Part 16

"Kamu kenapa, Des?" tanya Moses khawatir.

"Iii-ini rumah Abang?" Deasy malah balik bertanya.

"Iya ini rumah Abang. Emangnya kenapa dengan rumah Abang? Kok kamu jadi kayak orang ketakutan gitu?"

"Ru-rumah Abang serem. Kayak rumah di film-film horor. Deasy jadi ngeri."

"Heleh, cemen banget sih kamu, begini doang udah takut. Yuk, kita turun!"

"Deasy nunggu di mobil aja deh, Bang. Kalau masuk ke dalam sana takut gak bisa keluar."

"Iya gak bisa keluar, karena kamu bakal Abang kurung di dalam sana, huahaahaha." Moses pura-pura menyeringai jahat untuk membuat Deasy ketakutan.

Tak disangka, Deasy malah pingsan karena menyangka Moses beneran seorang psikopat. Moses yang tadinya cuma ingin bercanda menjadi panik melihat Deasy terkulai lemas.

"Loh? Malah pingsan beneran nih anak. Des! Bangun, Des! Abang tadi cuma becanda loh. Masa sih wajah seganteng Abang ini seorang psikopat? Kan gak mungkin tuh." Moses terus menepuk-nepuk pipi Deasy agar cewek itu terbangun, tapi usahanya sia-sia, Deasy tetap menutup mata.

Moses berlari masuk ke dalam rumah dengan panik untuk mencari Bi Sari. Wanita paruh baya itu sedang memasak di dapur.

"Bi, bantuin dong! Ada yang pingsan di mobilku."

"Lho? Siapa yang pingsan, Den?" tanya Bi Sari heran.

"Ada teman cewekku, dia pingsan di mobilku."

"Non Renata?"

"Bukan, Bi, bukan. Ayok deh, Bibik jangan banyak nanya kayak Dora gitu! Cepetan ke mobilku!"

Moses berlari kembali ke mobilnya, diikuti Bi Sari yang masih membawa centong sayur. Setelah sadar akan bawaannya, Bi Sari terkikik geli dan menaruhnya di meja ruang tamu. Terbawa Moses yang panik, Bi Sari jadi ikut bertingkah konyol.

Sampai di mobil, kembali Moses menepuk-nepuk pipi Deasy. Berharap agar gadis itu segera sadar dari pingsannya, tapi Deasy tetap bergeming.

"Lho? Siapa gadis ini, Den? Pacar baru? Nanti Bibi laporin ke Non Renata loh," tanya Bi Sari setelah melihat Deasy.

"Pacar baru gimana? Baru kenal juga sama dia kok. Lagian dia juga masih SMA, mana mau dia sama om-om kayak aku ini, Bi. Gimana nih bangunin dia? Diapain biar bangun?" tanya Moses.

"Bentar, Den, Bibi ambilkan minyak kayu putih dulu ya. Apa dia dibawa masuk saja, Den? Daripada di mobil kayak gini?" tanya Bi Sari.

Moses berpikir sejenak, memang benar usul Bi Sari, lebih baik Deasy dibawa masuk ke kamar saja. Kamar tamu yang biasa ditempati Renata.

"Ya udah kalau gitu, Bi. Yuk kita angkat ke kamar tamu aja!" kata Moses.

Bi Sari membantu Moses mengangkat tubuh Deasy. Meskipun banyak pertanyaan di kepala wanita paruh baya itu, tetapi Bi Sari menahan untuk bertanya.

Sampai di kamar, Bi Sari membaukan minyak kayu putih di hidung Deasy, tak lama gadis itu mulai siuman dari pingsannya.

"Aaaaaa, tolong ada pembunuh! Tolong!" jerit Deasy ketakutan.

"Hus! Apaan sih, Des? Abang tadi cuma bercanda loh, kok bisa kamu malah pingsan. Lemah ah, cuma gitu doang udah KO, hahaha." Moses meledek Deasy.

"Ya-yang bener? Bang Moses beneran bukan pembunuh kan?" tanya Deasy masih ketakutan.

"Ngawur kamu, Des. Masa Abang ganteng kayak gini kamu bilang pembunuh. Tadi Abang cuma bercanda kok. Memang rumah Abang ini rumah tua, jadinya kelihatan serem. Tapi beneran, Abang ini orang baik." Moses menahan tawa melihat Deasy ketakutan dengan candaannya tadi.

Deasy menghela napas lega, apalagi setelah melihat ada Bik Sari di ruangan itu. Perempuan paruh baya itu tampak tersenyum.

"Memang Den Moses ini kalau bercanda suka keterlaluan, Non. Bibi aja kadang suka kesel sama dia," kata Bik Sari sambil tersenyum.

"Ini Bi Sari, Des. Dia satu-satunya teman Abang di rumah ini. Gak bisa keluar karena Abang kurung, hahaha."

Deasy tampak cemberut mendengar candaan Moses. Gadis itu merasa malu, karena tadi terlalu ketakutan pada Moses sampai jatuh pingsan. Moses tertawa melihat raut wajah Deasy yang menurutnya lucu.

"Kita jadi gak nih, jalan-jalannya, Des?" tanya Moses.

"Gak deh, Bang. Abang serem, jadi Deasy ogah jalan-jalan sama Abang, takut beneran diculik. Deasy mau pulang aja deh!" kata Deasy yang masih kesal.

Moses dan Bi Sari tertawa melihat Deasy ngambek. Wajahnya memang sangat lucu, dua pipinya mengembung seperti ikan buntal, bibirnya maju beberapa senti seperti ikan cucut.

Tiba-tiba Moses teringat Renata, pacarnya itu jadi terasa menyebalkan karena kalau ngambek tak seperti Deasy. Renata yang manis jadi berubah kasar dan bicaranya pedas, membuat Moses suka illfeel padanya.

"Eh, Non Deasy sudah makan apa belum? Tadi Bibi masak soto ayam kesukaan Den Moses loh." Bi Sari berusaha mencairkan suasana.

"Soto ayam? Kok Bibi gak bilang? Kan itu makanan favorit aku, Bi. Mau aku pecat?" canda Moses.

"Jangan, Den! Nanti anak-anak Bibi gak bisa sekolah kalau Bibi dipecat. Apa Den Moses gak kasihan?" tanya Bi Sari memelas.

Moses tertawa melihat wajah Bi Sari yang khawatir. Bekerja di rumah Moses memang mata pencaharian yang dia andalkan untuk kelangsungan hidup kedua anaknya.

"Becanda kok, Bi. Bibi kan tau, aku ini berhati mellow kayak hello kitty, mana tega aku berbuat jahat sama Bibi dan anak-anak, hahaha. Yuk, Des, kita makan. Soto ayam masakan Bi Sari ini rasanya mantul banget loh!" ajak Moses.

"Wah, beneran? Deasy juga soto ayam. Sayangnya Mbak Winda pembokat di rumah Deasy gak bisa masak. Masakannya selalu saja keasinan, mungkin kebelet kawin. Deasy lebih sering minta makan mamanya Thalita, masakannya top markotop deh," kata Deasy berpromosi.

Moses dan Bi Sari hanya tertawa. Moses membantu Deasy bangun dari tempat tidur, dan merapikan rambut gadis itu dengan jari tangannya. Ada yang berdesir hebat di dada Deasy, desir aneh yang membuatnya bahagia. Wajah gadis itu jadi bersemu merah seperti kepiting rebus.

Bik Sari menyadari perubahan di raut wajah Deasy, tapi tidak dengan Moses. Pemuda itu memang tidak pekaan, tapi kadang jadi menyebalkan.

"Bibi siapin meja makan dulu ya, Den, Non. Tadi belum siap waktu Den Moses teriak-teriak panik karena Non Deasy pingsan," pamit Bi Sari.

Bi Sari keluar kamar sambil mengedipkan sebelah mata pada Moses, sebagai kode bahwa dia sengaja memberi kesempatan pada majikannya berduaan dengan gadis yang baru dibawanya ke rumah.

Moses yang tak peka malah melotot ke arah Bi Sari, menyangka asisten rumah tangganya itu sedang menggoda dirinya. Bi Sari ingin tertawa, tapi ditahan.

"Bang, Abang cuma tinggal berdua dengan Bi Sari di sini?" tanya Deasy.

"Iya, memangnya kenapa, Des?"

"Entahlah, Bang. Deasy hanya merasa aneh dengan rumah ini," kata Deasy sambil meraba tengkuknya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!