"Maaf!" dengan cepat ia memundurkan tubuhnya sambil melepaskan pelukannya di perut Yuki.
Gadis itu membuang nafasnya kasar, pria ini benar-benar membuatnya menegang saja!
Ia memperbaiki posisinya sambil menoleh kearah Cakra.
"Aku yang tidak hati-hati," ucapnya tersenyum canggung, ia berusaha mencairkan suasana diantara mereka agar tidak terlalu tegang seperti itu.
Ia pun melanjutkan lajukan motornya, sesuai yang dijelaskan Cakra padanya ia pun membawa mereka ditempat yang dikatakan pria itu.
Memarkir motornya.
"Apartement?"
Mata gadis itu melotot saat ia menyadari di depannya berdiri tegak gedung Apartement pria itu.
"Ayo ikut aku,"tanpa memperdulikan pertanyaan Yuki, ia berjalan melewati gadis itu menuju lantai ke 5 yang dimana Apartement miliknya berada disana.
Gadis cantik itu terlihat bingung namun ia mengikuti langkah Cakra, ikut memasuki lift tanpa ada satu kata terucap diantara mereka.
"Kau tinggal disini?"
Yuki pun tidak bisa menahan rasa penasarannya, saat sampai di depan Apartement ia pun bertanya.
"Tidak, aku hanya sesekali datang kesini,"
Jawab pria itu memasuki Apartementnya. Sementara gadis itu masih saja setia mengekorinya sambil memandang sekeliling ruangan.
Terlihat besar dan rapi, perlengkapan di dalamnya sangat lengkap. Tapi jika di perhatikan memang benar jika Apartement ini tidak sering ditempati, di sofa terlihat berdebu ditambah lantainya yang tidak begitu mengkilap.
"Disana ada kotak obat, bisa kan kau mulai membersihkan luka ku? Ini udah sangat sakit!" pintanya kepada gadis itu, ia menunjuk kearah lemari yang ada di ruangan itu.
Yuki mengangguk mengerti sambil berjalan kearah yang ditunjukan padanya.
Ia mengambil kotak obat lalu membawanya kepada Cakra.
"Aku lepaskan dulu kain ini," ucapnya sangat hati-hati, ia meraih tangan pria itu sambil membuka kain penutup lukanya.
Dengan wajah menyedihkan, Cakra membiarkan gadis itu membersihkan lukanya sambil menahan rasa perihnya.
Wajah Yuki begitu menyedihkan ikut terbawa suasana melihat Cakra yang sedari tadi meringis kesakitan, ia jadi tidak tega.
"Aku membersihkannya dengan hati-hati maaf klo ini terasa sangat perih,"
Selesai membersihkan ia mengoles alkhol dan beberapa jenis obat-obat khusus untuk mengeringkan luka.
Pria itu mengangguk saja sambil menatap sendu kearah Yuki. Sakit dan perih, tapi ia mencoba menahan. Mengingat wajah cantik dan wajah imut Yuki rasa sakitnya akan cepat berlalu.
Kegiatan terakhirnya menutup luka itu dengan perban kain, kini tangannya sudah bersih dan sudah di obati. Mungkin awalnya akan sangat perih tapi seiring waktu perihnya akan hilang.
"Makasih, ternyata kau sangat ahli," ucapnya sambil tersenyum, ia menatap tangannya benar-benar sudah di perban sebaik mungkin.
Yuki tersenyum dan mengangguk, tak lupa ia merapikan kembali kotak obat itu dan mengembalikannya ditempat semula.
"Tugasku udah selesai, sekarang aku boleh pamit pulang?"
Ia melirik jam di pergelangannya, tidak terasa sudah hampir jam 22:00 malam.
Pria itu berdiri dari duduknya sambil memandangi wajah Yuki.
"Aku lapar dan ingin makan, apa kau boleh memasaknya untukku?"
Bukannya mengizinkan gadis itu pergi, ia malah meminta yang lain lagi.
Gadis itu mendengus kesal, sikap pria itu sudah keterlaluan. Tanggung jawabnya saja sudah cukup dengan mengobati luka nya tapi tidak dengan yang lain.
"Jangan banyak permintaan, aku hanya bertanggung jawab dengan luka mu bukan dengan isi perutmu!"
Ia menolak mentah-mentah permintaan pria itu, tidak mungkin Yuki berada terus disana untuk melayaninya ia juga harus pulang.
Dan lagi, sikap jutek gadis itu kembali seperti semula. Cakra kira dengan keadaan seperti itu Yuki akan luluh tapi faktanya tidak.
"Yang luka itu tangan ku, jadi bisa kau simpulkan jika aku tidak bisa membuat makanan sendiri untukku!" pria itu tak kalah ngomong ia juga memperdebatkan agar gadis itu nurut padanya.
Yuki memutar bola matanya malas juga memasang muka juteknya. Alasan apa lagi yang harus ia katakan.
"Gak mau peduli lagi, bisa gak sih jangan manja!" bentaknya menggretakan giginya kesal.
Pria itu senyum kembali merebahkan tubuhnya disofa.
"Klo gitu, kau tidak boleh pergi!"
Ia mengambil remote disana lalu mengunci otomatis pintu Apartementnya.
Mata Yuki melotot, ia takut jika pria itu ternyata mesum bisa-bisa ke-pe-ra-wa-nanya malam ini tidak akan selamat.
"Berani kasar padaku, batang milikmu akan ku potong," gertak Yuki memberanikan diri didepan pria itu.
Mendengar itu, Cakra tertawa serta membayangkan jika batangnya terpotong. Seketika ia merinding dan geli.
"Haha, emang kau berani memegangnya?"
Nah pria itu malah terus memancing Yuki, ia suka jika gadis ini terus digodain.
Mendengar itu lagi ia malah salah tingkah dan terlihat gelisah.
"Ii-iyah kenapa tidak,!" suara nya terbata-bata tanpa menyadari apa yang ia ucapkan.
"Benarkah, klo begitu ayo pegang lah,"
Pria itu semakin gemes mendengar omongannya, ia pun menyembunyikan tawanya.
Wajah Yuki merah padam karena malu, ia baru menyadari ia ngomong apa, pikirannya sudah mulai kemana-mana.
"Berani tidak, ayo pegang lah," pancingnya lagi saat ia tau gadis itu terdiam.
Malu benar si gadis itu, ia sampai kehabisan kata-kata untuk berdebat. Selain diam ia tidak tau harus berbuat apa lagi.
Pria tampan itu melangkah kearah Yuki yang berdiri mematung disana. Tatapan menggoda mengarah kewajah Yuki.
Sementara gadis itu merasa deg-degan melihat Cakra yang perlahan berjalan kearahnya.
"Ka-kau mau ngapain?" ucapnya terbata-bata memundurkan langkahnya kebelakang.
Ia tak menjawab, senyum nakalnya terpancar dibibirnya. Langkah-demi langkah sehingga jarak diantara keduanya hanya sejengkal.
Mata coklatnya menatap penuh gairah dibibir Yuki, tanpa dia sadari aksi gadis itu diluar pikirannya.
Ia malah menutup matanya dengan tubuh tegang dan sedikit membusungkan dadanya.
Sukses, pria itu membuat Yuki tak berkutik. Dengan jahil ia tersenyum menjentikan jarinya dikening gadis itu.
Plak!
Seketika Yuki kaget membuka matanya lebar-lebar.
"Ahhg,!"
Ia menjerit sambil memegangi keningnya. Matanya menatap lekat wajah pria itu. Sangat tampan dan menawan baru kali ini Yuki memperhatikannya di jarak yang dekat. "Kau mau di kiss, hem?" pancingnya menatap bibir Yuki dari jarak dekat.
Mata nya kembali melototin si pria itu. Sambil mendorong dada agar Cakra menjauh sedikit kebelakang.
Pria itu pun nurut, ia mundur selangkah dengan senyum yang masih setia dibibirnya.
"Biarkan aku pulang, aku takut di khawatirkan dirumah," suara nya sangat kecil persis sedang berbisik ia pun menunjukan raut wajah murung agar dikasihani.
"Boleh, tapi ada syaratnya,"
Yuki mengerutkan dahinya bingung, apa lagi yang diminta pria itu, kok banyak kali permintaan?
"Katakan!" jawab Yuki dengan tegas, ia tidak boleh lemah di depan pria itu. Sikap berani dan sok galak mungkin dia akan disegani.
...****************...
BERSAMBUNG...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments