Kean membuka tas berisi uang lalu menutupnya kembali.
''Berikan dia dulu,'' tunjuk Kean pada Fatimah.
Pria itu tersenyum sumringan lalu menunjuk ke arah Fatimah.
''Kau pikir ... Semudah itu? Setelah membuat perusahaanku hancur!''
''Perusahaan sampah memang seharusnya hancur kaela!''
''BERISIK! HABISI IA!''
Sepuluh orang berbadan kekar dan berbaju hitam menghadang Kean.
BUGH!
Dengan gesit Kean menendang dua penjaga didepannya. Lalu memukul lainnya dengan tasnya, menendangnya dari belakang.
BUGH.
Pukulan di teguk Kean membuat kepalanya berdenyut dengan pandangan berkunang-kunang.
BUGH.
Pria berbaju hitam menendang Kean hingga terjatuh. Mereka menginjak-injak Kean.
Tes.
Air mata Fatimah menetes melihatnya.
Melihat air mataku, kaela tersenyum penuh kemenangan. Ia berjalan mendekati Kean lalu tersenyum remeh.
Kean menangkap salah satu kaki mereka lalu menariknya hingga terjatuh. Ia meninju wajah meraka lalu menendangnya hingga terjungkal.
DOR.
DOR!
DOR!!
Tembakan terdengar dimana-mana bersamaan dengan asap putih menyebar mana-mana.
'Itu asap bius.'
Ctak.
Ikatan pada kaki dan tanganku lepas. Sebuah tangan menarikku, tapi tubuhku mati rasa hingga tidak bergerak sedikitpun.
Ku rasakan tangan kekar mengangkatku.
''Young pecah dua Tim!''
Suara Kean terdengar di telingaku. Sebuah mobil hitam adalah pandangan yang terakhir kali kulihat sebelum kesadaranku hilang.
Aku jadi mempertanyakan siapa Kean sebenarnya ... Apa ia yang kukenal baik itu ilusi? Setelah kupikir sejak pertemuan pertama saja sudah dapat membuat siapapun berpikir ia orang jahat. Apa selama ini aku salah menganggapnya baik, karena ia menyelamatkanku. Terlepas dari kenyataan ia sering terluka. Tak bolehkah aku menganggapnya baik.
Dhuk.
Mobil Kean tertabrak dari belakang. mereka berhasil mengejarnya
''SIAL!'' umpat Young.
Mataku terbuka dengan suara yang terdengar samar di telingaku. Belakang mobil beberapa kali tertabrak, membuatku tersadar akibat guncangannya. Sesuatu menyelimutiku, pandanganku beralih ke arah sana. Mataku menangkap Kean berusaha menghentikan darahku yang mengalir. Ia menyelimutiku dengan jasnya. Aku tak merasakan apapun, mungkin tubuhku dingin. Aku ingin memberitahunya bahwa ia tak perlu khawatir. Aku baik-baik saja, tapi bibirku mata rasa dan tak bisa ku gerakkan. Air mataku jatuh melihat keputus-asaan di matanya.
Tangannya meraih bros yang menusuk leherku. Ia menapik jilbabku lalu membenarkannya.
Melihat kondisiku yang mengganaskan, ia mengenggam tanganku lalu menatapnya yang mengeluarkan darah.
''Maaf, Fatimah. Ini salahku, maafkan aku.''
''KEAN TEMBAK MEREKA!!!''
DOR!
PRAK
Tembakan dari musuh memecahkan kaca belakang mobil.
''KEAN!!''
DOR!
Kean menarik pistolnya dengan cepat lalu menarik pelatuknya ke arah musuh. Satu tembakan menghentikan mobil musuh bergerak.
BUM!
ledakan besar dari mobil tersebut.
''MEMANG KEAN!!''
Pikiranku berkecamuk ... Aku takut kenyataan pahit akan ku telan setelah ini.
DOR.
BOUM!!
Tembakan tepat di ban mobil membuat mobil yang mereka tumpangi hilang kendali. Hingga melewati pembatas jalan, masuk kedalam hutan.
''KEAN!!''
Kean segera mengangkat tubuh Fatimah berlari keluar mobil.
Degh.
Young tertawa sinis setelah hutan yang menghampiri adalah jurang.
''Kalian tak bisa kemanapun.''
''Kata siapa?'' tantang Kean
Young menepuk bahu Kean dengan tatapan, Kean gila. Disana adalah jurang, sama saja mati.
''Dibawah sungai, kedalamannya cukup tidak membuat mati. Alirannya deras, tepi sungai adalah pemukiman nelayan. Pasti ada tempat yang bisa kita singgahi."
"Kau memang gila Kean," bisik Young.
"Sudah siap mati?" tanyanya.
''Kau saja yang mati Rahtow,'' ucap Young sinis.
''KAU!''
BYUR.
Pikiranku kosong, air masuk dalam tubuhku, seolah kegelapan laut menelanku. Kean mengenggam tanganku lalu menarikku berenang ketepian.
'Berat ... Aku tak bisa.'
Dhuk.
Sesuatu mendorongku hingga naik ke permukaan.
''Young!''
Young tersenyum penuh arti. Aliran sungai begitu deras hingga membawa ke tepian laut.
''Hugh!''
Kean menatapku khawatir yang tetap berekspresi datar, seperti tidak merasakan apapun.
''Fatimah?! Fatimah?!''
''Kean, kita harus segera bersembunyi hingga Tim dua datang.''
Kean tak lagi bertanya, ia mengikuti Young. Berlari dari hutan ke hutan hingga ke pemukiman desa.
''Tunggu sini.''
Young berjalan ke sebuah rumah, lalu bertanya pada seorang warga. Sedangkan Kean dan Fatimah bersembunyi.
Young berbalik lalu berjalan ke arah mereka, ekspresinya berubah-ubah melihat Kean memeluk Fatimah.
''Ada satu rumah warga yang kosong. Kita bisa tinggal disana sebentar ... Kalian sebagai suami-istri, aku sebagai adik. Istrimu sakit jadi tidak bisa lanjutkan perjalanan,'' tuturnya pelan.
...
''Sial! Jangan biarkan mereka lolos.''
Kaela memegang bahunya. Aliran darah membasahi jas hitamnya.
''Panggil dokter!! Kenapa lama sekali!!''
BRAK.
Bawahannya berlari dengan wajah lebam.
''Tuan!! didepan a-ada p-pasukan ILL!!!''
''APA!!!''
Kaela menelpon seseorang tapi tak ada sambungan.
''SIALAN!! KAPARAT!!''
BRAK!
ia menendang meja hingga hancur.
...
''Terima kasih ... ''
Young menatap Kean lalu berpaling menatap bulan. Mereka duduk di luar rumah, beralaskan rumput dengan api unggun didepannya.
''Jangan ucapkan terima kasih. Aku bukan rekanmu lagi,'' ucap Young tanpa melihat Kean.
Kean menarik napas dalam lalu menghembuskannya. Ia berdiri lalu mengambil kain yang ia basahi dengan air hangat.
''Akan tetapi ... Aku tetap sahabat,'' lanjut Young.
Kean menghela napas berat kemudian masuk kedalam rumah tanpa mengatakan apapun.
Suara dentingan kayu tua membangunkan Fatimah. Sesuatu yang hangat membasahi jidatnya. Perlahan pandangannya yang buram mulai terlihat jelas. Pandangan sendu itu ia tangkap sebelum Kean segera berpaling.
Obat biusku telah habis, rasa sakit menjalar di seluruh tubuhku. Panas tubuhku dengan dinginnya malam bersatu pada menyiksaku. Luka yang telah keirng terasa membengkak. Kupaksakan senyumku dengan bibir pucat yang mati rasa.
''K-ke-an ... A-aku b-aik-ba-baik s-a-ja.''
Kean segera berbalik matanya semakin memperlihatkan luka. Aku tak suka ekspresinya.
'Jangan melihatku seperti itu, hatiku ikut terluka dibanding sakit yang kuderita.'
''A-aku percaya.''
Tes.
Air mataku berlinang. Dia berbicara seperti membohongi dirinya, bahwa semua baik-baik saja.
''T-as-ku?'' tanyaku pelan. Disana ada obat-obatan yang bisa kuminum.
Kean keluar sebentar lalu mengambil tas putih yang terlihat berat karena basah. Ia meletakkannya di samping Fatimah.
Fatimah merongoh isi tasnya lalu mengambil beberapa obat. Kean segera mengambil segelas air lalu memberikannya pada Fatimah. Fatimah menelan obatnya lalu meneguk segelas air tersebut.
Pandanganku berkunang, aku mengantuk.
Thuk.
Kepala Fatimah jatuh secara perlahan, ia tertidur dengan pulas.
Wajahnya pucat, kulit putihnya kini penuh luka. Dan itu semua karenaku ... Apakah aku pantas bersanding dengannya. Meski sudah kukatakan pada diriku untuk menggapainya. Tapi apakah aku pantas? Diriku yang seperti ini. Dia terluka karenaku dan mungkin kedepannya semakin banyak luka yang ia terima karenaku.
Kean tertawa dengan pilu, ia melihat tangannya yang bersih tapi di matanya tangan itu penuh dengan darah.
''Aku pembunuh ... sedangkan kau penyelamat ... Bagaimana kita bisa bersatu.''
Kean menutup wajahnya lalu memandang ke arah pintu keluar. Ia harus segera keluar sebelum dunianya yang ia sayangi ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments