''Fatimah, wajahmu makin hari makin pucat aja. Kamu gak apa-apakan?'' tanya sahabatnya Niana.
Fatimah membuka handphone-nya melihat wajahnya.
''Gak apa-apa. Aku hanya kecapean.''
''Tumben? Kamu ngapain aja memang? Padahal pas lembur-lembur gak separah ini.''
''Mungkin ini juga efek pas lembur pekan lalu.''
Niana memincingkan matanya. Bukan cuma wajahnya yang pucat tapi semangatnya juga ikut menurun, seolah beban berat menimpanya.
''K-''
''Dokter Niana!! Ada pasien di UGD!! Anda harus segera pergi!!''
Niana segera bergegas pergi, ia sempat berbalik melihat sahabatnya.
Semoga Fatimah baik-baik saja. Kuharap ia akan cerita sedikit keluh kesahnya.
Fatimah berusaha fokus sepanjang hari tapi pikirannya selalu kemana-mana.
''Fatimah gak pulang?'' tanya Niana.
Fatimah yang berjalan dilorong menghentikan langkahnya. Wajahnya semakin pucat dengan rona hitam gelap dibawah matanya.
''Fat, kamu beneran gak apa-apa?'' Niana semakin prihatin melihatnya.
''Ah ... Sepanjang hari aku gak bisa fokus, jadi masih ada data-data pasienku yang harus ku urus.''
Niana menghela napas berat lalu mengangguk paham.
''Tapi kalau ada apa-apa jangan lupa hubungin, yah?''
Fatimah mengangguk lalu berjalan kembali keruangannya.
Niana adalah sahabat dari masa kuliahnya, bertemu di rumah sakit yang sama membuat persahabatan mereka semakin dekat. Tapi Fatimah perempuan yang terlalu mandiri, dia tidak pernah mau bergantung dengan siapapun termasuk dirinya.
Fatimah membereskan berkas pasiennya kemudian menyusunnya sesuai urutan abjad dan kunjungan.
Melihat jam yang menunjukkan larut malam membuat Fatimah berkeringat dingin.
Gak apa Fatimah, Allah akan selalu menyertai hambanya.
Fatimah bergegas pulang. Lorong rumah sakit yang sepi membuat jantungnya seperti roller coster.
Tak, tak, tak.
Mendengar langkah kaki dari belakang Fatimah berbalik.
Degh.
Melihat seorang berbaju hitam berjalan perlahan mendekatinya.
'Lari!'
Fatimah berlari sekuat tenaga berharap ada yang menolongnya.
'Ini rumah sakit!! Tapi kenapa tiada siapapun disini!!!'
Jangankan manusia, bahkan lampu rumah sakit padam dan hanya lampu lorong rumah sakit yang menyala dengan redup.
Tak.
Kaki Fatimah tergelincir hingga ia terjatuh.
'Yang melindungi segala makhluk, lindungi-'
Humph!
Mulut Fatimah disekap hingga kesadarannya hilang.
......................
Wajah Kean tampak sumringan dengan sebuah kertas yang selalu ia bolak-balikan berkali-kali.
Drab, drab!
Langkah cepat membuat konsentrasinya pecah hingga kekesalan terlihat di wajahnya.
''Young K-''
''Anda harus segera pergi!'' Young berucap dengan wajah pucat serta napas yang tersenggal-senggal.
''Hnm?''
Kean hanya menatap menunggu kelanjutannya.
''Di-dia diculik!''
''Ho-oh.''
Kean tampak tidak peduli, memang siapa yang diculik hingga ia harus pergi menyelamatkannya.
Melihat ketidak pekaan ketuanya itu Young mendekatinya lalu memperlihatkan foto fatimah yang disekap.
Degh!
''Kenapa gak bilang dari TADI!!!'' Kean menarik kerah baju Young dengan emosi.
'Tadikan sudah bilang!!!!' Ingin sekali ia berteriak seperti itu tapi ia tak akan berani.
Kean segera melepaskan genggamannya lalu pergi dengan cepat.
''Ketua akan pergi sendiri?'' tanya Young melihat Kean tidak memberi perintah apapun.
Kean menghentikan langkahnya lalu menatap tangan kanannya dengan tajam.
Glek.
Young menelan ludahnya berat. ''Kami akan segera mengirim pasukan.''
......................
Kean menatap gedung kosong yang telah rapuh. Ia berjalan perlahan sambil memperhatikan sekitar. Mungkin orang lain pikir ia terlalu santai, tapi jantungnya sebenarnya terasa mau copot setiap memikirkan perempuan yang telah menyelamatkannya tersiksa. Tapi, sebaga ketua mafia yang ditakuti ia tidak boleh memperlihatkan ketakutannya.
''Wahhhh!!! Siapa yang datang? Ternyata perempuan ini memang berharga.''
''DIAM!!''
''Ups, ketua yang paling ditakuti ternyata juga bisa marah? Seharusnya kau berpikir dengan baik sebelum bertindak.''
''Kau mau apa?''
''Pfftt!!! Kau bertanya?''
Kean menggempalkan tangannya, ia dipermainkan begitu mudah.
''Cinta, oh cinta.''
''Jangan berpikir sembarangan! Kamu pikir perempuan itu orang yang kucintai?'' Kean berucap sinis.
