Interogasi Mr. Darwin

"Apa maksudmu Zhe.." Stecy merengut, bingung dengan ucapan Zheren.

"Ada bau Duke di tubuhmu, jadi mandilah." Perlahan Zheren mengangkat tubuh bagian atasnya, Tatapan itu kembali mendingin. Sampai Stecy bertanya-tanya, kenapa?

Stecy ikut mengangkat tubuh bagian atasnya. Ia lalu mencium tubuhnya sendiri, apa benar dirinya memiliki aroma Duke?

"Tidak ada bau senior Duke di tubuhku Zhe.." Ia menyangkal tuduhan Zheren.

"Benarkah? Biarkan aku menciumnya juga kalau begitu." Zheren berseringai nakal, ia lalu beringsut mendekati Stecy. Mulai menghirup aroma tubuh Stecy dari jarak yang cukup dekat, tapi hidungnya tidak sampai mengenai tubuh Stecy, membuat ia sedikit berusaha.

"B-benarkan? " Stecy gugup karna kedekatan mereka. Ia perlahan beringsut mundur, tapi Zheren menahan pergerakannya. "Kau mau kemana? " Ia kembali menatap intens Stecy, lalu menggapai pinggang rampingnya.

"Tidak tercium dari jarak sejauh ini, aku harus lebih dekat untuk memastikannya. " Zheren kembali beringsut, tapi kali ini ia menempelkan hidungnya di pundak Stecy, lalu naik ke bagian leher.

Sementara itu, Stecy hanya terpejam sambil menahan tubuhnya yang kini terasa geli. "Sudah cukup Zhe.." Ia lalu menggapai pundak Zheren, perlahan mendorongnya menjauh tapi pria itu malah mengabaikannya.

"..ha" Ia mulai menghirup tubuh Stecy. Dimulai dari pundak lalu naik ke arah leher, kini ia mulai turun, entah dimana tujuan berikutnya.

"Cukup." Stecy menahan pergerakan Zheren, lalu mengangkat kepalanya, membuat pria itu kini mendongak, diikuti pipinya yang kini terlihat sangat merah. "Apa yang kamu lakukan? Sudah cukup, itu geli."

"Ternyata benar, tidak ada bau Duke di tubuhmu."

Ia kembali menjauh, lalu mulai membaringkan tubuhnya. Terlihat aneh, tapi Stecy mengabaikannya.

Napas Zheren masih terasa, lalu setiap tempat yang Zheren hirup terasa sangat panas. Stecy terus berusaha melupakan rasa itu, tapi kenapa sangat sulit? Ia lalu kembali berbaring, memejamkan kedua matanya, berusaha kembali terlelap dalam tidurnya, tapi sepertinya hal itu akan sulit, mengingat kejadian tadi.

Sementara itu, Zheren terlihat menikmati bagaimana Stecy menggeliat dalam pelukannya. Pikiran itu tertanam jauh di benaknya. Bagaimana bisa ia terlihat begitu mesum?

"Aroma tubuh Stecy benar-benar membuatku gila." Ia terus terbenam dalam pikiran kotornya. Mengingat bagaimana ia menahan pergerakan Stecy, membuat gadis itu tak berdaya dalam dekapannya.

Sementara Stecy, rasa panas dalam tubuhnya perlahan mulai mereda. Ia memutuskan untuk segera memejamkan matanya, terlelap dalam tidurnya, dan tidak pernah memikirkan hal itu lagi.

"Ini hal biasa diantara teman masa kecil." Batinnya.

Mungkin jika di sangkut pautkan dengan hubungan mereka yang berteman sangat lama, hal itu tidak ada apa-apanya.

Pagi harinya..

"Zheren! Bangun, heii!" Stecy memekik panik.

"Ugh.. " Zheren menggeliat, perlahan ia membuka kedua matanya. "Selamat pagi.." Ia masih setengah terpejam, suara parau Zheren terdengan lebih berat. Ia perlahan mengangkat tubuh bagian atasnya lalu menilik Stecy yang kini duduk di tepi ranjang.

"Ini sudah jam 7! Dasar kau.. Cepat pulang dan berganti pakaian!"

Zheren masih diambang kesadaran, tapi suara keras Stecy membuat daun telinganya bergetar.

"O-oke.. Aku pulang sekarang." Ia dengan cepat beranjang dari ranjang lalu perlahan berjalan menuju kamar mandi. "Nanti bawakan aku handuk." Ia masuk kedalamnya, entah lupa atau memang sengaja, ia tidak mengunci pintunya.

"Perasaan tadi aku tidak salah bicara saat menyuruhnya pulang, kenapa dia malah mandi disini?!" Gumam Stecy.

Memang bikin geleng-geleng kepala kelakuan gangster satu ini.

Selang beberapa menit kemudian, Zheren selesai membersihkan tubuhnya. "Sty.. Mana handuknya?!" Pekik Zheren dari dalam.

"Dia benar-benar seperti anak kecil. Kenapa dia tidak membawa handuk sebelum masuk? Selalu mengandalkan aku!" Ketus Stecy. Meski terus menggerutu ia tetap mengambilkan handuk untuk Zheren.

Setelah mendapat handuk tersebut, ia mengetuk pintu toilet, menunggu tangan yang menjulur keluar. Tapi bukan tangan, melainkan sosok pria dengan banyak tetesan air di rambut dan tubuhnya yang benar-benar memanjakan indera pengelihatan.

Ia hanya menutup bagian inti dari tubuhnya dengan handuk kecil, bahkan handuk itu bisa saja melorot jika ia bergerak sedikit saja.

Stecy terperanjat, padahal ia sering melihat Zheren te-lan-jang dada, tapi kali ini... Matanya terus membola, melihat tetes demi tetes air yang perlahan turun dari rambut ke bahu, lalu kembali turun ke bagian perut.

"Mau sampai kapan kau menatapku seperti itu?" Zheren mendekatkan kepalanya, sementara bagian bawah tubuhnya masih dalam toilet.

"Oh, a-aku.." Stecy gelagapan, malu karna tertangkap basah mengagumi tubuh Zheren yang terpahat sempurna.

"Yah, aku tidak keberatan kau terus menatapnya. Mau melihat sesuatu yang lain? Seperti.. Chim--" Belum sempat Zheren menyelesaikan ucapannya, handuk mendarat dengan keras tepat di pipinya.

"Dasar mesum!" Stecy berbalik lalu meninggalkan Zheren yang kini masih mengalami syok berat.

Tapi di detik selanjutnya, pria itu malah tertawa geli. Ia lalu menutup tubuhnya dari pusar sampai lutut dengan handuk.

Selang beberapa menit, ia selesai memakai bajunya kembali, lalu keluar dari kamar Stecy.

"Sty..?" Ia celingak-celinguk mencari keberadaan Stecy. Tapi anehnya, kemana dia pergi?

Zheren terus membuka satu persatu ruangan, tapi sosok Stecy benar-benar tidak terlihat. Lagi-lagi ia menggeram. Ia dengan cepat mengambil ponsel dan kunci mobilnya, lalu bergegas keluar.

Sesampainya ia di tempat parkir, terlihat Stecy yang tengah berbicara dengan seorang pria. Siapa itu?

Zheren dengan cepat mendekat, lalu mengagetkan keduanya dengan kemunculan Zheren yang tiba-tiba.

"Siapa kau?" Tatapan itu kembali tajam, terasa menusuk bahkan hanya dengan melihatnya.

"Aku? Gavin." Jawab pria yang tengah berbicara dengan Stecy. Ia menyungging senyum tipis, menunjukan keakraban dalam wajahnya.

"Zheren, ini senior Gavin yang pernah aku sebutkan saat di rumahmu itu.." Stecy menjelaskan.

Raut wajahnya masih tidak berubah, Zheren lalu merengut. "Apa yang kau lakukan disini pagi-pagi?" Ia kembali bertanya, diiringi wajahnya yang terasa seperti salju di kutub utara, sangat dingin. Tatapanya kini menelisik setiap inci dari Gavin.

"Izinkan aku membawa Stecy bersamaku. Dia harus segera tiba di kampus karna ada urusan."

Zheren lalu melirik Stecy yang kini berada di sampingnya, tatapannya pada Gavin tidak seperti tatapannya pada Duke. Membuat hati Zheren sedikit tenang.

"Zhe, kau ini.. Lihat, rambutmu masih sangat basah. Kau harus keringkan dulu sebelum berangkat sekolah." Stecy perlahan menggapai rambut Zheren yang kini masih meneteskan air.

"Oke, aku akan mengeringkannya di rumah. Kau pergilah duluan." Seketika tatapan Zheren begitu lembut, bahkan raut wajah beringasnya seakan hilang terkubur.

Ia lalu berbalik meninggalkan Stecy dan Gavin, memasukki mobilnya yang diparkir terpisah, lalu melaju cepat.

\=\=\=

Sesampainya Gavin dan Stecy di kampus, ternyata ada masalah pada sutradara pembuat teater yang akan di tampilkan di musim salju.

"Ada masalah apa?" Tanya Stecy sesaat setelah ia sampai di ruang akting. Seketika sutradara itu berbalik.

"Katanya aktingmu lumayan, mau jadi tokoh utama?"

Penawaran dari sutradara itu seketika membuat semua orang terkejut, termasuk Stecy. "Apa?!" Ia memekik. Padahal teater itu akan di tampilkan 1 bulan lagi, tapi kenapa ia baru dijadikan tokoh utama sekarang? Bukankah ini sudah terlambat?

"Lalu bagaimana dengan Emilie?" Stecy melanjutkan.

"Gadis itu tidak bisa diharapkan. Dia sangat pemalu, bagaimana bisa seseorang yang ingin menjadi aktor memiliki sifat seperti itu."

Lagi-lagi Stecy dibuat terkejut hingga matanya membola. Tapi ia tidak bisa menolak, karna permintaan ini langsung dari sutradaranya.

"Tapi Emilie pasti marah padaku.." Ia mulai takut. Mau bagaimanapun Emilie salah satu temannya di kampus.

"Kau masih memikirkannya? Sudahlah Stecy, dia harus tau apa yang kurang darinya."

Stecy menunduk dalam, sementara yang lain hanya menonton. Disana tidak ada Emilie, mungkin ia akan sangat terkejut saat menerima kabar dirinya yang tidak lagi jadi tokoh utama.

"Oke hanya itu yang ingin aku sampaikan, sekarang kalian boleh pergi." Sutradara itu lalu berjalan cepat, meninggalkan ruang performing.

\=\=\=\=

Di jam makan siang, tiba-tiba Emilie menghampiri Stecy yang kini sedang memilih menu di kantin.

"Kenapa kau tidak menolak tawaran sutradara?!" Kemunculannya yang tiba-tiba membuat Stecy terkejut sesaat.

"E-Emilie? " Ia lalu berbalik menatap Emilie yang raut wajahnya kini terlihat sangat kesal.

"Kau tau kan, aku sangat menginginkan peran itu!" Emilie kembali membentak, nada tinggi itu benar-benar membuat semua orang ikut penasaran.

Mereka mulai mendekat, mencati tahu apa yang terjadi. Untuk bahan gosip sepertinya cocok.

"Aku tau, tapi ini permintaan sutradara. Aku tidak mungkin menolaknya." Stecy menjawab.

"Kau penghianat! Aku membencimu Stecy..!"

...Deg...

Rasa bersalah dan kesedihan kini bergelut di benak Stecy, ia bingung apa yang harus ia lakukan. Kenapa tiba-tiba jadi seperti ini?

Emilie yang perlahan berjalan menjauh tidak berbalik sedikit pun. Dia benar-benar terlihat sangat kecewa.

Semua yang berada di kantin saling melempar tatapan penuh tanda tanya, sementara Stecy hanya menunduk dalam.

"Stecy!" Tiba-tiba suara keras kembali melambung, tapi kali ini berasal dari seorang pria dengan suara parau.

Stecy seketika kembali mengangkat kepalanya, ia sangat tau siapa pria itu. "Zheren?"

"Apa kamu sedang di bully? Siapa yang berani menyakitimu? Cepat katakan padaku." Zheren mendekat lalu membingkai wajah Stecy dengan kedua tangannya.

"A-aku baik-baik saja.." Stecy menilik sekitarnya dan benar saja, ia jadi pusat perhatian.

"Zhe.. Lepaskan aku." Bisik Stecy

"Kenapa? Aku harus melihat lukanya dulu." Zheren melihat setiap inci dari wajah Stecy, memastikan tidak ada luka disana.

"Zhe, aku baik-baik saja. Ayo makan siang."

Zheren merengut sesaat, ia lalu melepas kembali Stecy dan membawanya pergi. Sorot tajam matanya membuat setiap orang yang menonton seketika menunduk.

"Ayo makan di luar kampus saja."

Stecy mengagguk pelan, ia memang butuh ketenangan untuk saat ini.

"Makasih Zhe.. "

Seketika suara lembut dari Stecy membuat Zheren berhenti melangkah. Ia terlihat agresif, dari sorot matanya yang kini membola.

"Kau.. Tadi bilang apa?" Ia sontak berbalik, menatap Stecy yang kini berada di belakangnya.

"Terima kasih."

"Katakan lagi."

"Terimakasih."

"Katakan lagi Sty.."

Stecy tidak membalas. Apa-apaan, tiba-tiba disuruh nyepam.

"Katakan lagi.." Zheren mendekat, lalu sedikit membungkuk menyamai tinggi badan Stecy.

"Tidak. " Stecy lalu kembali melangkah, mendahului Zheren yang kini masih berharap. "Dasar pria aneh, kenapa kau begitu terobsesi dengan kata 'Terimakasih?"

"Hanya saja.. Kau tidak pernah mengatakan hal seperti itu." Zheren kembali beringsut mendekat.

"Benarkah? Emm.. Apa aku sejahat itu ya.."

Perkataan Stecy sontak membuat Zheren tertawa geli. Bagaimana bisa gadis itu sampai pada kesimpulan yang lucu?

Mereka lalu tiba di tempat makan yang sebelumnya pernah mereka kunjungi di akhir pekan. Itu memang tempat Favorit keduanya, bahkan terkadang mereka diberi bonus dan makan gratis.

"Seperti biasa." Ucap Zheren pada pemilik warung.

"Siap bos!"

Seketika kata 'bos' mengingatkan Stecy pada sosok pria asing dalam telepon yang pernah memanggil Zheren dengan sebutan yang sama. Membuat ia kembali bertanya, kenapa?

\=\=\=

Selang beberapa menit, keduanya selesai makan siang. Lalu pikiran tentang pertanyaan sebelumnya kembali terbesit dalam benak Stecy.

"Zheren, kenapa kamu di panggil bos?" Ia akhirnya memberanikan diri untuk bertanya langsung.

"Apa?!" Zheren memekik bingung, tentu itu hal wajar bagi pelanggan yang dijadikan raja. Pikirnya.

"Tidak, bukan sebutan dari bapak pemilik warung tadi, tapi.." Ia terhenti ragu.

"Tapi apa?" Zheren kembali bertanya, bingung dengan pertanyaan yang terpotong-potong.

