Part 2

Hari sudah gelap hampir masuk waktu untuk umat Islam menjalankan ibadah Salat Magrib. Seorang gadis dengan seragam putih abu-abu tampak duduk di sebuah halte yang berada di depan sebuah SMA. Gadis itu tampak sibuk memainkan ponselnya.

Halte itu sepi di saat malam sebentar lagi turun seperti sekarang ini, berbeda dengan siang hari. Tempat itu pasti dibanjiri oleh pasukan putih abu-abu.

Saat ini musim hujan wajar jika gerimis tipis yang turun sedari siang membuat suasana di halte itu kian mencekam dan sepi. Gadis itu merapatkan jaket untuk mengusir hawa dingin yang terasa menusuk kulit.

Deasy Wulandari, nama yang tertulis pada badge yang menempel di seragamnya. Deasy masih saja asyik duduk di halte sambil memainkan ponsel. Gadis itu tidak sedang menunggu busway tapi hanya menghabiskan waktu di tempat itu.

Menjadi putri tunggal seorang pengusaha terkenal dan Mama yang seorang wanita karir, membuat Deasy sering kesepian di rumah. Itulah kenapa dia memilih menghabiskan waktunya di sekolah. Seperti sore ini, Deasy sengaja pulang dari sekolah ketika senja mulai menjelang dan tak ada satupun murid pun yang masih tinggal di sekolah.

Alih-alih memesan taksi atau ojek online agar segera sampai di rumah, Deasy malah memilih duduk di halte sambil memainkan ponsel, atau melihat orang yang biasa berlalu-lalang di tempat itu. Mengamati tingkah polah orang-orang kadang memang membawa keasyikan tersendiri.

Namun sial bagi Deasy, suasana gerimis dan menjelang malam, membuat orang enggan keluar dari rumah mereka kalau tidak terpaksa. Hal ini membuat suasana di sekitar halte, menjadi sepi dan mencekam.

Tiba-tiba muncul beberapa pemuda dengan pakaian ala-ala anak punk, berlari kecil membelah gerimis dan berteduh di halte itu.

Deasy mulai merasa tidak nyaman dan merasa terganggu, ketika mata-mata mereka mengawasinya dengan pandangan yang menakutkan.

"Sendirian saja, Neng? Lagi nunggu jemputan atau nunggu taksi nih? Mau gak kalau kami temani?" sapa salah satu dari mereka, para preman yang berpakaian ala anak punk.

Desi memilih diam dan menggeser duduknya agar menjauh dari mereka, sambil pura-pura serius menatap ponselnya.

"Kalau ada orang nanya itu dijawab dong, Neng! Jangan diam saja, itu gak sopan namanya," tegur pemuda yang tadi bertanya.

"Yaelah, Bro! Tuh si Eneng pasti takut lihat penampilan kamu, makanya gak mau jawab. Kan dandanan kamu itu seram, pocong aja kalah seram dengan dandananmu, hahaha," ledek temannya.

"Siapa bilang dandanan kayak gini seram? ini yang lagi ngetren lho, Bro. Kamu itu ketinggalan zaman deh, gak tau trend jaman now. Kalau tak percaya, kamu tanya aja pada si Eneng! Iya kan neng?" pemuda itu membela diri.

Deasy tetap diam, bungkam, tak berani menatap pada mereka. Deasy pura-pura memainkan ponsel sambil menunduk dan tidak mendengar ucapan mereka.

Seorang dari mereka berjalan mendekat dan duduk di sebelah Deasy, membuat Gadis itu bergeser semakin minggir, dan berusaha melebarkan jarak dengan preman itu.

Tapi apa daya, dia sudah ada di ujung bangku.

"Udah, Neng! Nanti jatuh loh, kalau minggir-minggir terus. Abang ini bukan orang jahat kok, Abang cuma mau ngobrol aja sama Eneng. Jangan takut ya, Cantik!" kata pemuda yang duduk di sebelah Deasy.

Masih memilih untuk diam, Gadis itu mulai gemetar ketakutan, ingin lari dari tempat itu tetapi kaki terasa seperti agar-agat, terlalu lentur untuk digerakkan.

"Oh, nama Eneng, Deasy Wulandari toh? Namanya cantik, sama kayak orangnya," kata pemuda itu setelah membaca badge nama di baju seragam Deasy.

Deasy menarik retsleting jaketnya sampai ke leher, hingga badge nama tadi tertutup oleh jaket. Menyesal sekali rasanya, para preman tadi sampai bisa membaca badge itu dan mengetahui namanya.

Para preman yang lain mulai berkerumun di sekitar Deasy, membuat Gadis itu semakin gemetar dan pucat karena ketakutan. Bahkan ada seorang preman yang sudah berani mencolek lengan Deasy, dan segera diusap oleh pemiliknya dengan kasar.

"Ayolah, Cantik! Ngomong dong! Masak dari tadi diem aja, bisu ya?" kata seorang preman kesal.

"Weish, jangan gitu dong, Bro! Lihat nih, si Eneng kan jadi ketakutan. Dia itu bukan bisu, tapi males ngomong sama kamu, kamu kan gak pernah sikat gigi, hahaha."

"Lho kok bisa males ngomong sama aku sih, Bro? Aku ini kan cakep, cakep banget malah, kayak oppa-oppa Korea lo. Lihat nih rambut ku aja ala-ala si Oppa loh!" kata preman itu sambil mengibaskan rambutnya yang gimbal.

"Iya sih, ku akuin wajahmu itu memang cakep rambut kamu juga bagus kayak Oppa Korea, tapi Oppa Korea yang habis nyemplung di selokan, hahaha," ledek temannya.

"Iri bilang, Bos! Hahahaha."

Bukannya marah, preman yang tadi diledek oleh teman-temannya malah ikut tertawa. Deasy yang ketakutan tak tahu harus berbuat apa, ingin lari tetapi tak kuasa, kakinya benar-benar terlalu lemas untuk digerakkan.

"Ayo dong, Cantik, ngomong! Masa sih dari tadi diem aja, gak bosan apa?" kata seorang preman kali ini sambil mencolek dagu Deasy.

Tentu saja Deasy merasa semakin ketakutan. Untuk lari tidak lah mungkin, para preman itu sudah mengelilinginya seperti pagar betis.

"Neng! Eneng udah punya pacar belum sih? Kalau belum Abang mau dong jadi pacar Eneng. Gini-gini Abang ini dulu mantan cover boy loh." Seorang preman malah mendekatkan wajahnya ke arah Deasy, dan membuat gadis itu ingin sekali menangis.

"Modelan gini kok cover boy. Cover boy apaan, Bro? Cover boy majalah Flora dan Fauna, hahaha."

Para preman itu saling ledek dan tertawa-tawa. Sementara gadis yang mereka godain, gemetar ketakutan dan nyaris kencing di celana.

"Woiiii! Apa yang kalian lakukan pada cewekku? Pergi atau kupanggil polisi, nih?"

Seorang pemuda bermobil sport warna hitam, berhenti di halte dan meneriaki para preman yang sedang menganggu Deasy. Para preman itu segera mengambil jarak dengan Deasy, tapi masih tetap mengelilingi gadis itu.

"Itu pacar kamu, Neng? Kalau modelan gitu, Abang nyerah dah, kalah saing, hahahaha." Preman yang tadi menawarkan diri untuk menjadi pacar Deasy, merasa kalah bersaing dengan pemuda di mobil.

Deasy tetap diam. Dia tak mengenal pemuda itu. Melihat wajahnya juga baru sekarang ini, itupun tidak terlalu jelas. Selain gelap, sang Pemuda cuma menurunkan separuh kaca mobilnya.

"Sayang! Ayo masuk! Ngapain masih bengong di situ? Yuk, cepetan masuk! Nanti masuk angin loh."

Pemuda itu membuka pintu mobilnya untuk Deasy, agar cewek itu bisa masuk. Deasy bimbang, antara menuruti ajakan pemuda yang tidak dia kenal, atau tetap di sini dan diganggu para preman.

Akhirnya Deasy berlari dan masuk ke dalam mobil sport warna hitam itu, meski tak tau siapa pemiliknya. Belum tentu juga pemuda itu seorang yang baik, bisa jadi dia juga orang yang bermaksud jahat.

Ah, apa yang terjadi, terjadilah! Yang penting, aman dulu dari para preman. Toh pemuda itu hanya seorang diri, sedang kan para preman lebih dari enam orang. Melawan seorang pemuda, jauh lebih mudah dari melawan segerombolan preman, batin Deasy.

Terpopuler

Comments

Irene Puspitasari

Irene Puspitasari

yuk komentar @Maesaro_Ardi 😝

2023-12-21

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!