Part 10

"Den! Kok malah melamun di situ sih? Nanti kesambet lho." Bi Sari menghampiri dan menepuk bahu majikannya.

"Haduh! Bibi ini ngagetin aja sih. Siapa juga yang melamun. Aku cuma lagi teringat Mama kalau melihat kebun lily ini," elak Moses sambil mengusap sudut matanya yang tiba-tiba berair.

Mama Moses meninggal karena kecelakaan, itu berita yang diterima pemuda itu. Waktu itu Moses sedang ikut tour ke Pulau Dewata untuk merayakan kelulusan dari Sekolah Menengah Atas. Meskipun langsung terbang kembali ke kota asal, jenasah Mama sudah dimakamkan.

Moses muda sempat protes pada sang Papa karena tidak menunggunya kembali. Namun Papa hanya diam membisu, tidak menjawab sepatah kata pun. Menurut orang-orang, Papa terlalu shock dengan kepergian Mama, wanita yang paling dicintainya.

Sejak hari itu, Moses melihat Papa berubah. Papa menjadi lebih sering diam dengan tatapan kosong. Moses muda terpaksa mengambil alih kepemimpinan perusahaan sambil kuliah, karena kondisi Papa yang tak lagi memungkinkan menjalankan perusahaan.

"Den! Apa tuh namanya kalau bukan melamun?" Bi Sari lagi-lagi membuat Moses kembali ke dunia nyata dengan tepukan tangannya.

"Sepertinya Bibi niat banget bikin aku mati, deh. Dari tadi ngagetin mulu," gerutu Moses.

"Berarti bener, Den Moses memang lagi melamun. Bibi ngomong pelan saja sudah kaget, hehehe. Yuk masuk ke rumah, Den! Ini sudah surup, waktunya para demit keluar dari sarang. Nanti Den Moses beneran kesambet kalau masih berdiri di sini." Bi Sari berjalan terlebih dulu masuk ke rumah.

Moses memandang ke sekeliling kebun lily sekali lagi. Pemikiran janggal akan kebun itu masih memenuhi benaknya. Namun Moses memilih mengikuti saran Bi Sari untuk masuk ke dalam rumah.

Sementara itu di villa milik Moses, Renata mondar-mandir dengan gelisah di kamar yang ditempatinya. Cewek itu sedang memikirkan keluarganya. Pastilah sekarang ini orang tuanya sedang mencari keberadaan dirinya yang tiba-tiba menghilang dari kosan.

Ingin rasanya Renata berlari pulang saat ini, kemudian bersimpuh di hadapan kedua orang tuanya, terutama sang Mama. Renata ingin memohon ampun karena telah membuat mereka kecewa.

Bi Minah mengetuk pintu kamar yang ditempati Renata perlahan, tapi sudah membuat gadis itu terkejut.

"Ada apa sih, Bi? Bikin kaget saja," gerutu Renata setelah membuka pintu.

"Bibi mau nawarin makan, Non. Ini kan sudah waktunya makan malam. Wanita hamil itu jangan sampai telat makan, kasihan bayi yang ada di dalam sana."

Bi Minah berkata dengan sabar dan penuh kelembutan, tetapi Renata malah bersikap ketus padanya.

"Kayak Bibi pernah hamil aja. Bibi kan mandul, mana paham masalah orang hamil."

Bi Minah hanya bisa mengelus dada, kesabarannya memang benar-benar sedang diuji. Kalau saja bayi di rahim Renata tidak akan dia adopsi, Bi Minah tak akan sudi bersikap ramah pada gadis itu.

"Jadi? Non Rena gak mau makan malam? Ya sudah kalau gitu, biar Bibi makan berdua sama Pak Giman."

Bi Minah hendak berbalik dari pintu kamar Renata, tapi gadis itu sudah melesat lebih dulu mendahului Bi Minah ke meja makan. Rupanya benar yang dikatakan wanita paruh baya tadi, bayi di perutnya sudah harus dapat asupan nutrisi, kalau tidak dituruti Renata takut bayi itu memakan ususnya. Lebay.

"Loh? Kok Pak Giman udah makan duluan?" teriak Renata yang melihat Pak Giman sudah makan lebih dulu.

"Habis Non Renata lama, Pak Giman kan udah lapar banget. Daripada pingsan mending makan duluan," jawab Pak Giman sambil mematahkan tulang sayap ayam di tangannya.

"Dasar pembantu gak punya sopan santun," gerutu Renata.

Pak Giman memilih pura-pura tak mendengar gumaman Renata, dan terus menikmati ayam goreng favoritnya. Istri Pak Giman, Bi Minah, memang jago masak. Itu salah satu hal yang membuat dulu Pak Giman naksir berat. Wanita yang jago masak, sekarang sudah hampir punah.

"Bu, tolong bikinin Bapak kopi dong! Bapak mau begadang," kata Pak Giman pada istrinya.

"Sebentar ya, Ibu ladeni Non Renata dulu," jawab istrinya.

Pak Giman hanya mengangguk sambil melanjutkan makannya. Renata menjadi marah mendengar Pak Giman memerintah seperti seorang bos besar, padahal dia cuma pembantu dan tukang kebun di villa ini.

"Tahu diri dong, Pak! Meski pun Bi Minah ini istrinya Bapak, kalau nyuruh dia ya lihat sikon! Masa masih ladeni juragan, kok main suruh seenak udel," kata Renata sewot.

"Bapak gak nyuruh kok, Non. Kan Bapak minta tolong. Lagi pula, Bapak gak keberatan kalau istri Bapak layani Non Renata dulu," kata Pak Giman santai.

"Dasar pembantu jaman sekarang, gak tau adat. Bisa-bisanya Moses punya pembantu kayak kalian gini. Kalau aku yang jadi majikan kalian, udah ku pecat."

Pak Giman menatap tajam ke arah Renata, yang dibalas gadis itu dengan tatapan serupa. Untuk beberapa saat, keduanya saling tatap dengan wajah kesal. Bi Minah yang melihat hal itu, berlalu ke dapur untuk mengambil air minum.

Bi Minah membuat kopi untuk Pak Giman, dan jeruk hangat untuk Renata, sesuai permintaan gadis itu. Namun, Bi Minah mencampurkan sesuatu ke dalam minuman Renata.

"Lama banget sih, Bi? Ambil minum doang. Sampai keselek nih aku makan gak ada minum," protes Renata.

"Maaf, Non! Bibi bikin kopi sekalian buat Pak Giman, jadinya agak lama karena masak air dulu. Bibi pikir, di sini kan sudah ada air putih kalau Non Renata mau minum." Bik Minah berusaha menjelaskan, meskipun merasa sangat dongkol.

"Kalau bisa minum air putih tanpa mual, aku gak bakal nyuruh Bibi bikin jeruk hangat," ucap Renata ketus.

Bi Minah meletakkan jeruk hangat dan kopi di meja tanpa berkata sepatah pun. Meladeni Renata malah akan membuatnya makin emosi, karena itu dia memilih mengabaikan gadis itu. Bi Minah mengambil piring, mengisinya dengan nasi dan lauk, lalu memakannya dengan lahap.

Setelah selesai makan malam, Renata kembali ke kamarnya tanpa pamit pada kedua suami istri itu. Gadis itu masih merasa kesal pada keduanya.

"Cantik, tapi gak punya ahklak!" gerutu Bi Minah setelah Renata pergi.

"Perlu dikasih pelajaran tuh perempuan, Bu," timpal Pak Giman.

"Nah, tugas Bapak kasih pelajaran ke perempuan itu. Buat dia kapok, Pak!"

"Ibu sudah, ...?"

"Sudah, Pak. Tunggu saja di sini, pasti sebentar lagi tuh perempuan akan nyariin Bapak. Den Moses sudah bilang gak bakal ke sini malam ini, jadi rejekinya Bapak tuh."

Pak Giman menyeringai senang. Terbayang di depan matanya, rejeki nomplok yang sebentar lagi akan dia dapatkan dan nikmati. Bi Minah ikut tersenyum senang.

"Tapi kamu gapapa kan, Bu?"

"Gapapa kok, Pak. Ibu malah senang. Ibu tidur dulu ya, Pak. Jangan ribut!" Bi Minah membawa semua piring kotor ke dapur.

Terpopuler

Comments

FiaNasa

FiaNasa

aduh...suami istri pada stres ngawur nih,,bisa2 nya sang istri ngasih kesempatan gituan m suaminya,,yaelah...ancur.....ancur...

2024-01-18

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!