"Siapa Stive? " Stecy balik bertanya dengan pertanyaan yang berbeda. "Dia memanggilmu bos saat aku mengangkat panggilan darinya."

Zheren terdiam, sepertinya kali ini ia tidak bisa menyangkal dan membual. Apa yang harus menjadi jawaban?

"Dia salah satu temanku."

Stecy merengut, jelas-jelas ia sangat tau kepribadian Zheren yang sering malas bergaul. "Jangan membual, jujur saja." Stecy kembali menekan, ia tidak mau di bo-dohi kali ini.

"Aku tidak membual, di benar-benar temanku. Aku berteman dengannya sebelum denganmu. Tapi.. Dia harus sekolah dan kuliah di luar negeri, jadi kami tidak sering berinteraksi. Terkadang dia memang sering memanggilku bos kalo ada maunya." Perjelas Zheren.

Stecy seketika terdiam, sepertinya jawaban Zheren terdengar meyakinkan. Mau bagaimanapun, Zheren dan Stecy menjadi teman saat SMP. Zheren pasti pernah memiliki teman lain sebelum ia bertemu dengannya.

"Apa yang kamu takuti dariku Sty..? Kamu takut aku seorang bos preman? " Zheren kembali bertanya sambil memawang wajah polos.

Membuat hati kecil Stecy mencolos. Memang benar beberapa waktu lalu Stecy mungkin berpikir Zheren seorang bos dari sebuah geng motor atau preman.

"Aku minta maaf Zhe.. Aku sudah salah paham padamu." Ia menunduk dalam, menyesal dengan pikiran yang menurutnya nyeleneh.

"Tidak masalah, ayo kembali."

Zheren lalu berdiri, berjalan menuju kasir lalu membayar. Setelahnya mereka kembali masuk kampus.

Sampai pada akhirnya mereka kembali bertemu di jam pulang. Seperti biasa, Zheren pasti berdiri di gerbang menunggu Stecy. Saat sosok Stecy terlihat dari kejauhan, Zheren memiliki kebiasaan melambai, menunjukkan dirinya yang tengah berdiri mematung.

"Mau makan malam dirumahku hari ini?" Zheren bertanya, sambil memawang wajah percaya dirinya. Ia tahu Stecy tidak mungkin menolak diajak bertamu dirumah bak mansion.

"Emm.. Aku ada janji bareng senior Duke malam ini."

Jleb

Seketika kepercayaan diri dan harapan bermalam bersama Stecy kini sirna. Tatapan itu kembali tajam, lalu disusul raut wajah yang tak tertandingi, ia berjalan menjauh.

"Pergilah." Suara parau itu terasa menusuk.

Zheren yang tadinya terasa begitu lembut bahkan jika dilihat dari kejauhan, kini terasa begitu dingin. Sosoknya perlahan menjauh tertutup puluhan orang yang tengah berjalan.

"Z-Zhe.. Aku.." Stecy berniat menghentikan langkah Zheren, tapi ia tak bisa membuat alasan.

\=\=\=

Sampai tibanya waktu makan malam, Stecy benar pergi dengan Duke menuju restoran dengan hotel di dalamnya. Tapi pikiran Stecy terus dipenuhi wajah Zheren yang dengan sengaja menjauhinya tadi sore.

Keduanya saling diam, tidak ada satupun dari mereka yang mengirim pesan permintaan maaf, atau lelucon dan ucapan selamat malam. Biasanya Zheren selalu menyempatkan waktunya untuk mengucapkan selamat malam, jika tidak secara langsung pasti lewat pesan.

Tapi malam ini, tidak ada satupun pesan dari Zheren. Ditengah acara diner bareng Duke, Stecy malah terus melihat ponselnya, berharap mendapat pesan dari Zheren.

"Stecy, ada sesuatu yang ingin aku katakan padamu.." Lirih Duke, perlahan ia menggapai tangan Stecy yang kini sibuk dengan ponselnya.

"Stecy? Kamu dengar aku kan?" Ia kembali bertanya karna tidak ada jawab dari Stecy. "Aku ingin membicarakan hal yang cukup serius."

"M-maaf senior, apa yang ingin senior tanyakan tadi?" Stecy meletakan ponselnya di atas meja, lalu berfokus pada sosok Duke yang tengah menjadi pasangan dinernya.

"Stecy.. Aku.." Ia gugup, bahkan raut wajahnya terlihat tidak karuan. "Aku.." Ia kembali berucap, tapi kata yang terpotong-potong membuat Stecy bingung.

"Ada apa? Katakan saja."

"Stecy aku--" Saat keberanian itu muncul, sesuatu malah menjadi gangguan.

Dritt.. Drit..

Stecy tiba-tiba memiliki panggilan telpon. "Zheren?!" Siapa lagi yang akan mengganggu moment penting itu jika bukan Zheren.

Stecy dengan cepat mengangkatnya, karna itu memang sesuatu yang ia harapkan dari tadi.

"Keluar." Belum sempat ia berucap, suara parau lelaki itu malah membuat ia terkejut.

"Sty, keluar sekarang juga."

"Tapi aku tidak sedang dirumah, aku sekarang sedang di res--"

"Kubilang keluar."

Stecy seketika terdiam, kenapa suara Zheren kini terdengar sangat menakutkan? Ia dengan patuh berdiri lalu berjalan keluar.

"Stecy? Mau kemana?" Tanya Duke bingung.

"A-aku harus pulang, Zheren datang menjemputku. Maaf senior, dan terima kasih atas makanannya. "

Stecy lalu kembali berjalan cepat, mencari keberadaan Zheren di luar.

"Zheren.. Apa dia membuntuti kami? Kenapa pria itu begitu gila?" Duke bergumam, tidak habis pikir dengan kelakuan Zheren.

Sementara itu, Zheren ternyata memang mengikuti keduanya dari jauh. Saat ia sadar dengan Duke yang terlihat ingin mengungkapkan perasaanya, ia dengan cepat menelpon Stecy untuk menghentikan pergerakan Duke.

Benar-benar pria licik.

"Zheren?" Stecy langsung mengenal mobil Zheren yang kini diparkir sembarangan. Ia lalu mendekat.

"Zhe, bagaimana bisa kamu ada disini?" Tanya Stecy sambil mengintip dari jendela mobil yang terbuka.

"Masuk." Pria itu tidak menghiraukan pertanyaan Stecy dan malah membukakan pintu.

Stecy dengan patuh masuk kedalam mobil. "Zhe, aku bertanya!" Ia lalu meninggikan nada bicaranya, kesal dengan sikap Zheren yang selalu berubah-ubah.

"Apa itu penting sekarang?" Zheren melirik tajam Stecy, lalu membawa gadis itu pergi.

"Tentu saja, apa kau diam-diam mengikutiku?"

"Pemikiranmu lagi-lagi kotor." Zheren balas acuh tak acuh.

"Lalu kenapa?"

"Aku kebetulan lewat dan melihatmu, apa itu jawaban yang cukup?"

"Kau lewat? Kau jarang lewat sini. Jangan membohongiku!" Lagi-lagi Stecy bicara dengan nada tinggi.

Zheren lalu menarik napas panjang, berusaha sabar dengan tingkah Stecy. "Sty.. Aku serius." Kini suara yang dari tadi begitu dingin, seakan berganti menjadi hangat. Bagaimana bisa atmosfer itu berubah dengan cepat?

"Lalu, dari mana kamu sampai lewat kesini?" Masih kurang percaya dengan jawaban Zheren, Stecy kembali bertanya.

"Aku habis mencari bahan untuk lukisanku, jika kamu masih tidak percaya, lihat saja di kursi belakang."

Stecy dengan cepat melihat ke arah kursi belakang, memastikan ucapan Zheren. Tapi disana memang terlihat beberapa kanvas, cat akrilik dan kuas berbagai ukuran.

Lagi-lagi gadis polos itu merasa bersalah, karna membentak tanpa alasan dan menuduh Zheren menjadi penguntit.

"Jadi benar ya.."

"Tentu saja, kau pikir aku berbohong? Aku selalu jujur padamu Sty."

Suara Zheren terdengar meyakinkan. Tapi di dalamnya penuh kebohongan. Padahal sebelum Zheren mengikuti keduanya, ia mampir terlebih dulu ke toko seni. Memang niatnya untuk membeli beberapa kanvas, tapi juga untuk menutupi kecurigaan Stecy.

Ia sudah memiliki niat membawa Stecy pergi jika ia melihat Duke mendekatinya. Dan benar saja, Duke memang berniat untuk menjadikan Stecy miliknya.

Rencananya begitu rapih, mungkin karna ia seorang gangster?

"Maaf.." Lagi-lagi gadis polos itu dibuat meminta maaf padahal tidak melakukan kesalahan.

"Tidak masalah, aku akan mengantarmu pulang sekarang."

\=\=\=

Sesampainya mereka di apartemen Stecy, Zheren dengan cepat bergegas pergi.

"Sty, selamat malam." Ucapnya sambil perlahan melaju.

"Kupikir dia mau menginap lagi, sepertinya dia punya sesuatu yang mendesak kali ini."

\=\=\=

Benar saja, Zheren memiliki sesuatu yang mendesak. Ia harus kembali ke wilayahnya, mengatur beberapa rencana untuk mengacaukan sebuah perusahaan.

"Ayo pergi sekarang." Zheren dikawal beberapa anak buahnya. Beberapa mobil anak buah Zheren melaju dengan cepat, mengikuti mobil Zheren yang berada paling depan.

Mereka sampai di sebuah perusahaan pengembang robot milik tuan Darwin pioldiramo. Beliau sudah sangat terkenal di kalangan para pengusaha karna beberapa karya-nya yang memukau.

Lalu kenapa Zheren harus mengacaukannya?

Zheren masuk ke dalam gedung perusahaan itu, lalu anak buah Zheren mulai mengacaukan semua yang berada di sana.

Bangg.. Bang..

Srakk..

Dorr.. Dorr..

"Arrgghhh ada pemberontakkk!!"

"Telpon polisi, cepat!!"

Suasana ricuh tak terkendali. Sementara itu, Zheren mulai lebih dalam masuk ke perusahaaan, mencari keberadaan tuan Darwin. Sampai ia tiba di ruang Direktur, ia masuk.

"Selamat malam, Mr. Darwin."

Ia datang dengan jas hitam yang juga diselimuti mantel sepanjang lutut, lalu sarung tangan hitam juga terpasang di kedua tangannya. Terlihat seperti seorang pria pada umumnya.

"Siapa kau?" Tuan Darwin perlahan berdiri.

"Aku, Mr. Stewardzario." Zheren balas tersenyum miring, ia perlahan mendekat sambil mengeluarkan kotak cerutu. Lalu perlahan ia menyalakannya, dan mulai menikmati rasa di dalamnya.

Terlihat santai, bahkan ia memperlihatkan seluruh wajahnya disini. Wajah misterius dari sang gangster bru-tal kini bisa dilihat langsung oleh Mr. Darwin

"Jangan membual, aku tidak ada urusan dengan Stewardzario!"

Mr. Darwin perlahan melangkah, ikut mendekat untuk memastikan kebenaran. Kini mereka hanya berjarak beberapa cm dari satu sama lain.

"Kau yakin tidak punya urusan denganku? Tapi aku punya denganmu." Zheren berseringai, asap tajam dari cerutu mulai memenuhi ruangan itu.

"Apa urusan--" Belum sempat tuan Darwin menyelesaikan ucapannya, seorang karyawan tiba-tiba menerobos masuk.

Brak.

"D-direktur.. ada pemberontak dibawah!" Pekiknya

"Apa?!" Tuan Darwin lalu melirik ke arah Zheren, jadi benar dia seorang Stewardzario?

"Kau masih menganggap ini lelucon?" Zheren menyeringai kecil sesaat, ia lalu berjalan menuju meja Direktur dan dengan santainya ia duduk disana. "Enak sekali, kau menikmati fasilitas seperti ini." Ia lalu melihat isi laptop yang kini sedang memperlihatkan sebuah berkas online.

"Hm? Apa ini ya.." Ia membacanya, dan itu berkas tentang pengembangan robot baru.

"Bocah sia-lan, enyah kau dari sini!" Tuan Darwin benar-benar dibuat kewalahan. Ia dengan cepat mendekat ke arah Zheren, lalu menarik mantelnya.

"Oke, tapi tolong jawab satu pertanyaanku." Zheren memberi penawaran.

"Apa itu?"

Zheren lalu melirik ke arah karyawan yang tengah menatap keduanya, ia memberi isyarat untuk segera keluar. Karyawan itu melangkah pergi sambil bergidik, melihat kilat mata Zheren.

"Dimana Blisterz?" Saat dipastikan hanya ada dua orang di dalam ruangan itu, ia mulai bertanya.

Seketika tuan Darwin membola, bagaimana bisa Stewardzario mengenal Blisterz? Pikirnya.

"Kenapa kau mencari tuan Blisterz?"

"Ada sedikit urusan."

"Urusan apa itu?"

"Aku ingin mem-bu-nuhnya."

Tuan Darwin kembali membola, jawaban Zheren benar-benar diluar dugaan. "Katakan saja dimana dia." Zheren melanjutkan.

Ia kembali berdiri, lalu perlahan mendekat. "Atau.. Kau ingin aku mem-bu-nuhmu lebih dulu?" Ia berseringai. Disusul ujung alisnya yang menurun, terasa begitu meledek.

Sementara itu, Tuan Darwin hanya terdiam sambil gemetar disekujur tubuhnya. Jadi karna pertanyaan itu, Stewardzario pernah mengacau di perusahaan Riberywon sebelumnya?

"Aku tidak punya alasan untuk menjawabmu!" Tuan Darwin perlahan beringsut mundur, tapi Zheren malah semakin mendekat.

"Benarkah? Bagaimana kalau begini.." Zheren terhenti, ia lalu mengeluarkan sesuatu dari saku mantelnya, dan itu sebuah pistol.

"K-kau.." Seketika tuan Darwin ambruk dalam ketakutan. Ia menjatuhkan tubuhnya, lalu beringsut menjauh dalam kengerian.

Dor..

Sekali terdengar suara tembakan menghantam kaca. "Aarghh.. T-tolong.. Siapapun, panggil polisi!" Pria paruh baya itu terus merayap menjauh.

"Kau mau kemana?" Zheren mendekat, lalu ia ikut berjongkok menatap tuan Darwin yang tengah beringsut dalam duduknya.

"Tolong ampuni aku.. Tolong jangan bu-nuh aku..."

"Ahaha.. Kau begitu menyedihkan. Lihat ini, kau merayap seperti katak yang ca-cat!"

"T-tolong... "

Zheren mendongak sambil berseringai nakal. Ia lalu mengangkat rambutnya dan kembali menunduk, menatap tuan Darwin yang kini sudah tak bisa bergerak dalam ketakutannya.

"Dimana Blisterz? Jika kau tidak mau menjawab, peluru dalam benda kecil ini akan aku tanamkan dalam tubuhmu." Zheren lalu menempelkan pistol hitam legam miliknya ke atas dahi tuan Darwin.

