Part 12

Moses yang sudah menunggu Renata di atas ranjang, terkekeh pelan melihat wajah gadis itu yang pias. Pemuda itu lalu turun dan berjalan menghampiri Renata.

"Kamu kenapa? Kok pucat kayak gitu? Aku ini kekasihmu loh, bukan hantu," bisik Moses di telinga Renata.

"Ak-aku cuma kaget. Kamu tiba-tiba aja udah di sini, padahal tadi kutelpon kamu gak angkat." Renata mencoba beralasan.

"Aku gak angkat karena sedang otewe ke sini. Kata orang kan gak boleh nyetir sambil telponan, bahaya." Moses mulai mengendus leher Renata, membuat pemiliknya memejamkan mata.

"Hmm." Renata hanya mengumam tak jelas, sambil menikmati setuhan Moses.

"Kenapa kamu mandi jam segini? Ini hampir tengah malam, bukan waktu yang tepat untuk mandi." Moses berdiri di belakang Renata, dan memeluk pinggang gadis itu.

"Ak-aku tadi ketiduran, jadi belum mandi. Sekarang gerah, makanya aku memutuskan untuk mandi saja."

Moses menyeringai dan mencium tengkuk Renata. Sementara sang Gadis mulai menutup mata. Gejolak yang tadi sempat terpuaskan bersama Pak Giman, mulai bangkit kembali.

"Kamu gak bohong kan, Sayang?" tanya Moses dengan suara yang mulai serak.

"Bo-bohong apa maksud kamu?" Renata membuka matanya mendengar pertanyaan Moses. Perasaan takut mulai dirasakan gadis itu.

"Bohong kalau kamu mandi karena gerah. Aku bukan lelaki bodoh. Villa ini berada di pegunungan, gak mungkin kamu kegerahan di tengah malam. Kecuali..."

Moses sengaja tak melanjutkan ucapannya, membuat jantung Renata berdetak lebih kencang karena rasa takut.

"Ke-kecuali?" tanya Renata tergagap.

"Kecuali kamu habis bekerja keras hingga keringetan."

"Apa maksud kamu? Dengar ya, Ses! Aku bukan cewek sembarangan. Apalagi di tempat terpencil ini cuma ada Pak Giman. Aku belum gila hingga mau main sama kakek-kakek peyot."

Renata melepaskan diri dari pelukan Moses, dan dengan marah berjalan ke arah lemari pakaian. Dengan kasar dibukanya lemari dan mengambil dari sana selembar gaun tidur.

Moses membiarkan Renata dengan rasa marahnya, cowok itu hanya melihat ketika Renata berganti pakaian di depan matanya.

Gejolak yang dirasakan Renata belum pudar. Gadis itu masih berharap tapi terlalu gengsi untuk meminta pada Moses. Ya masa udah berakting marah tapi malah ngemis ingin dijamah? Gak banget lah ya.

Moses keluar dari kamar Renata tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Cowok itu marah, karena tau Renata sudah berbohong. Dengan mata kepala sendiri Moses menyaksikan perbuatan Renata dengan Pak Giman, tapi ceweknya itu masih saja mungkir.

Dengan kesal, Moses menghempaskan dirinya ke ranjang. Kamar yang dia tempati saat datang ke villa, adalah kamar yang dulu ditempati kedua orang tuanya.

Berbaring diam sambil memejamkan mata, akhirnya membawa Moses ke alam mimpi.

Tampak sang Mama sedang menyisir rambutnya yang panjang di depan cermin sambil bersenandung. Perut Mama tampak membuncit, pertanda sedang hamil. Moses tersenyum dalam tidurnya, karena tau pasti dialah yang sedang dikandung mamanya. Moses anak tunggal, tak mungkin Mama mengandung anak lain selain dirinya.

Papa masuk ke kamar membawa segelas susu dan sepiring buah potong. Setelah meletakkan piring dan gelas yang dibawanya, Papa mengelus perut buncit Mama.

"Papa berangkat kerja dulu ya, Nak. Kamu baik-baik di rumah sama Mama! Jangan nakal! Kasian Mama tuh kalau kamu nakal," kata Papa pada perut buncit Mama.

"Mas ini aneh, masa anak di dalam perut kok diajak ngobrol," kata Mama sambil tersenyum.

"Lho? Mas kan baca-baca di buku, Dek. Anak itu harus diajak ngobrol selagi ada di dalam perut."

"Biar apa, Mas?"

"Biar nanti kalau udah lahir jadi peka. Kalau ngomong sama dia gak perlu kode-kodean, hahaha."

Papa yang tertawa segera meringis kesakitan setelah tangan Mama mendarat di pinggangnya. Bibir Mama maju beberapa senti karena kesal.

"Memangnya Mas? Dasar cowok gak peka! Masa semua harus diomongin secara gamblang sih? Gak ada seninya dong." Mama masih merajuk.

"Ya maaf kalau Mas orangnya gak peka, Dek! Males kode-kodean. Kalau mau ngomong, ya langsung saja, biar Mas paham!"

"Lagi gak pengen apa-apa sih, Mas. Nanti kalau pengen, langsung ngomong kok, tau aku kalau punya suami gak peka, hehehe."

Moses lagi-lagi tersenyum melihat kemesraan kedua orang tuanya, meskipun hanya di dalam mimpi. Keakraban seperti itu masih dia lihat sampai Mama harus pulang terlebih dulu ke rumah Bapa di Sorga.

Ya, kecelakaan tragis itu yang merenggut kebahagiaan keluarga kecil mereka. Tabiat Papa yang berubah drastis sejak Mama meninggal, membuat Moses muda merasa kehilangan dua orang tua sekaligus di waktu yang sama. Memang Papa masih hidup, tapi hanya raganya, jiwa Papa seakan turut terkubur bersama belahannya, istri tercinta.

Adegan selanjutnya seperti kebanyakan seorang istri yang akan ditinggal berangkat kerja. Mama mengantar Papa sampai ke depan pintu. Papa mencium Mama sebelum berjalan ke mobil yang sudah disiapkan Pak Giman.

Lagi-lagi Moses tersenyum. Kebahagiaan seperti itulah yang nanti dia harapkan saat berumah tangga kelak. Saling mencintai dan menyayangi, menerima kekurangan masing-masing, tanpa menuntut pasangan untuk menjadi yang dimaui, tapi saling memperbaiki diri agar menjadi pasangan yang dimaui. Au ahh, susah jelasin dengan kata-kata, hahahaha.

Setelah melambai ke arah Papa yang mulai menjalankan mobilnya, Mama masuk ke dalam rumah sambil mengelus perut buncitnya. Mengelus Moses kecil yang sedang asyik meringkuk di dalamnya.

"Nyah, sarapannya mau Bibik bawa ke kamar?" tanya Bik Minah yang berpapasan dengan Mama di ruang tengah.

"Aku males sarapan, Bik. Masih kenyang perutku ini, nanti saja lah," tolak Mama.

"Eh, gak boleh gitu, Nyah! Kasihan dedeknya kalau Nyonya gak sarapan. Nanti dia gak ada tenaga untuk main bola di dalam sana." Bik Minah berusaha merayu Mama agar sarapan.

Moses tahu, Mama merasa mual kalau sarapan terlalu pagi. Kebiasaan ini menurun padanya. Jam sembilan pagi saat orang yang sarapan mulai merasa lapar lagi, itu waktu yang paling tepat buat Moses dan mamanya untuk mengisi perut.

"Nanti, Bik! Jam sembilan aja Bibik bawa sarapanku ke kamar! Sekarang aku mau mandi dulu, gerah."

"Oke lah kalau begitu, Nyah. Bibik ke belakang dulu, beres-beres di dapur."

"Jangan lupa Pak Giman suruh siram kebun lilyku ya, Bik! Ku lihat dari kamar, bunga lilyku mulai layu. Berapa hari tuh gak disiram sama Pak Giman?" tanya Mama kesal.

"Tiap hari sudah disiram, Nyah. Cuma kan cuaca lagi panas banget, jadi bunga lilynya keliatan layu."

"Gak mau tau! Pokoknya jangan sampai mereka layu, titik!" Mama pergi ke kamar diiringi geleng kepala Bik Minah.

Sifat keras kepala Mama menurun juga ke Moses. Seperti kata orang, anak cowok lebih mewarisi sifat mamanya dari pada papanya.

Sambil bersenandung, Mama berjalan menuju kamar mandi yang ada di dalam kamar. Senandung itu berubah menjadi senyum lebar, ketika Mama membuka pintu kamar mandi.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!