Part 20

Moses baru menyadari yang menerkamnya itu Renata, setelah mendengar suara marah gadis itu. Sebelumnya Moses mengira dia Deasy, karena sebelumnya mereka berdua yang ada di perpustakaan itu.

"Sudah gila ya kamu, Ta? Apa yang kamu lakukan hah? Minggir!" Moses mendorong tubuh Renata hingga terguling dari atas tubuhnya.

Sambil menggerutu, Moses membenahi kancing bajunya yang sudah dibuka Renata. Pemuda itu tak menyadari, Renata sedang meringis kesakitan di lantai sambil memegangi perutnya.

"Moses, tolong!" desis Renata menahan sakit.

"Gak usah drama deh! Salah sendiri kamu kurang ajar sama aku. Kamu kira aku cowok apaan?" gerutu Moses tanpa menoleh.

"Tolong, Ses! Perutku sakit banget," rintih Renata yang membuat Moses terpaksa menoleh.

"Heh? Perutmu kenapa kok gede gitu? Kembung?" tanya Moses heran.

"Becandamu gak lucu sama sekali! Cepat bantu aku bangun!"

Moses menepis rasa herannya, kemudian membantu Renata bangun. Moses membawa Renata duduk di sofa yang tadi dipakainya untuk tidur.

"Pelan-pelan, Ses! Perutku sakit banget. Tolong ambilkan aku minum air putih hangat!" pinta Renata.

Tanpa mengucap sepatah kata pun, Moses membaringkan Renata di sofa, kemudian bergegas ke dapur untuk mengambil air putih hangat sesuai permintaan gadis itu.

"Bi, itu si Renata ada di perpus. Dia minta air putih hangat, ambilin dong! Terus, kayak e dia kembung, Bibik urus deh!" titah Moses pada Bik Sari.

"Kembung? Kembung gimana maksud Den Moses?" tanya Bik Sari heran.

"Lha perutnya gede, apa namanya kalau bukan kembung?"

"Den Moses pernah lihat orang hamil kan? Orang hamil itu perutnya gede, Den." Bi Sari menahan tawa.

"Renata hamil? Sama siapa, Bi?"

"Ya mana Bibi tau, Den. Sama Den Moses kali," kata Bi Sari nyengir.

"Ngawur! Aku ini masih perjaka ting-ting, Bi. Belum pernah begitu-begituan. Sana deh, Bibi urus aja tuh perempuan! Aku mau lanjut tidur aja."

Moses berbalik menuju kamarnya, tapi saat hampir sampai pintu dia berbalik. "Lho? Si Deasy kemana, Bi?"

"Non Deasy sudah pulang dari tadi, Den. Tadinya mau pamit, tapi karena Den Moses tidurnya nyenyak banget dia nitip pamit ke Bibi," kata Bi Sari berbohong.

Bi Sari menyukai Deasy. Karena itu dia ingin memberi kesan yang baik pada Moses. Bi Sari tak ingin Moses menilai Deasy tak sopan karena pulang tanpa pamit.

"Naik apa dia, Bi? Seharusnya gapapa bangunkan aku buat antar pulang. Aku yang ajak dia ke sini, jadi aku juga yang tanggung jawab antar dia pulang."

Bi Sari tersenyum. Perempuan setengah baya itu senang Moses perhatian pada Deasy. Menurut Bi Sari, Moses lebih cocok dengan Deasy daripada dengan Renata.

"Ya udah, Bi, urus tuh Renata ya! Kalau dia minta apa gitu turuti saja selagi Bibi bisa!"

"Siap, Bos."

Moses menggeleng, kemudian melanjutkan langkahnya ke kamar. Pemuda itu enggan bertemu Renata, sehingga mencari alasan untuk menghindar. Moses merasa muak melihat Renata dengan perut buncitnya, entah karena apa.

Bi Sari menuang air hangat dari termos ke dalam gelas, lalu membawanya ke perpustakaan. Renata merasa senang, karena mengira Moses yang datang.

"Sayang, perutku sudah gak sakit lagi. Jadi kita bisa...." Renata tak melanjutkan ucapannya ketika melihat Bi Sari yang datang.

"Moses mana, Bi?" tanya Renata ketus.

"Den Moses lagi gak enak badan, Non. Jadi dia minta Bibi yang keroki Non Renata. Kata Den Moses, Non Renata perutnya kembung." Bi Sari melirik perut Renata yang buncit.

"Kembung? Dia bilang perutku kembung? Kurang ajar benar tuh orang. Aku ini lagi bunting, Bi. Bunting anak Moses," jerit Renata marah.

"Hah? Yang benar, Non? Tadi Den Moses bilang, dia--"

"Dia kenapa, Bi?" potong Renata makin emosi.

"Dia bilang kalau belum pernah begitu-begituan, dia masih perjaka ting-ting," jawab Bi Sari takut-takut.

Renata mengepalkan tangannya. Gadis itu benar-benar marah. Bisa-bisanya Moses mengaku masih perjaka, setelah membuatnya berbadan dua.

"Sekarang Moses di mana?"

"Di-di kamarnya, Non."

Bergegas Renata keluar dari perpustakaan. Saat bersentuhan dengan Bi Sari, Renata sengaja menyenggol bahunya keras, hingga gelas yang dipegang Bik Sari jatuh dan pecah. Bi Sari menarik napas, kemudian menatap geram punggung Renata yang mulai menjauh.

"Wong wedok kok ora nduwe unggah-ungguh. Pantesan wae Den Moses wegah ngerabi. (Wanita kok tidak punya sopan santun. Pantas saja Den Moses tak mau menikahi)," dengkus Bi Sari kesal.

Bi Sari mulai membersihkan gelas yang pecah sembari mengomel. Rasa kesal pada Renata membuat Bi Sari kurang hati-hati hingga tangannya terluka oleh pecahan gelas.

"Aduh! Dasar wanita pembawa sial. Semoga dia celaka!" umpat Bi Sari.

Moses yang tadi sudah tidur di perpustakaan, sekarang jadi tak lagi mengantuk. Pemuda itu menghidupkan laptop dan mulai bekerja, memeriksa beberapa berkas kantor. Tiba-tiba Renata masuk tanpa mengetuk pintu lebih dulu.

Renata memeluk Moses dengan napas memburu. Agaknya efek ramuan yang diberikan Bi Minah belum pudar, Renata masih ingin memuaskan diri bersama Moses.

"Aku kangen banget sama kamu. Kenapa kamu gak pernah datang ke villa lagi? Apa kamu gak kangen sama aku?" bisik Renata di telinga Moses.

"Villa? Apa maksudmu dengan datang ke villa?" Moses melepaskan diri dan memandang Renata penuh tanya.

"Jangan pura-pura, Sayang! Bukankah kamu yang suruh aku tinggal di sana sampai anak kita lahir?"

"Jangan gila ya, Ta! Apa maksud kamu, hah?" Moses kembali tersulut emosi.

Renata mengerutkan kening heran. Raut wajah Moses menunjukkan pemuda itu tak tahu apa yang dia maksud. Padahal jelas-jelas Moses yang menyuruhnya tinggal di villa sampai anaknya lahir. Selain itu, Moses juga yang menjamin biaya hidupnya.

"Kamu gak sedang amnesia kan, Ses? Gak sedang pura-pura pikun juga, kan?" tanya Renata sinis.

"Aku benar-benar gak ngerti apa yang kamu maksud, Tha. Apa kamu beneran hamil dan ingin menjebakku?" tanya Moses sinis.

"Moses! Aku bukan cewek rendahan ya, jaga mulutmu! Jangan asal jeplak kalau ngomong!" Renata tersulut emosi. Gadis itu merasa direndahkan.

"Kamu merendahkan diri sendiri, Renata. Kamu pikir aku gak tau maksudmu datang ke sini? Dasar cewek gatal."

Renata hendak menampar Moses, tapi pemuda itu menangkap pergelangan tangannya. Renata meronta minta dilepaskan, tapi Moses makin kuat memegang tangannya.

"Lepas, Moses! Sakit!"

"Jangan sekali-kali kamu menyentuh aku dengan tanganmu, najis! Sekarang juga, pergi dari rumahku! Kita putus!"

"Pu-putus? Lalu gimana nasib anak ini? Ini anakmu, Ses, anakmu!" teriak Renata emosi.

"Dengar ya, aku tak merasa pernah menyentuhmu. Jadi, aku yakin anak haram itu bukan anakku. Jangan mimpi aku mau mengakuinya!"

"Ini bener-bener anakmu, Ses!"

"Buktikan! Test DNA, baru aku percaya," kata Moses sambil mendorong tubuh Renata keluar dari kamarnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!