"A-aku tidak tau tentang hal itu.."

"Kau berani tidak menjawabku?!" Zheren merengut, kerutan dalam terbentuk diantara alis, dan bahkan urat tebal pun muncul di dahi.

"A-aku benar-benar tidak tau.. Aku bersumpah!" Tuan Darwin lalu menunduk sambil memegang sepatu Zheren, terlihat sangat putus asa.

Raut wajah Zheren tidak berubah, ia mengangkat kepala tuan Darwin lalu mendekatkan wajahnya. "Lalu apa yang kau tau?"

"C-cabang... Aku tau cabang lab eksperimen miliknya."

Zheren seketika terdiam, itu memang bukan sesuatu yang diharapkan tapi jawaban tuan Darwin membuat ia terkejut. Jadi selama ini masih ada lab eksperimen gila itu?

"Dimana?! Cepat katakan!"

"T-tolong berhenti membentakku dan jauhkan benda ini, aku bisa pingsan duluan sebelum menjawabmu." Mau bagaimanapun tuan Darwin memang pria paruh baya, pasti ia akan sangat ketakutan jika di bentak dan di to-dong pistol tepat di dahinya.

"Oke." Zheren kembali memasukkan pistol miliknya kedalam mantel, lalu raut wajahnya yang terus terlihat menakutkan itu seketika berubah 180°

"Sekarang berikan jawabanmu."

Tuan Darwin mengangguk, lalu ia kembali duduk normal. Ia perlahan menarik napas panjang, menghilangkan rasa gugup berhadapan langsung dengan gangster misterius itu.

"Yang aku tau, Blisterz membangun sebuah lab pengganti, setelah labnya dihancurkan 10 tahun lalu. Dia memang pria gila yang terobsesi pada eksperimen senjata manusia. Lalu--"

"Tunggu. Aku harus menghentikan anak buahku yang menggila dibawah." Zheren lalu beranjak dari duduknya, berjalan keluar ruangan dan kembali ke lantai bawah, dimana anak buahnya kini membuat kekacauan.

Sementara tuan Darwin, ia masih gemetar mengingat nyawanya yang hampir melayang. Ia menghela napas lega saat melihat sosok Zheren yang menghilang di balik pintu.

Terbesit dalam pikirannya untuk segera melarikan diri, tapi ia tidak yakin bisa melakukannya. Melihat bagaimana Zheren yang hampir mem-bu-nuhnya tadi, membuat ia tidak berani melangkah.

Selang beberapa menit, Zheren kembali dan siap mendengarkan seluruh penjelasan tuan Darwin. Ia lalu duduk di meja direktur sama seperti sebelumnya.

"Ayo lanjutkan ceritanya paman."

Ia menahan dagu dengan kedua tangannya yang dilipat, siap mendengarkan keseluruhan cerita tuan Darwin.

"Dia membuat kembali lab itu di beberapa wilayah. Yang pertama, di negara Rusia. Lalu di Jerman juga ada dua.. "

"Yaitu di kota Munchen dan Berlin."

Zheren kembali membola, setelah mendengar kata Berlin. Bukankah itu disini? "Tunggu, kau yakin ada satu di Berlin?" Ia bertanya, memastikan ia tidak salah mendengar.

"Benar, disini. Blisterz membuat kembali lab itu di kota ini. Entah itu dimana, ia tidak memberitahuku."

"Apa hanya itu yang kau tau?"

"Benar. "

Zheren kembali berdiri, tidak mau berlama-lama di tempat terbuka, karna takut wajahnya terekspos. "Tapi tunggu, kau bekerja sama dengan Blisterz kan? Apa robot yang kau kembangkan itu terbuat dari..." Zheren terhenti, tidak berani melanjutkan.

"T-tentu saja tidak! Robotku murni dari mesin, tidak ada campur tangan seorang manusia!" Tuan Darwin membantah, tidak terima maha karyanya disebut palsu.

"Lalu kerja sama apa yang kau jalin dengan Blisterz jika bukan itu?"

Tuan Darwin menarik napas panjang sesaat, kesal dengan pemikiran Zheren yang nyeleneh. "Blisterz sangat suka mengoleksi robot, jadi setiap kali aku mengembangkan robot baru, dia pasti datang untuk membelinya. Jadi aku menjalin kerja sama, untuk memberikan setiap penawaran jika ada robot baru yang aku kembangkan."

Mendengar penjelasan tuan Darwin, Zheren seketika menghela napas lega. Ia lalu kembali melangkah keluar ruangan.

"Huftt.. Bocah itu benar-benar--" Tuan Darwin berhenti bergumam, kala melihat sosok Zheren yang kini malah kembali muncul.

"Apa lagi?" Ia mulai panik, takut Zheren melakukan hal gila lagi. "Sial, bocah ini seperti hantu! Mau sampai kapan dia terus di kantorku?" Batinnya menggerutu.

"Tidak, aku hanya ingin mengatakan padamu bahwa aku seorang mahasiswa. Jadi jika suatu hari nanti kita bertemu diluar, jangan pernah mengatakan bahwa aku Stewardzario. Atau.. Kalau kau masih berani mengatakan hal itu, aku benar-benar akan me-ro-bek lehermu." Ia menunjukan senyum Devilnya, lalu kembali melangkah. Kali ini benar-benar pergi dari perusahaan itu.

