Part 4

Akhirnya Moses memutuskan untuk masuk ke rumahnya sendirian. Toh ini rumahnya sendiri tamu yang tak diundang yang seharusnya takut, bukan dirinya.

Ruang tamu gelap. Moses memutuskan menyalakan lampu. Mungkin para penjahat yang ingin menjarah rumahnya akan memilih kabur kalau tahu ada orang datang.

Sebenarnya Moses merasa takut andai benar ada orang yang menyatroni rumahnya. Dia lebih memilih hartanya dibawa kabur oleh orang jahat, daripada harus melawan mereka sendirian. Moses bukan seekor kucing yang katanya punya sembilan nyawa. Nyawa Moses hanya satu dan harus dijaga dengan baik.

Sepi, tidak ada suara yang mencurigakan sama sekali. Tempat yang dituju Moses setelah itu adalah kamarnya. Di ujung tangga ada saklar untuk lampu koridor atas. Seketika ruangan jadi terang benderang ketika Moses menekannya.

"Hmm, tidak ada yang mencurigakan," gumam Moses sambil memandang sekeliling.

Benar-benar tidak ada tanda rumah Moses pernah dimasuki orang tak dikenal karena letak barang-barang tetap seperti semula, tak ada yang bergeser sedikitpun.

Setelah membuka pintu kamarnya berlahan, Moses melangkah masuk dan mengedarkan pandangan. Sama seperti di lantai bawah, tidak ada tanda-tanda orang lain masuk ke tempat itu.

"Aman," gumam Moses.

Pemuda itu baru saja memeriksa lemari besi dan mendapati lemari itu masih terkunci. Setelah dibuka, isinya juga masih utuh.

Rasa parno Moses sudah hilang, pemuda itu menghela napas lega. Tak ada orang yang memasuki rumahnya. Berarti memang dia yang tadi lupa mengunci pintu.

Sambil berlari kecil Moses kembali turun ke bawah dan mengunci pintu gerbang juga pintu depan. Kemudian Moses hendak kembali ke atas lagi, ke kamarnya.

Ketika melewati kamar tamu, Moses melihat pintunya sedikit terbuka. Rasa curiga ada orang di kamar membuat Moses berhenti sejenak dan mengintip ke dalam. Aneh, lampu di kamar itu ternyata menyala. Tadi sewaktu masuk, Moses tidak memperhatikan sehingga tidak sadar kalau lampu di kamar itu ternyata menyala.

Tidak ada siapa-siapa di dalam kamar, tetapi ada sesuatu yang tampak mencurigakan. Ada dompet wanita berwarna biru laut tergeletak di atas nakas. Dompet milik Renata, kekasihnya. Moses sangat hafal, karena dompet itu hadiah darinya saat aniversary pertama pacaran.

"Kapan ya si Rena ke sini, kok dompetnya ketinggalan di kamar ini? Perasaan, sejak Bik Sari pamit pulang ke kampungnya di Cilacap, dia belum ke sini sama sekali."

Moses meraih dompet itu, dan memeriksa isinya. Tampaknya tak ada yang hilang dari dompet itu. Uang dan beberapa kartu masih ada di dalamnya.

"Itu bocah kenapa jadi teledor gini ya? Kalau dompetnya di sini dan ketinggalan seminggu yang lalu, lha dia di kos makan pakai apa? Dia juga gak nanya ke aku, aneh sekali."

Moses mencoba menghubungi nomor ponsel Renata, dan cowok itu terlonjak kaget karena ponsel yang dihubungi ada di tempat itu juga di atas ranjang tapi tertutup oleh bantal.

"Lah? Ini kok malah makin aneh? Kok ponsel si Renata ada di sini? Biasanya tuh Bocah kan gak bisa lepas dari ponsel. Benda itu udah seperti oksigen buat Renata," gumam Moses heran.

Moses mengurungkan niat untuk kembali ke kamarnya, malah merebahkan diri di ranjang kamar tamu. Ponsel Renata yang ada di tangannya, menjadi fokusnya saat ini. Moses mencoba membuka kunci layar ponsel itu. Berhasil. Sandinya masih sama, tanggal jadian mereka. 1105.

"Sejak kapan si Rena menghapus riwayat chat? Biasanya dia kan gak pernah end chat dengan siapapun. Kok Bocah itu berubah jadi aneh gini ya? Perlu nih di selidiki."

Moses meletakkan ponsel Renata di sebelah dompet gadis itu, dan berniat mengembalikan ke pemiliknya besok pagi. Hari ini entah kenapa terasa begitu melelahkan bagi Moses. Sampai tadi dia mendapati diri tertidur di mobil yang terparkir di dekat SMA Harapan Kasih, alumninya dulu.

"Akhir-akhir ini kok aku sering banget ketiduran ya? Masa sih aku udah tua? Belum juga tiga puluh tahun, tapi kok udah ngantukan. Hadeh." Moses menguap, dan tak lama kemudian dia tertidur.

Di sebuah villa, seorang gadis tampak mulai terbangun dari tidur pulasnya. Setelah menggeliat sejenak, sang Gadis mulai membuka matanya.

"Lho? Kok aku udah sampai di sini aja sih? Perasaan tadi aku tidurnya di rumah Moses deh, kok jadi nyampai ke villa ya? Apa Moses yang bawa aku ke sini?" gumam gadis itu.

Kembali Gadis itu mengeliat dan merenggangkan otot-ototnya. Rasa pegal dan kaku di hampir seluruh tubuh, mulai berkurang, tapi dia masih enggan beranjak dari ranjang.

"Apa yang tadi itu mimpi ya? Tapi kok terasa nyata banget, kalau cuma sekedar mimpi. Badanku aja jadi pegel-pegel gini, berarti yang tadi bukan mimpi deh kayaknya. Tapi ... si Moses tangguh banget berarti, aku sampai kewalahan tadi itu, hihihi."

Meski masih ragu antara memang beneran nyata atau hanya sekedar mimpi, yang jelas gadis itu merasa sangat berbahagia, sampai ia teringat tujuannya tadi siang pergi ke rumah Moses.

"Astaga! Kok aku jadi pikun kayak gini sih? Kan tujuan aku ke rumah Moses itu untuk kasih tau dia, kalau aku ini positif hamil anaknya, kok malah ini main enak-enak lagi sih," keluh gadis itu.

"Dan sekarang, aku ditinggal di sini nih? Kok gak ada suara si Moses? Coba deh aku cek."

Gadis itu segera beranjak dari tempat tidur, dan bergegas keluar dari kamar, untuk mencari sang empunya villa merangkap kekasihnya, Moses.

Seluruh penjuru villa sepi, lampu juga sudah dimatikan. Maklum, ini memang jam dua dini hari. Merasa pasti kalau memang dirinya ditinggal di villa ini, membuat gadis itu merasa kecewa.

"Sialan banget tuh si Moses! Masa aku ditinggal di sini sendiri sih? Mana lapar lagi. Sedari siang memang aku belum makan. Ke dapur ah, siapa tau ada mie instant."

Setelah mencari di lemari dapur, gadis itu menemukan sebungkus mie instant rasa soto. Meski bukan rasa favorit, terpaksa gadis itu menyalakan kompor untuk memasaknya, daripada kelaparan, pikirnya.

Sengaja memasak airnya agak banyak, karena gadis itu ingin membuat teh manis juga. Suasana di villa yang berada di lereng gunung ini memang dingin, apalagi dini hari, pasti sangat afdol untuk minum teh hangat dan makan mie kuah rasa soto.

Setelah menyeduh teh terlebih dahulu, gadis itu segera membuka bungkus mie instant. Masih aman saat memasukkan kepingan mie ke dalam panci. Tapi saat bumbu mie digunting dan aroma khas bumbu soto menguar tiba-tiba rasa mual membuat gadis itu segera mematikan kompor dan berlari ke kamar mandi.

"Hoek, hoek, hoek."

Tidak ada yang keluar, karena memang perutnya gak ada isi. Setelah berkumur, gadis itu berniat melanjutkan memasak mie. Tapi ... di depan kompor sudah berdiri seseorang.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!