Fatimah Untuknya
Saat tangah malam. perempuan itu terbangun untuk menghadap sang pencipta. Ia bersiap begitu pagi di waktu semua orang terlelap.
Langit masih gelap dan tepat jam empat subuh ia keluar dari rumahnya untuk membuang sampah.
Brak!
Degh!
Ia menatap seorang dengan tubuh bersimbah darah dengan panik.
'Yaa Allah, gimana ini ... Aku harus menyelamatkannya, tapi di rumah cuma aku sendiri, kalau ternyata ia penjahat?'
Ia termenung cukup lama hingga ekspresi laki-laki tersebut terlihat kesakitan.
Aku seorang dokter bersumpah akan menyelamat nyawa siapapun tanpa memandang musuh, kawan, perempuan, laki-laki, kaya atau miskin. Sebagai seorang dokter yang wajib menyelamatkan umat manusia.
"Janji gak boleh dilanggar."
Tanpa berpikir lagi ia membawanya kedalam rumah.
'Berat!!!'
Ia menariknya dengan sekuat tenaganya kemudian membawanya ke sofa, lalu berjalan mengambil kotak P3K-nya.
Saat melihat darah yang terus mengalir, ia menelan ludahnya lalu membuka pakaiannya secara perlahan.
Degh.
''Luka tembak?! aku gak bisa membiarkannya terus disini.''
Ia beranjak mengambil HP-nya namun langkahnya terhenti melihat sebuah tangan sedang memegangnya dengan erat.
''Ja-ng-an!!''
''Tidak bisa!! kamu masih hidup saja sudah keajaiban. Aku ini hanya dokter biasa, tak bisa berbuat banyak. Aku masih belum bisa melihat pasienku mati sia-sia. Kamu harus ke rumah sakit!''
''T-i-dak! A-ku a-kan te-tap ma-ti!''
Degh!
Kini ia diberi pilihan sulit. Ia saat ini belum mampu mengobatinya dan laki-laki ini tampak berbahaya. Ia yang terluka didepan rumahnya saja sudah mencurigakan.
''B-e-ri ak-u pi-s-sa-u.''
Ia memberikannya, pisau kecil dari dalam kotak P3K.
Ia menatap laki-laki itu yang berusaha mengeluarkan pelurunya dengan semakin melebarkan lukanya.
''TIDAK BOLEH!!!''
perempuan itu menghentikannya lalu mengambil pisau itu kembali. Ia memakai sarung tangan nitrile lalu menuangkan alkohol kealat yang akan ia gunakan.
''Aku tidak punya pereda nyeri, kau bisa menahannya?''
Laki-laki itu mengangguk lalu menutup matanya menahan sakit.
'Untung luka tembaknya bukan di jantung, aku yang baru lulus ini tak akan bisa berbuat apa-apa.'
Perempuan itu mengeluarkan pelurunya dengan hati-hati lalu menghentikan pendarahannya dengan membalutnya.
Ekspresi laki-laki itu tak menampakkan kesakitan sama sekali, ia terlalu tenang untuk seorang yang diambang kematian.
''Aku tidak punya alat jahit ... Tapi setidaknya ini yang kubisa.''
Darahnya tetap mengalir membuatnya mengigit bibir bawahnya.
''Aku benar-benar pemula.''
Perempuan itu menunduk dalam-dalam merasa gagal.
''Am-bil ka-in t-tekan!!'' ia berucap pelan sambil menatap perempuan yang tampak menyerah dengan begitu cepat.
Ia melakukannya dengan cepat berusaha sekuat tenaga menahan pendarahannya.
''Berhasil!!''
Laki-laki itu tersenyum kecil melihat senyum perempuan yang telah berhasil menyelamatkannya.
......................
Fatimah terbangun saat alarm HP-nya berbunyi ia segera bangun melihat ke arah sofa di mana laki-laki itu ia letakkannya.
Namun ia tak melihat apapun seolah ia sedang bermimpi.
''Mimpi?''
Ia menggeleng lalu melihat kotak P3K-nya adalah saksi bahwa itu adalah kenyataan.
Fatimah bergegas bersiap kerumah sakit tempatnya bekerja sebelum ia semakin terlambat.
...
Ia berjalan setengah berlari di lorong rumah sakit. Hari ini ia punya janji temu dengan pasien kecilnya.
''Bu dokter!!!'' suara yang riang itu membuat Fatimah berjalan pelan menghampirinya.
''Aurell sudah menunggu lama?'' tanya Fatimah berjongkok di depannya.
''Tidak!'' ia menggeleng pelan lalu meraih tangan Fatimah.
Mereka berjalan beriringan masuk ke ruangan Fatimah.
''Aurell sudah sembuh!! Sudah bisa jalan dok! lompat-lompat juga bisa!'' ucapnya senang sambil berlari mengelilingi Fatimah.
Fatimah terkekeh lalu menangkup wajah Aurell. '' Baguslah, lain kali hati-hati kalau main sepeda ... jangan keseleo lagi kakinya.''
Aurell mengangguk lalu menarik Fatimah keluar ruangannya
''Bu dokter akan temani Aurell ke sekolah lagi, kan?''
Fatimah mengangguk dan mengantarnya dengan berjalan kaki.
''Pagi bu dokter,'' sapa temannya cengigiran melihat Fatimah menjadi ibu lagi untuk para anak kecil.
''Pagi juga Syal.''
Mereka berjalan dengan pelan lantaran sekolahnya tidak terlalu jauh. Aurell terlalu sering berkunjung ke rumah sakit dan ia paling suka dengan Fatimah. Orang tuanya yang sibuk menjadikan Fatimah adalah ibu kedua bagi aurell
''Aku udah sampai!'' Aurell berbalik menatap Fatimah lalu memajukan wajahnya.
Fatimah mensejajarkan posisinya lalu menerima kecupan dari Aurell.
''Dada Bu Dokter!'' Aurell melambaikan tangannya sambil berlari melewati pagar.
Fatimah melambaikan tangannya kemudian berbalik pergi saat Aurell telah masuk gedung sekolahnya.
Ia masih punya satu pasien yang ingin bertemu dengannya.
....
Suatu saat nanti, ku akan menemui dia...
Karena saat ini...
Ku tak akan mampu menemuinya...
Bagaimana bisa...
Diri ini! Jatuh cinta!
Tubuh lemah ini...
Ku tak mampu berdiri...
Kulit putih pucat tak-lah tampak indah dimataku...
Dinding putih, kaca indah...
Semuanya tak mampu membuatku bahagia.
Kuingin mengelilingi kota malam!
Dan mengatakan padanya...
Bahwa ku cinta ia!!!
Hugh, Hugh!!
Fatimah segera menghampirinya lalu memberinya segelas air putih.
Ia menatap dokter Fatimah lalu tersenyum masam.
''Bu dokter kenapa gak bilang dari tadi sudah datang?''
Fatimah tersenyum lalu mengatakan, ''Aku ingin mendengarmu menyanyi.''
'''Yana senang dokter menyukainya. Hari ini hari terakhirku disini ... Mama sama Papa akan membawaku keluar negeri. Jadi saya mau pamitan dulu sama bu Dokter.''
Fatimah memeluk Pasiennya yang telah berada disana selama dua tahun lebih.
''Dok ... Apa aku bisa sembuh. Aku ingin sekali hidup normal. Aku juga ingin bisa jalan-jalan dengannya. Andaikan aku bisa, aku ingin menjadi penyanyi,'' Yana memeluk Bu dokter dengan erat dan menangis tersedu-sedu.
''Yana ... Kamu tidak harus sempurna untuk mencintainya,'' ucap Fatimah pelan.
''Tapi aku adalah beban paling berat untuknya. Dia mengatakannya sendiri, karna aku ia kehilangan waktunya bermain hanya untuk menjadi teman bicaraku.''
Fatimah mengusap punggungnya pelan lalu menatap ke jendela. penyakit jantung bawaan dari lahir membuatnya hanya dapat hidup dengan bantuan alat sejak lahir.
...
''Kean lo gak apa?!!''
Kean berbalik menatap temannya.
''Gak! Gw bea aja,'' ucapnya santai tapi matanya terlihat menerawang jauh.
''lo kenapa bisa lolos?''
Plak!
jitakan mengenainya dari temannya yang datang lalu duduk disebelah Kean.
''Untung lo selamat dari mereka.''
Kean mengangguk, ia masih mengingat perempuan yang berusaha menyelamatkannya.
''Kamu ... Punya pacar yah?'' tebak temannya.
Kean menatap mereka malas lalu pergi.
Aku selamat karna beruntung atau hal lain? Kean berpikir keras malam itu ia berhasil kabur dari rencana kecelakaan beruntal, namun ia dikejar dan mendapatkan luka tembak. Saat melewati kawasan perumahaan ia bersembunyi dirumah paling ujung dan tanpa ia sadari ia berjalan kerumah paling belakang.
''Aku harus berterima kasih.''
Saat pertama kali pintu rumah itu terbuka ia terkejut dan melihat dengan samar seorang perempuan yang panik dengan sesuatu yang menutup kepalanya.
Saat tersadar kembali ia melihat perempuan itu akan menghubungi pihak rumah sakit. ia menahannya dan menatapnya dengan intens.
Perempuan dengan jilbab biru malam itu terlihat khawatir dengan pakaian yang benar-benar seadanya. Bahkan ia tidak percaya ia masih hidup berkatnya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
Fathurrahman
mampir kak ke punyaku
2023-12-31
3