Part 13

Moses terbangun dari mimpinya dengan keringat membasahi wajah dan tubuhnya. Pemuda itu juga gemetar ketakutan karena mimpinya yang buruk.

"Ini cuma mimpi, kan? Gak beneran terjadi, kan? Gak mungkin! Mama bukan orang yang seperti itu."

Moses meremas rambut karena frustasi. Mimpi itu menurutnya adalah mimpi paling buruk yang pernah dia alami. Mamanya, wanita paling sempurna yang pernah dia kenal, ternyata...

Bergegas Moses turun dari tempat tidurnya, kemudian berlari ke belakang, ke kamar Bi Sari. Tangan Moses sudah hampir mengetuk pintu kamar asisten rumah tangganya itu, ketika dia mengurungkan niatnya.

Moses berjalan gontai ke arah meja makan, menuang segelas air putih, meneguknya, kemudian duduk di kursi makan untuk merenung.

"Masa sih mamaku kayak gitu? Gak mungkin ahh!" Kembali Moses menjambak rambutnya karena gusar.

"Kalau benar Mama seperti itu, berarti aku...."

Moses tak berani melanjutkan ucapannya. Apa yang sedang dia pikirkan saat ini, terlalu seram untuk menjadi kenyataan. Kembali pemuda itu terdiam, tengelam dalam pemikirannya yang campur aduk.

"Den? Ngapain di situ? Den Moses lapar?" Bi Sari yang keluar kamar hendak ke kamar mandi, terkejut melihat majikannya duduk merenung di meja makan.

"Ah enggak kok, Bi. Tadi aku cuma haus, terus ambil minum." Moses menunjukkan gelas kosong yang masih dia genggam.

"Bukankah di kamar Den Moses sudah Bibi sediain air minum? Apa sudah habis?" tanya Bi Sari heran.

"Sudah, Bi. Eh masih ada, cuma aku aja yang pengen ambil air minum di sini," jawab Moses sambil nyengir.

Bi Sari hanya menggeleng maklum, lalu melanjutkan niatnya semula ke kamar mandi. Setelah selesai dan hendak balik ke kamar, Bi Sari masih melihat Moses duduk melamun. Bi Sari menghampiri majikannya itu.

"Ada apa, Den? Boleh loh Den Moses berbagi cerita ke Bibi. Jelek-jelek gini kan Bibi pendengar yang baik. Kali aja setelah curhat, Den Moses jadi gak galau lagi." Bi Sari mengambil tempat duduk di depan Moses.

"Dih! Bi Sari sok gaul banget. Siapa yang ngajari? Tau galau segala, hahaha."

"Diajari Non Renata, Den. Emang siapa lagi yang ngajari Bibi bahasa gaul kalau bukan dia. Udah, Den Moses cerita aja! Kali aja Bibi bisa bantu."

"Aku tadi abis mimpi ketemu Mama, Bi. Dalam mimpiku itu, Mama lagi hamil gede. Tapi, kok Mama gak kayak tinggal di rumah ini ya, Bi? Dalam mimpiku, Mama tinggal di villa."

"Setahu Bibi, memang dulu waktu hamil Nyonya tinggal di villa, Den. Tuan dan Nyonya baru pindah ke sini setelah Den Moses lahir. Habis melahirkan di rumah sakit, terus pulang ke sini."

"Kok Bibi tahu?" tanya Moses heran.

"Ya tahu, Den. Bi Minah yang bawa Bibi ke sini. Katanya setelah melahirkan, nyonyanya mau pindah rumah, makanya nyari pembantu baru. Jadi Bibi duluan tinggal di sini untuk bersih-bersih."

"Lha Bi Minah?"

"Bi Minah kan di villa, Den. Kalau Bi Minah pindah ke sini, nanti villa kosong dong. Lagian kan Bi Minah gak punya pengalaman merawat bayi. Dia belum pernah punya anak. Kalau Bibi kan udah punya anak, dua malah."

"Jadi itu alasannya ya, Bi?"

"Iya, Den."

"Berarti Bibi kenal mama dan papaku, setelah aku lahir kan, Bi?" tanya Moses.

"Bisa dibilang begitu, Den. Sebelum Nyonya dan Tuan pindah ke sini, Bibi belum pernah ketemu mereka. Bibi cuma berhubungan dengan Bi Minah. Setelah sebulan di sini, barulah Bibi ketemu orang tua Den Moses."

Moses mengangguk-angguk tanda mengerti. Tapi masih ada satu hal yang membuatnya penasaran, dan Moses ingin mendapatkan jawaban dari Bi Sari.

"Memangnya, di antara Bi Minah dan Pak Giman, siapa yang mandul, Bi?"

Bi Sari menatap Moses sambil mengerutkan kening. Pertanyaan Moses membuatnya heran. Kenapa Moses mempertanyakan siapa yang mandul antara Bi Minah dan Pak Giman.

"Bibi tahu, kan?" Moses mengulang pertanyaan karena tak sabar.

"Bibi kurang tahu, Den. Kami ini kan orang kampung. Di sana tak lazim ada yang periksa ke dokter seperti di sini. Kalau orang menikah sudah lama dan belum punya anak juga, pasti yang dibilang mandul yang perempuan, Den." Bi Sari menghela napas setelah menjawab pertanyaan Moses.

"Kalau menurut Bibi, siapa yang mandul?"

"Entahlah, Den. Bibi gak bisa menduga. Bi Minah dan Pak Giman itu terlahir di keluarga besar. Mustahil rasanya mereka itu mandul, secara orang tua keduanya punya banyak anak."

Moses hanya manggut-manggut mendengar jawaban Bi Sari. Keluarga Pak Giman berbanding terbalik dengan keluarganya. Papa dan mama Moses sama-sama anak tunggal. Lebih mungkin mereka berdua yang mandul ketimbang Bi Minah dan Pak Giman.

"Mereka berdua itu jarang ribut ya, Bi?" tanya Moses.

"Setahu Bibi sih gak pernah, Den. Tapi ya gak tahu juga. Orang berumah tangga itu gak mungkin rukun terus, sekali dua kali pasti pernah ribut, cuma ada yang pandai nutupi, ada yang enggak."

"Iya, Bi, bener banget itu. Ya udah, Bi, Bibi lanjut aja tidur lagi! Masih malam lho ini. Maaf, kalau gara-gara aku tidur Bi Sari jadi terganggu!"

"Santai aja, Den! Bentar lagi juga subuh, Bibi udah biasa bangun jam segini terus beres-beres. Den Moses aja yang tidur lagi! Biar di kantor nanti gak ngantuk."

"Iya, Bi. Ngantuk banget aku sebenarnya, cuma tadi kebangun karena mimpi buruk dan haus," kata Moses seraya mengguap.

Moses beranjak dari meja makan, menaruh gelas ke tempat cuci piring, kemudian baru kembali ke kamarnya. Saat melewati kamar tamu, Moses melihat pintunya sedikit terbuka.

"Hem, siapa yang buka pintu ya? Apa Renata?"

Moses beranjak menuju kamar tamu. Biasanya tempat itu digunakan Renata kalau menginap. Tak jarang, tanpa setahu Moses, Renata sudah tidur di situ. Kali ini juga, Moses mengira Renata ada di dalam sana.

Tak ada seseorang pun di kamar itu, tapi kamar terlihat berantakan. Sprei, bantal dan guling tak tertata rapi seperti biasanya. Tempat itu seperti habis ditiduri.

"Siapa yang tidur di sini, ya? Masa sih Renata? Tapi kok aku gak pernah ketemu dia? Terakhir itu kan kata mamanya, dia gak pulang ke kos."

Moses menggaruk kepala yang tidak gatal, sambil terus meneliti kamar tamu itu dengan pandangan.

Moses hendak kembali ke dapur untuk bertanya pada Bi Sari, apa dia melihat Renata datang ke tempat ini selagi dia tidur. Tiba-tiba ada sebuah tangan yang menepuk bahunya dari belakang dan membuat Moses melonjak kaget. Merasa kesal, Moses menoleh ke belakang untuk mengomeli orang yang membuatnya terkejut.

Namun Moses mengurungkan niat setelah tahu siapa yang menepuk bahunya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!