''Lalu? Kau sedang apa sekarang? Memang ada orang yang sepertimu mengintai penyelamatnya dan melindunginya? Ahhh juga mencari tahu masa lalunya? Benar-benar naif. Tapi aku harus berterima kasih bukan ... Karna itu kita ada disini sekarang.''
Kean merutuki dirinya yang bodoh tidak berpikir sampe sana.
Laki-laki itu mendekati Fatimah yang pingsan lalu mengarahkan pisau di wajahnya.
''VION!!!!''
''Wahhh segini saja sudah marah.''
Kean maju untuk menghajarnya.
''Halangi dia, buat ia berlutut. Kalau kau sampai kemari, perempuan ini akan kubunuh,'' Vion tertawa jahat melihat kemarahan yabg meluap dimata Kean.
''Sekalian buat ia rasakan apa yang telah ia perbuat dengan teman-teman kalian.''
......................
Saat Fatimah bersembunyi dibawah ranjang, para suruhan Vion menggeledah segalanya. Mereka tak menemukan apapun tapi terdapat handphone disamping ranjang. Mereka menjadi curiga kemudian berusaha mengangkat ranjang.
Bugh!
Seseorang memukul teguk salah satu diantara mereka hingga pingsan.
Kean menatap rumah Fatimah yang berantakan. Ia memberi isyarat pada Young untuk membereskan yang satunya.
Kean membawa banyak anak buahnya. Mata Kean tiba-tiba tertuju pada foto kecil dimeja samping ranjang. Foto Fatimah tersenyum dengan memegang bunga. Hatinya menghangat dan tanpa ia sadari Kean rela melindunginya dengan mengorbankan segalanya.
''Lipatkan penjagaan untuknya ... Tapi jangan biarkan ia sadar, dia bisa ketakutan.''
''Baik Tuan Kean!''
'Setidaknya aku bisa melindunginya.'
......................
''Aku masih ingat ketika mereka kembali dengan keadaan lebih baik mati dari pada menderita seumur hidup!!''
''Cih! Itu akibatnya!''
Anak buah Vion mendekati Kean, mereka tersenyum meremehkan. Tapi Kean tidak lemah ia tidak akan jadi terkuat kalau tidak bisa mengalahkan mereka.
''RASAKAN INI!!!''
Salah seorang mereka melayangkan tinjunya. Kean menghindar kesamping kemudian menahan tangannya lalu menggunakan sikunya menghantamnya.
''Akhhh!!''
Kean tersenyum sumringan melihat tangannya yang patah.
Anak buah Vion saling memandang kemudian mengangguk, mereka menyerang Kean secara bersamaan.
Kean membanting mereka ketanah satu persatu saling bertabrakan dan terjatuh. lantai digedung itu bergetar akibat hantaman Kean yang keras.
''AKHHH!!!''
Kean menginjak tangan dan kaki mereka, darah mengalir dari tumpukan bawahan Vion. Kean berdiri diatas mereka menunjukkan ia bisa menghabisi mereka dalam hitungan detik.
DOR!
Kean memiringkan kepalanya membuat peluru yang seharusnya mengenai kepalanya meleset.
Tes!
Darah mengalir dari pipi Kean. Peluru tersebut mengenai pipinya.
Kean tersenyum meremehkan melihat Vion menggunakan pistol.
Vion menggertakkan giginya lalu mengarahkan pistol pada kepala Fatimah.
''HENTIKAN!!''
Vion tersenyum puas melihat kemarahan Kean semakin memuncak.
''Berlutut! Dan bunuh dirimu.''
Kean diam cukup lama. Menahan amarah yang akan membuatnya melakukan kesalahan.
Kean maju satu langkah membuat Vion bersiap menarik pelatuk pistol.
''BERLUTUT!!''
Degh!
Kean tertawa masam, apalagi saat mata yang terlihat indah itu terbuka dengan ekspresi ketakutan.
''BERLUTUT KALAU KAU TAK INGIN DIA MATI!!!''
Kean menekuk satu lututnya membuat Vion tertawa puas.
Set.
Dengan cepat Kean menyelandung kaki Vion. Itu alasan ia maju satu langkah dan menekuk lutunya agar ia bisa sampai membuat Vion terjatuh.
Dor.
''Kyaaaaa!!!''
Vion menarik pelatuknya tapi tembakannya mengarah keatas. Fatimah yang mendengar suara tembakan berteriak.
Kean segera menarik Fatimah kebelakangnya lalu mengambil pistol Vion.
''Menyerahlah!''
Vion menggertakkan giginya. Padahal rencananya sudah sangat sempurna.
DOR, DOR, DOR.
Fatimah menutup telinganya ketakutan.
Kean berbalik ke belakang melihat Young datang dengan pasukannya.
Vion tidak tertembak tapi pelurunya menggores lengan juga wajahnya.
''K-''
Plak.
Fatimah melepaskan genggaman Kean lalu menuduk takut juga keraguan dimatanya.
''Gak boleh pegang-pegang!!!!''
Kean terkejut kemudian tertawa renyah.
''Iya, Saya gak akan pegang-pegang.''
Kean berjalan lebih dahulu. Fatimah segera mengikutinya, ia masih bingung juga takut dengan apa yang ia alami.
Fatimah menengok kebelakang sejenak. Melihat kesangaran anak buah Kean, Fatimah berjalan lebih dekat dengan Kean. Bagi Fatimah Kean lebih terlihat manusiawi dibanding mereka. Padahal ia yang paling kejam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments