Part 3

"Maaf ya, tadi Abang ngaku jadi pacar kamu! Abis Abang binggung gimana caranya bantuin kamu dari gangguan para anak punk itu."

"Lha? Kok jadi Abang malah minta maaf? Kan harusnya aku malah berterima kasih sudah di tolong sama, Bang...?"

"Kenal kan nama Abang, Moses. Kamu pasti lebih muda kan? Karena masih pakai seragam SMA."

"Eh, makasih ya Bang Moses, Abang sudah tolongin Deasy. Jujur saja tadi itu serem banget, Deasy sampai hampir pipis di celana. Mau lari juga gak bisa, kaki rasanya lemes banget kayak terbuat dari agar-agar," curhat Deasy.

Moses tertawa mendengar celotehan gadis di sebelahnya. Pasti gadis ini tadi sangat ketakutan hingga tak sadar merepet karena merasa lega sudah lepas dari gangguan para preman.

"Abang cuma kebetulan lewat terus lihat kamu digangguin ya masa gak Abang bantuin? Oh iya, ini kamu Abang antar kemana?"

"Rumah Deasy di jalan Ijen, Bang. Nomor 112."

"Oke, kebetulan searah dengan rumah Abang. Rumah Abang di jalan Baronang."

Deasy mengangguk. Dari tempat ini ke jalan Baronang, memang melewati jalan Ijen. Malah lewat di jalan depan rumah Deasy. Suatu keberuntungan buat Deasy, bertemu dengan Moses malam ini. Kalau tidak, entah bagaimana nasib Deasy. Gadis itu tak mau membayangkan, karena membuatnya merasa ngeri.

"Ngomong-ngomong, kenapa kamu baru pulang jam segini? Masa sih anak SMA ada lembur, hahahaha?"

"Aaa ... anu, Bang, tadi ada kegiatan OSIS," jawab Deasy gagap.

"Lain kali, kalau pulang larut gini jangan diam di halte itu lagi! Mending kamu nunggu taksi atau ojol di depan sekolah saja! Abang sering liat preman-preman tadi ganggu orang di halte itu, terutama cewek dan sendirian. Makanya tadi Abang langsung berhenti, waktu melihat mereka bergerombol, pasti mereka sedang menganggu orang, dan ternyata bener."

"Iii ... iya, Bang. Lain kali Deasy akan mengikuti saran Abang. Eh, itu rumah Deasy, yang pagar kuning nanas, jalan Ijen nomor 112," kata Deasy.

Moses menghentikan mobilnya di jalan depan rumah Deasy. Rumah itu besar, berlantai dua. Termasuk kategori rumah mewah, karena orang tua Deasy memang pengusaha yang tergolong sukses. Tapi, rumah itu kelihatan sepi dan muram, hingga tak heran Gadis itu memilih menghabiskan waktu di sekolah.

"Singgah dulu, Bang!" tawar Deasy.

"Kapan-kapan saja, Abang capek banget sekarang, pengen cepat pulang dan istirahat. Kalau kapan-kapan Abang main kemari, boleh kan?"

"Tentu boleh, Bang. Deasy senang kalau ada teman yang main, jadi gak kesepian. Maklum, Deasy kan anak tunggal, jadi gak punya teman main kalau di rumah. Terima kasih ya, Bang Moses sudah nolongin Deasy."

"Makasih mulu, gak bosan apa? Sekali lagi ngomong gitu, dapat gelas cantik deh, hihihi."

Deasy ikut tertawa. Meski baru kenal beberapa menit yang lalu, mereka berdua sudah merasa akrab, malah sudah seperti teman lama. Deasy yang biasanya pendiam, berubah jadi bawel saat bertemu Moses.

Entah kenapa, ada rasa enggan pada Deasy untuk turun dari mobil Moses. Gadis itu merasa nyaman, dan ingin bersama dengan kenalan barunya itu lebih lama. Tapi, adat Timur tidak membenarkan seorang wanita bertindak agresif.

Sampai Deasy turun dan menutup pintu mobil, Moses tidak bertanya tentang Deasy lebih lanjut, tanya nomer HP misalnya. Hal itu yang sebenarnya membuat Deasy enggan untuk turun. Tapi ... untuk bertanya nomer telepon Moses terlebih dulu, Deasy merasa sungkan.

Mobil Moses sudah menghilang dari pandangan, tapi Deasy masih belum beranjak dari pinggir jalan. Gadis itu merasa ada yang masih tertinggal di sana, di mobil sport warna hitam itu. Hati. Hati Deasy yang tertinggal di sana.

Dengan langkah gontai, Deasy akhirnya beranjak masuk ke dalam rumahnya. Rumah yang selalu saja terasa sepi, karena memang selalu ditinggal oleh para penghuninya.

Mbak Winda, asisten rumah tangga di rumah Deasy, baru membuka pintu setelah Deasy menekan bel secara brutal berkali-kali. Entah apa yang dia lakukan di dalam sana. Paling asik telponan dengan Kang Dika, tukang kebon rumah sebelah, hingga tak mendengar bunyi bel yang ditekan Deasy.

"Lama bener sih, Mbak, buka pintunya? Masa gak dengar suara bel? Padahal sampai keriting jariku nekan tuh bel," omel Deasy.

"Ya maaf, Non! Saya lagi nonton tivi di belakang, biasalah nonton sinetron, jadi gak dengar suara bel." Winda beralasan.

Deasy yang sudah tau kebiasaan pembantunya itu, hanya mendengkus kesal dan masuk ke dalam rumah. Deasy langsung naik ke lantai atas, ke kamarnya, tanpa menghiraukan sang Pembantu yang sibuk menggerutu di belakangnya.

Deasy memang tidak pernah suka dengan pembantunya itu, karena Winda yang sering bersikap kurang ajar. Bahkan Deasy curiga Winda juga suka mencuri di rumahnya, tapi sayang, Deasy belum menemukan bukti, masih tahap curiga saja.

Setelah seharian di sekolah dan juga diganggu para preman, Deasy baru merasakan tubuhnya lelah luar biasa. Tanpa menganti seragam sekolahnya, Deasy merebahkan diri ke ranjangnya yang nyaman. Pikiran Gadis itu masih belum lepas dari Moses, pemuda yang menolongnya tadi.

"Duh, kenapa sih aku tadi gak nekad aja minta nomor teleponnya? Kalau kayak gini kan yang susah aku sendiri. Gimana caranya coba, kalau mau menghubungi dia?" Deasy menggerutu, menyesali sikapnya yang sok jaim, jaga imej.

"Tapi kok aku heran, bisa tepat waktu gitu dia nolongin aku. Apa benar ya, dia cuma kebetulan lewat? Apa dia sengaja menguntit saat aku keluar dari gerbang sekolah, trus bayar para preman itu buat ganggu aku, lalu dia pura-pura nolong gitu.

Di cerita sinetron kan banyak kejadian kayak gitu, hehehe. Hadeh, parah. Kok aku malah melantur sih? hahaha."

Berbagai pikiran yang bersliweran di kepala, membuat Deasy kelelahan, dan akhirnya jatuh tertidur.

Sementara itu, Moses sampai di rumahnya, rumah kuno bergaya Belanda, yang dia tempati hanya berdua Bik Sari, asisten rumah tangga. Sudah seminggu ini Bik Sari pamit pulang kampung, karena ibunya yang sudah tua jatuh sakit. Berarti Moses hanya tinggal sendirian saja di rumah, dan menjadi sangat wajar, ketika dia sampai rumahnya dalam keadaan gelap gulita.

"Duh, rumahku jadi persis rumah hantu di film-film horor kalau kayak gini. Harusnya memang aku pasang lampu yang otomatis nyala sendiri kalo hari sudah gelap, biar rumahku gak serem kayak gini," gumam Moses.

Pemuda itu memarkirkan mobilnya di garasi, kemudian hendak masuk ke dalam rumah melalui pintu depan. Saat Moses hendak memasukkan anak kunci, secara tak sengaja dia memutar handle pintu, dan terbuka.

"Lho? Kok gak terkunci ya? Masa sih aku tadi pagi lupa mengunci pintu? Celaka, kalau ada maling masuk, gimana nih?"

Moses merasa bimbang, antara masuk ke dalam rumah, atau mencari orang yang akan menemaninya masuk.

Terpopuler

Comments

Ekayadi

Ekayadi

berarti yg d rmh td siapa donk

2024-03-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!