Z-Zheren..? Kau serius? Kau tau kan aku tertarik pada senior Duke?" Terasa semakin sesak hatinya kala Stecy bertanya.
"Aku hanya bercanda. " Zheren melepas kembali Stecy, "Lihat kan? Aku juga bisa berakting sebagus kamu Sty.." Setelahnya ia malah tertawa geli.
"Jadi kamu hanya meniruku?" Ketus Stecy, "Dasar kau ini! " Ia cemberut.
"Ayo pulang Sty.." Zheren kembali menggenggam tangan Stecy lalu membawanya masuk ke dalam mobil. "Zheren, jangan membuat lelucon seperti itu lagi!" Kesal Stecy, disepanjang jalan ia terus memasang muka masam.
"Maaf.. " Terdapat nada getir dalam nada bicara Zheren, sorot matanya yang lembut berubah sayu, pundaknya yang biasa tegak kini menurun seakan ia merasa sangat lemah. "Kau benar-benar akan pergi dengan Duke besok?"
Stecy mengangguk pelan, mau bagaimanapun Duke memang sosok pria yang sangat disukainya. "Iya Zhe.."
Zheren menyungging senyum tipis, diiringi mata sayu-nya yang terlihat lemah. "Kalau begitu pergilah. " Ia kembali fokus menyetir sampai akhirnya mereka tiba di apartemen Stecy.
"Makasih Zhe, karna sudah menemaniku latihan, lalu mengantarku pulang. "
"Sama-sama Sty, selamat malam."
Zheren kembali melaju, melewati jalan yang mulai terasa gelap, suasana yang cukup hening membuat ia kembali sendu.
Ia menahan setiap air yang terus mendobrak pelupuk matanya. Bagaimana bisa seorang gangster menangis?
Zheren lalu berhenti di sisi pantai yang ia lewati, merasakan setiap ombak yang menyentuh sepatunya, lalu disusul angin malam yang cukup dingin, meredakan sedikit panas yang terus ia rasakan.
"Sial.. Aku butuh cerutu." Ia merogoh saku celananya tapi tidak ia dapati cerutu itu dimanapun. "Menyebalkan."
Zheren kembali menghirup udara malam sambil mendongak menatap bulan, merasakan setiap angin yang meruyup menembus kaus hitam polosnya.
Dritt.. Dritt..
Tiba-tiba sebuah panggilan masuk, mengganggu waktu santainya saja. "Siapa ini? " Ia menilik pemilik panggilan, lalu ia dapati nama 'Stive' dipanggilan itu.
Zheren lalu mengangkatnya, "Ada apa Stive?"
"B-bos.. Seseorang.. Uhukk.." Stive menjawab, terdengar beberapa keributan di dalamnya. "Dimana kau?" Zheren kembali bertanya.
"M-markas.. Cepatlah kemari bos.. Huk.. Disini a-ada seseorang.." Tiba-tiba panggilan itu ditutup, membuat Zheren makin dibuat khawatir. Hatinya terasa di ter-kam berkali-kali.
"Sia-lan!" Ia dengan cepat berlari menuju mobil, memutar balik, lalu melaju secepat kilat.
...***...
Saat ia sampai di wilayahnya, disana benar-benar terlihat kacau. Tidak ada anak buah yang berjaga di gerbang, bahkan yang membukakan pintu mobil Zherenpun tidak terlihat batang hidungnya.
Zheren dengan cepat berlari masuk, menaiki setiap tangga sampai ia tiba di lantai terakhir. Disana terdapat pria berambut perak yang tengah berdiri sambil menodongkan pistolnya pada Mikro yang tengah berbaring tanpa perlawanan.
"Mikro!" Zheren berlari, me-nen-dang pistol yang hampir merenggut nyawa anak buahnya, alhasil pistol itu terjatuh ke lantai.
"Siapa kau?" Suara parau yang tajam itu kembali, diiringi mata dingin yang terasa menusuk. Zheren lalu melirik sisi kanan dan kirinya, terdapat banyak anak buahnya yang sudah tergeletak tak sadarkan diri.
Ia merengut lalu kembali menatap pria berambut perak di hadapannya. "Yah, identitasmu tidak penting sekarang."
Blam Satu pu-ku-lan dari Zheren mendarat di bagian rahang, lalu disusul ten-da-ngan di perut bagian atas. Duak..
Pria itu tumbang dengan mudahnya. Tidak cukup sampai sana, Zheren dengan cepat menyambar kerah pria itu lalu menariknya dengan kasar, membuat ia bangun kembali.
Blam.. Lagi dan lagi sebuah pu-ku-lan menghantam wajah pria berambut perak itu. kini disusul sun-du-lan keras dari kepala Zheren yang kebetulan memang keras.
Duakk..
Pria itu terhuyung sesaat, lalu meng-han-tam kepala Zheren dengan punggung pistol yang ia ambil dari sakunya. Buakk..
Disusul pu-ku-lan yang mendarat di bawah dagu Zheren, benar-benar membuat Zheren terpental menabrak kaca.
Prang..
Kaca bangunan itu pecah seketika, untungnya Zheren langsung bangun dan menajuh. Jika saja ia tidak segera menjauh, mungkin ia akan terjatuh bebarengan dengan pecahan kaca bangunan miliknya.
"Ha-ha.. Kau seperti zombie, Stewardzario!" Pria itu terkekeh sesaat, ia lalu mendekat, berniat kembali mendaratkan pu-ku-lannya. Tapi gerakannya kalah cepat dengan Zheren. Pria itu seketika di han-tam sebuah pas bunga berbahan kaca.
Prang..
Lagi-lagi suara pecahan kaca itu terdengar. Benar-benar terlihat bru-tal Zheren saat ini. "Kau datang di waktu yang salah. Aku baru saja ditolak, dan sekarang kau mengacau di wilayahku, benar-benar membuatku makin kesal." Zheren menyeka da-rah yang keluar dari mulutnya menggunakan punggung tangannya, lalu di detik selanjutnya ia menyeringai kecil.
Pria itu terkapar lemas, seakan benar-benar tidak bisa menggerakkan sedikitpun bagian dari tubuhnya. "Bangun!" Bentak Zheren.
Matanya kembali melebar, disusul rahang yang mulai mengeras, ia mendekat. "Siapa kau?" Lagi-lagi pertanyaan itu keluar.
"Blisterz tidak semuda ini. Dia terlihat seusiaku, sudah jelas dia bukan Blisterz." Batin Zheren mulai berpikir.
"Aku? Ajalmu!" Pria itu balas terkekeh geli. Benar-benar keberaniannya setebal kamus.
Tak ayal dengan stok kesabaran yang setipis tisu, tentu saja Zheren merasa sangat marah dengan jawaban si perak.
Zheren lalu menekan perut pria yang terkapar itu dengan kakinya, tapi ia malah tertawa geli. Stok kesabaran itu berubah menjadi setipis tisu dibagi dua. Krakk.. Suara sesuatu yang pa-ta-h dibagian rusuk terdengar jelas.
Zheren menyeringai, diiringi matanya yang terasa meledek, ia membungkuk. "Kupuji keberanianmu. Kau masuk ke sarang harimau seorang diri?"
"Ugh.. Harimau? Kau? Ha-ha.. Kau hanya bahan eksperimen, U115."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Stefany
haah?? Zheren pernah jadi bahan uji coba? Plis cepet cepet update thorr penasaran bangett/Angry/
2024-01-15
2