"Tidak heran dia terlihat begitu muda. Sejak diusia berapa dia sudah bergabung kedalam dunia gelap seperti itu? Sangat disayangkan masa mudanya."

Terpopuler

Comments

Stefany

Stefany

Zheren mulai berani/NosePick/

2024-01-27

1

lihat semua
Episodes
1 Gangster Misterius
2 Interogasi
3 Baku tembak
4 Pulang
5 Menginap
6 Makan diluar
7 Pria gila
8 Ruang rahasia?
9 Kau milikku!
10 Apa kau akan pergi jika aku seorang penjahat?
11 Latihan
12 Aku mencintaimu
13 Pria misterius
14 U115
15 Izinkan aku tidur disini
16 Siapa kamu sebenarnya?
17 Zarachy
18 Ancaman
19 Stecy Milikku!
20 Interogasi Mr. Darwin
21 Kamu tidak menginap hari ini?
22 Davies peterson
23 kediaman Peterson
24 Kerja paruh waktu
25 Hari pertama bekerja
26 Rekan kerja
27 Perkelahian
28 Gangster brutal
29 Ayo pulang
30 Kenapa kau ada disini?
31 Makan malam
32 Aku benci alkohol dan peminumnya!
33 Flashback
34 Aku akan selalu menjaganya.
35 William?
36 Negosiasi with Scarlet
37 Scarlet Sweetsant Lomonosov
38 Hanya kamu
39 Latihan
40 Akting
41 Akan kubuat kau menyukaiku.
42 Pengakuan
43 Tantangan
44 Hadiah
45 Minum teh
46 Rencana
47 Boleh aku menciummu?
48 Munchen
49 Wilayah Mark Miller
50 Prisknach
51 Teater
52 Maafkan aku
53 Promosi: Don't kill me, Mr. Psycho
54 Alasan
55 Kencan
56 Kau mengerikan
57 Persiapan
58 Kebenaran
59 Untukmu
60 Permintaan
61 Rusia
62 Kediaman Lyubov
63 Berkunjung
64 Pembohong
65 Flashback Zarachy
66 Eksperimen
67 Perubahan
68 Pemberontak
69 Kehidupan baru
70 Sekolah
71 Berlatih
72 Pertemuan
73 Penguntit
74 Mulai bekerja
75 Apa sekarang aku layak?
76 Tragedi
77 Aku seorang gangster
78 Perubahan
79 Pindah
80 Akhir flashback
81 Aku merindukanmu
82 Pulang
83 Bertemu kembali
84 Warning!
85 Pernyataan
86 I love you too
87 Menginap
88 End
89 Promosi; Splash
Episodes

Updated 89 Episodes

1
Gangster Misterius
2
Interogasi
3
Baku tembak
4
Pulang
5
Menginap
6
Makan diluar
7
Pria gila
8
Ruang rahasia?
9
Kau milikku!
10
Apa kau akan pergi jika aku seorang penjahat?
11
Latihan
12
Aku mencintaimu
13
Pria misterius
14
U115
15
Izinkan aku tidur disini
16
Siapa kamu sebenarnya?
17
Zarachy
18
Ancaman
19
Stecy Milikku!
20
Interogasi Mr. Darwin
21
Kamu tidak menginap hari ini?
22
Davies peterson
23
kediaman Peterson
24
Kerja paruh waktu
25
Hari pertama bekerja
26
Rekan kerja
27
Perkelahian
28
Gangster brutal
29
Ayo pulang
30
Kenapa kau ada disini?
31
Makan malam
32
Aku benci alkohol dan peminumnya!
33
Flashback
34
Aku akan selalu menjaganya.
35
William?
36
Negosiasi with Scarlet
37
Scarlet Sweetsant Lomonosov
38
Hanya kamu
39
Latihan
40
Akting
41
Akan kubuat kau menyukaiku.
42
Pengakuan
43
Tantangan
44
Hadiah
45
Minum teh
46
Rencana
47
Boleh aku menciummu?
48
Munchen
49
Wilayah Mark Miller
50
Prisknach
51
Teater
52
Maafkan aku
53
Promosi: Don't kill me, Mr. Psycho
54
Alasan
55
Kencan
56
Kau mengerikan
57
Persiapan
58
Kebenaran
59
Untukmu
60
Permintaan
61
Rusia
62
Kediaman Lyubov
63
Berkunjung
64
Pembohong
65
Flashback Zarachy
66
Eksperimen
67
Perubahan
68
Pemberontak
69
Kehidupan baru
70
Sekolah
71
Berlatih
72
Pertemuan
73
Penguntit
74
Mulai bekerja
75
Apa sekarang aku layak?
76
Tragedi
77
Aku seorang gangster
78
Perubahan
79
Pindah
80
Akhir flashback
81
Aku merindukanmu
82
Pulang
83
Bertemu kembali
84
Warning!
85
Pernyataan
86
I love you too
87
Menginap
88
End
89
Promosi; Splash

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!